10

1.2K 208 48
                                    

Halo, udah malem Minggu lagi ya joms.... Nggak kerasa, kayak baru enam hari yang lalu hari Sabtu, sekarang udah malem Minggu lagi.

Oke, kita lihat apakah minggu depan saya masih bias cepat nulis, karena ini kerjaan udah mulai menumpuk. Tapi keajaiban bisa saja terjadi, kan? Semacam vote dan komen dari kalian misalnya. Itu keajaiban yang bisa bikin saya cepet nulis, seriusan.

Oke ah, langsung saja. Selamat membaca, penggemar Luh dan Sam :p



Salam,

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

SAM

RUANG tengah sepi saat gue keluar kamar. Ini hari Minggu yang agak mendung. Seharusnya, Luh sudah siap-siap berangkat kerja saat matahari udah mulai kelihatan. Meskipun jam kerjanya fleksibel, tapi gue nyaris tahu setiap hal yang dia lakukan di tempat ini. Kapan dia keluar kamar buat nonton series netflix di ruang tengah, kapan dia akan beres-beres di dapur, dan pergi beberapa saat untuk membeli keperluan bulanan atau ke tempat laundry. Dan gue tahu kapan dia akan menghindari sebanyak mungkin kami berinteraksi di tempat yang sama.

Ya, gue nyaris sudah tahu dan terbiasa dengan kegiatan-kegiatannya. Jadi, rasanya aneh aja ketika pagi ini gue keluar dan suasananya senyap begini.

Setelah nyuci muka dan bersih-bersih, gue langsung ke dapur buat nanak nasi, terus nyiapin bahan-bahan lainnya buat bikin nasi goreng. Di hari lain, gue cuma bisa bikinin roti yang simpel buat sarapan, tapi di hari libur kayak gini, biasanya gue bereksperimen masak menu-menu baru yang resepnya dikasih sama Tante Danur. Ya, tepat sodari-sodari, demi Luh seorang.

Satu jam kemudian, gue udah menyediakan nasi goreng pada piring di atas meja, berikut potongan sayur sebagai garnis dan dua gelas jus jambu tanpa gula. Namun, gue nggak mendapati tanda-tanda Luh akan keluar buat mandi dan setelah itu mulai siap-siap berangkat kerja.

Gue nggak tahu Sabtu kemarin Luh berangkat kerja jam berapa, karena setelah makan malam bareng Kintani, gue sama dia ngobrol-ngobrol sampai larut. Setelah Kintani pulang, mata gue malah melek dan milih nonton sampai gue ketiduran di sofa dan bangun kesiangan. Sorenya, gue cabut ke tempat teman kuliah yang lagi ngadain acara syukuran kelahiran anaknya. Karena ketemu teman-teman lama, gue keasyikan sampai pulang larut malam. Jadi, seharian kemarin gue benar-benar nggak mendapati keberadaan Luh.

Sebenarnya gue pengin bilang kangen. Tapi, toh, ngangenin yang bukan siapa-siapa itu punya efek nyelekit di hati. Apalagi kalau tahu ternyata kangen kita bertepuk sebelah tangan.

Gue melepas celemek, terus mendekati pintu kamar Luh. Ragu-ragu, gue mulai mengetuknya.

"Luh, udah mau siap-siap kerja? Gue udah bikinin nasi goreng di meja, ya."

Nggak ada sahutan.

Sekali lagi gue ketuk sambil memanggil-manggil namanya dan hanya kesunyian yang gue dapetin.

Perasaan khawatir seketika merambati benak. Pikiran gue jadi nggak enak. Yah, waktu kami masih pacaran dulu, Luh pernah menghilang tanpa kabar. Saat gue menyusulnya ke apartemen, dia sedang tergeletak sakit di sofa tanpa bisa ngapa-ngapain dan semenjak kejadian itu, gue selalu minta dia buat selalu ngabarin hal-hal mengenai dia, yang nggak penting sekalipun.

Pintu kamarnya dikunci saat gue mencoba membukanya. Gue semakin nggak tenang. Di mana kamu, Luh? Gue langsung ke kamar buat ngambil ponsel, memanggil nomornya dengan panik dan langsung disahut mbak-mbak bersuara datar yang nyebutin kalau nomor yang gue tuju nggak aktif. Mungkin hari ini dia ngambil off kerja, terus main ke rumah Annet. Jadi, gue langsung mencari nama Annet di daftar buku telepon, dan sebelum memencet tombol panggil, gue mendengar pintu utama diketuk.

Head Over Heels (Kisah Cinta Ironis Sam dan Luh)Where stories live. Discover now