9. Sam

3.8K 398 54
                                    

"There's no certainty-only opportunity."

-V for Vendetta-

Harapan: Cepat atau lambat gue bisa move up dari Luh.

Kenyataan: Gue masih menyimpan fotonya di dompet.

Kesimpulan singkat: Nggak ada jaminan kalian bisa melupakan mantan dalam rentang waktu sebulan, dua bulan, atau bahkan setahun sekalipun.

Kapan hari nggak sengaja gue buka-buka dan baca artikel majalah perempuan di ruang tunggu kantor, Splash, Slash atau Squash, gue nggak ingat nama majalahnya yang bener yang mana, yang menyebut kalau melupakan adalah proses terberat sekaligus terpanjang ketimbang jatuh cinta itu sendiri, yang bisa saja terjadi dalam hitungan detik. Dalam film Before Sunrise, artikel itu ngasih contoh, proses jatuh cinta dimulai saat Jesse melihat Celine yang berpindah tempat duduk ke seberangnya dalam sebuah perjalanan kereta. Mereka ngobrol di restoran dalam kereta, Jesse iseng menceletuk kalau dia bakal menyesal seumur hidup kalau dia nggak mengatakan kegilaannya mengajak Celine turun di Vienna dan akhirnya Celine dengan impulsif mengikuti perjalanan random dengan orang asing yang ditemuinya di kereta.

Sesingkat itu mereka jatuh cinta pada pandangan pertama.

Kalian tanya pendapat gue soal artikel di atas?

Gue sih percaya-percaya aja, karena gue mengalami masa-masa seperti itu.

Pada saat Luh nyamperin gue di bangku kantin, ngenalin diri sebagai anak PR, lalu tiba-tiba mengelap sudut bibir gue pakai tisu sambil bilang, "Lo lucu ya, Sam, udah segede gini makan aja masih belepotan.", detik itu juga gue jatuh cinta sama Luh. Pada malam anniversary kami yang ketujuh, sebelum keluar mobil dan ninggalin gue, Luh bilang, "Thinking about it, Sam. Kalau kamu mau gini-gini aja, nggak ada niatan buat berubah sama sekali, I think i'm done with you, I can't take anymore.", saat itulah gue merasa bahwa gue bakal melewati waktu-waktu terberat dalam hidup; waktu yang gue lalui tanpa Luh.

Bagian yang kalian lewatkan dari pengakuan gue di atas, yang barangkali luput dari penyelidikan kalian, bukan berarti juga gue nggak bisa mengenyahkan segala hal tentang Luh Lituhayu dari benak gue, you've got my point now. Move up versi gue adalah ketika separuh pikiran gue isinya nggak melulu soal mantan tercinta gue itu, bukan juga minuman atau perempuan-perempuan yang bisa dikencani semalam kayak yang biasa dilakukan si Irham. Dalam kasus ini, misalnya, pekerjaan baru gue sebagai Art Director di kantornya Irham sedikit berhasil mengalihkan pikiran gue. Gumpalan sel kelabu di dalam kepala gue ini dipaksa keras buat mikir dan mengonsep berbagai macam ide, yang sebelumnya hanya gue fokusin buat mikirin Luh seorang.

Gue lagi ngomong seriusan ini.

Gue nggak lagi mabuk atau lagi ngigau karena stres di tengah-tengah kejaran deadline kerjaan.

"Need some coffee, Dude?"

Gue menoleh ke arah suara ringan itu berasal, kemudian mengulas senyum.

Kintani, Copy Writter paling berbakat versi gue yang dimiliki Aegis Advertise, yang sebenarnya bisa jadi bagian di Leo Burnett Group--kerja di dalam gedung yang lebih besar serta punya ruangan khusus dengan view indah nan megah dengan gaji yang luar biasa gede. Cuma Tuhan yang tahu isi kepalanya perempuan ini, dan juga alasan kenapa dia bisa memilih tetap bekerja di perusahaan level Medium Advertising Agency kepunyaannya Mas Victor Suwoko ini setelah melepas pekerjaannya sebagai reporer NatGeo.

Ngomong-ngomong, apa yang ditawarkan Kintani barusan bukan basa-basi yang biasa dilakukan perempuan yang ingin menarik perhatian laki-laki yang baru dikenalinya. Sambil ngomong begitu, dia menyodorkan cangkir yang mengepulkan asap harum ke arah gue, dan satu cangkir lagi buatnya sendiri.

Head Over Heels (Kisah Cinta Ironis Sam dan Luh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang