19. Sam

2.9K 360 39
                                    


"There's three ways to do things, the right way, the wrong way and the way that I do it." -Casino Movie-


PERNAH mendengar selentingan yang menyebut kalau wajah asli seseorang bisa dilihat saat dia baru bangun tidur?

Mungkin itu salah satu alasan yang membuat gue semakin jatuh cinta sama Luh.

Gue sedang membuat sarapan di dapur, lalu tertegun begitu saja saat melihat Luh muncul dengan kaus abu yang kelonggaran di tubuhnya dan celana pendek yang mengekspos bagian tubuh terbawahnya. Entah berapa lama gue habiskan dengan bengong sambil memandangi mantan tercinta gue yang lagi berdiri nggak jauh dari hadapan gue itu. Tertegun begitu mendapati sosok dengan rambut yang mengembang kayak singa, dengan wajah bantal yang tanpa sapuan makeup, dengan bulatan hitam di kedua matanya—yang anehnya nggak bikin kecantikan dalam dirinya berkurang sedikit pun. Dalam keadaan seperti sekarang, Luhara Lituhayu gue masih tetap masuk jajaran 10 perempuan tercantik di dunia versi gue.

"Rotinya mau ditumpuk sampai setinggi apa memangnya, Sam?"

Samar-samar gue mendengar suaranya yang masih berat, tapi seksi.

"Yakin itu bakalan habis?"

Untuk bisa mendengar suaranya ini, gue siap banget buat bangun subuh-subuh lalu nongkrongin dapur setiap hari. Itu janji gue.

"Samudra!"

Pada panggilan berikutnya gue sadar, hampir saja gue membuat gunungan roti.

"Saking laparnya kali ya, sampe nggak fokus kayak gitu, Sam?" komentarnya dengan nada canggung.

Kalau boleh gue jujur, Luh, itu saking gue kagumnya melihat bidadari di pagi hari, sementara bertahun-tahun gue melewati pagi dengan melihat wajah-wajah busuk Rikas dan wajah jutek Irham. Saking gue nggak bisa membayangkan gue bakal menjalani hari-hari gue kayak gimana, tinggal bersama dengan mantan pacar yang sebetulnya masih gue harapkan buat balikan.

Kabar buruknya, kurang dari satu hari aja gue tinggal di sini, gue udah sepayah ini.

"Kayaknya gue emang lagi laper banget. Hehe....." Itu jawaban yang nggak kalah canggung yang keluar dari mulut gue.

Dengan tenangnya Luh menggeleng sambil mengulas senyum lebar, seolah-olah gue bocah lima tahun yang lagi nyari perhatian. Setelah itu, dia membawa langkahnya menuju kamar mandi. Untuk waktu yang lumayan lama dia berada di dalam sana, sementara gue membuat sarapan. Dua porsi sandwich ala Samudra Reagan udah gue hidangkan ke meja makan sesaat kemudian, berikut sari jeruk yang gue ambil dari kulkas yang sekarang udah terisi lengkap berkat bantuannya Rikas. (Padahal kemarin gue sempat berdebat di supermarket waktu dia memasukan banyak belanjaan ke dalam troli, belanja segala macam kebutuhan dapur seolah-olah gue akan menghidupi satu orang istri dengan lima anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.) Setelah mengecek keadaan dapur yang kosong, saat itu juga gue berterima kasih kepada si bocah Makassar itu, dan dia memang layak mendapat pelukan perpisahan dari gue entar di bandara; karena telah menyelamatkan pagi gue, dan pelukan dalam bentuk kepedulian karena hubungannya dengan Dewi, yang niatnya akan dibawa ke jenjang serius, harus kandas karena kepindahannya itu.

Luh keluar dari kamar mandi saat sarapan sudah terhidang sempurna. Dengan wajah yang lebih segar, dengan senyum yang lebih lepas, tapi nggak berhasil menyembunyikan bulatan hitam di sekitar matanya, dia mengambil tempat di kursi seberang gue. Di hadapannya sekarang tersaji menu sarapan yang sama dengan punya gue.

Head Over Heels (Kisah Cinta Ironis Sam dan Luh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang