20. Luh

3.2K 375 15
                                    


"I didnt come back to tell you that i cant live without you. I can live without you. I just dont want to." -Rumour Has It

MAU menyamakan makna "nggak apa-apa" versiku?

Malam tadi, malam ketika Sam dan kedua bodyguard-nya merayakan party kepindahan dia ke kamar di sebelahku, yang berisiknya luar biasa, jelas saja aku merasa terganggu. Demi Tuhan, saat itu pukul satu dini hari dan aku sudah mencoba berbagai cara agar bisa segera tertidur karena besok sudah harus siap-siap untuk kerja pagi. Sebenarnya jadwal di tempat kerja baruku fleksibel, tapi aku harus membuat kesan pertama yang bagus sebagai karyawan baru. Maka, usaha yang kulakukan adalah menyumpel kedua telinga dengan sepasang headset yang memutarkan musik-musik klasik, menutup kedua mata dengan sleeping mask, sampai menenggelamkan kepalaku ke dalam bantal, tapi kesemua cara itu nggak berhasil.

Aku benar-benar sudah tidak tahan dengan suara berisik mereka di ruang tengah, tawa mereka yang menggelegar, juga racauan-racauan tidak jelas mereka. Untuk itu aku beranjak dari tempat tidur untuk memperingatkan mereka, bahwa ada seseorang yang terganggu atas kesukacitaan mereka. Aku berniat mengonfrontasi ketiga cowok barbar itu—yang dulu sering banget kulakukan karena aku tidak suka kalau kedua bodyguard itu sudah mencekoki Sam dengan minuman hingga mabuk parah. Iya, dulu, saat statusku masih pacarnya Sam. Lalu, ketika aku membuka sedikit pintu kamar, aku sempat mendengar percakapan mereka yang seketika itu juga menciutkan keinginanku untuk keluar. Dulu aku seperti seorang pacar posesif yang gila karena bisa melabrak mereka, meminta Sam pulang dan mengancam Irham dan Rikas seperti seekor singa betina yang melindungi anaknya. Sekarang sudah berbeda. Seandainya aku keluar saat itu juga, itu akan membuat posisiku tidak aman.

Pernah mendengar obrolan laki-laki ketika sedang berkumpul secara langsung? Maksudku, hanya laki-laki, seperti para perempuan yang biasa ngumpul bareng di kafe favorit bersama teman-teman sekadar untuk ngopi-ngopi dan bergosip?

Ternyata, apa yang kubaca dari beberapa sumber artikel online, juga yang ditulis Slash Magazine dalam artikelnya edisi bulan lalu ini benar. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan oleh Jurnal Sex Research terhadap 120 responden laki-laki, bahwa laki-laki memikirkan seks setiap tujuh detik. Coba akumulasikan, jika dalam enam belas jam dalam keadaan terjaga, berarti laki-laki memikirkan seks sebanyak 8000 kali. Angka yang sangat fantastis untuk sesuatu yang terus-terusan bercokol di dalam kepala seakan-akan nggak ada hal lain lagi yang perlu dipikirkan, semisal menjadi relawan dalam konflik perang atau apalah yang sedikitnya memberi manfaat untuk orang lain.

Jadi, kita sebagai para perempuan, harus selalu ingat pada poin tersebut saat mau keluar rumah dengan pakaian yang sedikit menggoda, juga catatan istimewa untukku yang sekarang tinggal satu atap bersama dengan makhluk berasal dari Mars itu agar selalu berhati-hati.

"Seandainya si Mystique itu beneran ada di dunia nyata, gue bakalan macarin dia," Suara Irham yang serak dan rendah itu terdengar.

Di balik pintu yang sedikit terbuka, aku melanjutkan mencuri dengar percakapan mereka.

"Lo harus jadi Magneto dulu kalau mau ngegebet dia," Suara laki-laki berlogat Makassar menanggapi. "Buat tes pertama, coba lo pindahin lagi cincin ini ke tangannya Dewi, gue mohon, Ham."

"Gue tau kalau lo lagi berduka sekarang Rik," kata Irham. "Tapi malam ini, bisa kan kalau kita nggak bahas mantan tunangan lo itu dulu? Kita bahas si Mystique aja, gimana?"

"Otak lo itu ya, Ham, ketebak banget," Dan yang barusan itu suara berat milik Sam. "Gue tau, lo mau mutan berkulit biru itu, supaya dia bisa mengubah diri jadi siapa pun, kan? Dan tiap malem lo bisa bercinta dengan cewek yang lo inginkan."

Head Over Heels (Kisah Cinta Ironis Sam dan Luh)Where stories live. Discover now