1. Sam

15.3K 1K 64
                                    





"You may lose your faith in us, but never in yourselves... "

-Transformer 3-

SERINGNYA, para perempuan melewatkan satu bagian ini dari kami.

Kalian nggak pernah menyadari usaha mati-matian kami saat harus mematut diri lebih lama di depan cermin, berulang kali ngecek penampilan dari ujung rambut hingga ujung kaki, takut ada yang nggak beres sama penampilan kami, yang pada hari-hari biasanya, itu bukan kami bangetlah pokoknya.

Untuk alasan apa kami melakukan itu? adalah pertanyaan paling standar, yang bakal membersitkan jawaban paling payah sedunia:

Supaya bisa tampil sempurna di depan pasangan. Atau menghindarkan prasangka buruk orang-orang yang menganggap doi lagi jalan sama sopirnya yang padahal itu gue versi tampil terbaik.

Sekarang, silakan kalian tertawa berjemaah.

Setelah itu mungkin satu pertanyaan ini yang sekarang bercokol di benak kalian: Sedangkal itukah pikiran kami?

Jawabannya: Bisa iya, bisa enggak, atau bisa memang begitu kenyataannya.

Nah, kami yang gue maksudkan di atas adalah diri gue sendiri lho....

Gue yang lagi siap-siap kencan sama pacar gue.

Gue yang biasa tampil ala kadarnya dengan setelan jins belel yang robek di bagian lutut, kaus lengan panjang yang dibungkus jaket parasut kebanggan—yang entah purnama keberapa terakhir menyambangi tempat laundry-an—dan converse dekil yang gue lupa kapan terakhir kali menyentuh air, harus tampil habis-habisan malam ini. Beruntung banget gue punya dua sahabat yang lumayan bisa diandalkan dalam hal beginian, yang membantu penuh semua keperluan gue.

Rikas dengan senang hati minjemin kemeja warna kopi yang dipercaya membawa keberuntungan dalam hidupnya, berikut kunci Chevrolet Blazer hitam miliknya dengan bensin penuh.

Irham, sahabat gue yang selalu tampil rapi itu merelakan celana korduroi dan pantofel mengilatnya buat gue pakai.

Sahabat-sahabat gue yang baik itu sekarang lagi duduk di sofa menghadap televisi yang menampilkan game PES. Sesekali mereka menengok ke arah gue, seringnya sih dibarengi celetukan serta cengiran penuh muslihat yang berarti ledekan.

"Akhirnya lo bakal ngerasain kencan beneran juga, Bule. Selamat, ya, harusnya kita beli minuman buat rayain ini, Ham." Dari logat bugisnya yang kental, semua orang bakal langsung bisa menebak kalau yang barusan ngomong itu Rikas.

"Ke kamar gue dulu gih, Bule. Di laci samping tempat tidur kayaknya gue masih nyimpen kondom. Lo ambil aja, tiga cukup, kan?" Sekarang giliran Irham yang ngomong ngaco.

Dari kamar yang pintunya gue biarin terbuka, gue membalas ocehan mereka dengan mengulas senyum lebar sambil mengangkat kepalan tangan ke udara. Perlahan-lahan, jari tengah gue mengacung ke arah mereka. Sedetik kemudian reaksi gue itu ditanggapi derai tawa, seolah-olah gue ini badut ulang tahun yang layak mendapatkan semua itu.

Tapi ngomong-ngomong soal kencan, apa yang mereka bilang barusan memang benar—minus kondom tapinya. Malam ini gue ada kencan anniversary bareng perempuan yang udah gue pacari sejak zaman kuliah. Luhara Lituhayu. Sosoknya ini sesuai banget sama arti namanya yang dulu pernah gue searching di Google; Luhara diambil dari kata dasar Luh yang artinya "gadis" dan Lituhayu yang berarti "cantik rupawan". Orangtuanya, yang keturunan Jawa-Bali seolah bisa meramalkan, bahwa di masa depan, cuma dua kata itu yang mampu menggambarkan sosok putrinya.

Head Over Heels (Kisah Cinta Ironis Sam dan Luh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang