"Oh iya, Papa inget kenapa emang?" "pacar kamu?" lanjut Lucky Sambil menatap kedua mata putrinya yang wajah nya memerah padam.

"Atha..." panggil Lucky karna tak dijawab oleh Atha.

"Eh-eh iya Pa, aduh papa nih ganggu, udah papa makan duluan aja, Atha mau belajar nih" Ia bingung dan menemukan alasan yang tepat.

"Haduhh gimana sih kamu itu, yang mulai cerita kamu, tapi pas di tanggepin kok malah papa disuruh makan duluan." Lucky mendelik tertawa melihat tingkah aneh anaknya.

"Apaan sih Papa!"

"Atha Atha, udah gede kelakuan masih sama aja kayak dulu"

"Jelas dong masih lucu sama imut kan" Atha memegang kedua pipinya dengan jari telunjuknya.

"Haduh yaudah belajar sana yang rajin gak usah mikirin siapa tuh? eh iya Revan" Lucky tertawa.

Lucky suka menjahili anak semata wayangnya itu, ia juga sadar bahwa dia kurang kasih sayang terhadap kedua orang tuanya.

Dan tak sangka ia selalu dukung apa yang dilakukan anaknya.

"Ihh papahhh" teriak Atha kesal.

Lucky keluar dan bibi pun masuk membawakan minuman dan makanan untuk Atha yang sudah sakit kepala dari tadi.

Namun rasa sakit itu tak ia rasakan karena banyak sekali kegiatan yang ia lakukan untuk saat ini.

Yaitu membaca cerita masa lalu dari beberapa buku ini.

"Makasih banyak ya bi" senyum manisnya begitu manis.

Ia kembali membuka bukunya, dan  menemukan buku yang bertulisan kan.

'Dia R' buku diary yang pertama kali ia tulis hingga dia harus beralih ke buku diary yang baru karena sudah penuh dengan serangkaian kata indah dan menyentuh, membuatnya siapa yang membaca pasti akan larut pada kata-kata tersebut apalagi Atha yang menulisnya dengan hati, karna memang ia merasakan semua itu.

Ia meminum susu yang di berikan bibi Inah dan membawa buku itu keluar.

Sumpek rasanya harus berlama-lama dikamarnya, walaupun hari sudah sangat larut malam.

Suasana di luar cukup dingin, dan ia hanya memakai kaos dan celana pendek, ia pergi ke taman belakang rumahnya, suara air kolam menembus keheningan yang ada.

Angin malam yang dingin menyentuh lembut kulitnya, rambut sebahunya terurainya berbaur dengan angin malam.

Ia hanya membawa buku dan ponselnya saja.

Ia membaca tiap lembar buku yang ia tulis tak sadar air matanya mengalir deras, dan itu semakin deras karena membaca halaman yang ditulis saat ia baru saja menyukai Revan.

Tulisan ini ditulis saat awal masuk Atha di kelas 10, masa alay dengan cinta yang tulusnya.

Hemm hari ini gue jatoh dari sepeda soalnya abis muterin komplek, eh gataunya ada Revan lewat terus dia malah enggak nolongin gue, hiks gue sebel, kenapa dia gak nolongin gue?

Lutut gue berdarah, pen nangis tapi.. yaudahlah..

Gue manggil Revan, gue seret kaki gue, sakit banget, gue pengennya dia bantuin gue, walaupun dengan gue ngejar Revan malah nambahin luka gue, dan saat itu Revan tegasin ke gue kalo dia gak bakal peduli kalo gue ketabrak mobil sekalipun, dari situ gue heran kenapa gue gak sadar-sadar kalo Revan bener-bener ngebenci gue, hiks sedih'

Memang sedikit alay, tapi itulah Atha.

Ia mengingat jelas, saat itu ia masih terlalu polos, ia tak mengenal sakit, ia terus mengejar Revan, dan pada akhirnya kata-kata yang tak ingin ia dengar pun didengarnya.

Betapa bencinya Revan pada Atha, namun Atha hanya bisa pasrah menundukkan kepalanya dan menekuk lututnya dengan tatapan yang mudah diartikan atas kesedihannya.

* * *

Pagi ini tak seperti biasanya Dean yang hampir tak pernah menampakan dirinya di depan Atha kini kembali menghampiri cewek berambut sebahu itu.

"Hai" sapaan itu sontak mengejutkan Atha ya tak asing dengan suara itu.

"Eh, lo? ngapain lo disini?" Atha menepis lengan tangan lelaki itu yang merangkul hangat bahunya.

"Kenapa?" Dean menaikkan kedua Alisnya "Lo gak suka? tenang gue yang bakalan jagain lo mulai sekarang" tatapan tajam itu mengarah pada gadis mungil di depannya.

Atha tak memeperdulikan itu dan langsung pergi di hadapan Dean, dan tak sengaja bersapaan dengan Dimas.

"Atha, kenapa lo pagi udah cemberut aja lo!" Dimas mendorong bahu Atha.

"Ah lo, nambah mood gue makin kacau" Atha menatap jengkel mereka berdua itulah yang di lakukan Atha. Dan Dimas membalas tatapan itu, Atha terkunci. Sial.

Dean yang melihat kedua pasang mata yang terlihat dekat itupun menggeram, mengepalkan kedua tangannya dan tiba-tiba melayangkan kepalan itu di pipi Dimas.

"Gak usah lo deket-deket cewek gue" pukulan bertubi-tubi itu membuat Dimas merasa kesakitan.

Atha yang kaget dengan perlakuan Dean kepada Dimas pun tidak ambil diam, ia menengahi kedua lelaki yang sama-sama menyukai parasnya yang cantik itu.

"Dean!"Atha menatap tajam.

Dean menatap Atha tajam dan memegang erat kedua bahu Atha dan mendorong gadis itu sampai tersungkur ke lantai depan kelasnya.

Dimas yang sudah babak belur pun membangkitkan dirinya menghampiri Atha dan membantunya beranjak dari kerasnya dorongan yang di berikan Dean.

Dean pergi meninggalkan mereka dan masuk kedalam kelasnya yang satu kelas dengan Atha dan juga Revan.

"Lo gak papa tha?" tanya Dimas sambil memegang sudut bibirnya yang membiru akibat kerasnya tinjuan Dean.

"G-gue gak papa dim, maaf gara-gara gue lo jadi babak belur"Atha menatap Dimas.

Tatapan itu bisa membuat siapa saja yang melihat akan luluh dan tak peduli dengan kondisi sekitar. Dimas hanyut pada sepasang mata yang kini menatapnya.

"Gak papa tha, maaf juga gara-gara gue lo malah kena apes deh" Dimas tertawa.

"Yaudah sama sama maafan ya" Atha mengulurkan tangan kanannya tepat di depan perut lelaki itu.

Dimas membalas uluran tangan kecil itu "Sama-sama"

Mereka tertawa sejenak melihat kekonyolannya dan tak sangka seseorang melihat dan menatap tajam mereka berdua, yaitu Revan.

Revan berbalik dan kembali duduk dengan wajah yang tak bisa dibisa di artikan.

Tadinya Revan ingin sekali ikut campur pasal Dean yang mendorong Atha.

Salahkah diriku jika harus bersikap sepantasnya dengan apa yang telah di dia lakukan dimasa lalu? kenapa hati ini sungguh ngilu melihatnya dengan yang lain?

- Adhittama Revan Dhiaro

-TBC

Heart disclosure [completed]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن