PART 24.

348K 12.6K 803
                                    

Selamat Membaca!
. . .

Aurel hanya tersenyum menanggapi beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh mbak Kinan dan mas Anton.

"Aurel jawab mbak dong! Kalau kamu cuma senyum aja, gimana mbak bisa tau alesan kamu balik kerja lagi?" kesal mbak Kinan.

"Iya kamukan ngundurin diri bukan dipecat Rel.." ujar mas Anton.

"Walaupun aku ngundurin diri masa gabisa dipanggil lagi? Ternyata aku sangat butuh pekerjaan ini, jadi pas atasanya manggil aku buat kerja disini lagi yah aku langsung mau dong.." jelas Aurel yang sudah memikirkan alasannya sejak malam.

"Oh gitu.. emang sih sejak kamu resign belum ada pengganti, biasanya langsung dapet pagawai baru." ujar mbak Kinan mengerti.

"Terus apa alesan kamu waktu itu sampai ngundurin diri dari perusahaan ini?" tanya mas Anton.

Aurel merapatkan mulutnya seraya berpikir keras. Semalam ia lupa memikirkan alasan yang satu ini. Jadi apa jawaban yang tepat? Tidak mungkin ia jujur jika diperintah oleh Ferel sendiri.

"Waktu itukan aku udah bilang, aku cape kerja disini. Nggak betah liat berkas-berkas numpuk gitu bikin kepala pusing." jelas Aurel yang hanya diangguki oleh Anton dan Kinan.

"Aurel keruangan saya sekarang." ujar Ferel membuat ketiganya yang tengah asik mengobrol langsung kembali kekubikelnya masing-masing.

Aurel mengangguk mengiyakan. Rupanya Ferel baru datang, padahal Ferel lebih dulu berangkat darinya tadi. Lantas Ia mengikuti Ferel yang mulai berjalan memasuki ruangannya. Sedangkan Kinan dan Anton hanya menyemangati Aurel dari arah belakang.

"Duduk,"

Aurel langsung duduk dihadapan Ferel. Ia masih diam tak mau bertanya apapun, kecuali Ferel yang memberitahunya lebih dulu.

"Kamu saya tugaskan untuk menggantikan Viona hari ini." jelas Ferel membuat Aurel membulatkan matanya terkejut.

"Tapi pak saya-"

"Tidak ada tapi-tapian. Kamu hanya menemani saya metting dan bertemu klien diluar kantor, selebihnya sudah dikerjakan oleh Viona." kata Ferel dingin yang tak ingin dibantah.

"Emang mbak Viona kemana? Terus kenapa harus saya?" tanya Aurel heran.

"Dia sedang mengambil cuti dan saya inginnya kamu." jawab Ferel cepat seraya mengecek berkas-berkas yang sudah ada dimejanya.

Aurel mengerutkan keningnya tanda bingung. Sungguh jawaban Ferel tidak membuat Aurel puas. Ia masih heran, kenapa Ferel harus memilih dirinya? Sedangkan Aurel sama sekali tak paham seperti apa menjadi sekertaris. Setahu Aurel, biasanya ketika Viona cuti atau apapun yang menggantikan posisinya adalah mbak Sisil. Dan kenapa sekarang bukan mbak Sisil saja? Atau mbak Sisil juga sedang mengambil cuti? Pikir Aurel.

"Siang ini kamu ikut saya, kita harus menjumpai klien disalah satu restoran." jelas Ferel.

"Baik pak.." jawab Aurel.

ooOoo

Aurel hanya diam didalam mobil bersama Ferel yang sedang sibuk dengan ponselnya. Seperti yang dikatakan Ferel tadi, sekarang mereka menuju restoran yang terdapat disalah satu kota untuk menjumpai klien. Aurel yang memang duduk disamping Ferel bisa melihat pergerakan Ferel yang sepertinya sedang mengangkat telefon.

"Iya baby.." sapa Ferel kepada sipenelfon.

Aurel sudah bisa menebak itu adalah telefon dari Bianca. Rasanya Aurel ingin menulikan pendengarannya saja saat ini. Ia hanya diam tapi telinganya jelas tau apa yang dibicarakan oleh Ferel dan Bianca. Ternyata Bianca kekasih Ferel itu sedang ada pemotretan diluar negeri untuk beberapa minggu. Hanya itu yang Aurel dapat sebelum akhirnya sisupir yang mengendarai mobil memakirkan mobilnya didepan restoran.

"Kita kesana.." ujar Ferel ketika mereka memasuki area restoran dan melangkahkan kakinya menuju sudut ruangan yang sudah terdapat seseorang.

Sedangkan Aurel hanya mengangguk patuh dan mengikuti langkah Ferel dari belakang. Ketika sampai pun Aurel masih belum melihat siapa yang mengobrol dengan Ferel, karena pundak Ferel dan tinggi badan Ferel itu yang berhasil menutupi indra matanya.

"Silahkan duduk pak Ferel, lalu anda kemari dengan siapa?" ujar seseorang didepan Ferel yang Aurel yakini seorang lelaki.

Tiba-tiba tubuh Ferel menyingkir memperlihatkan tubuh Aurel yang kecil untuk bisa melihat siapa klien Ferel.

"Saya kesini bersama sekertaris saya, Aurel perkenalkan dia klien kita." jelas Ferel tegas, dan sangat bersikap profesional sekali.

Aurel hanya diam menatap seseorang yang sekarang juga sedang menatapnya. Satria? Ia kemudian tersenyum lebar lalu melangkah maju dan memeluk Satria yang juga ikut tersenyum gembira.

"Swetie? Kamu jadi sekertaris pak Ferel?" tanya Satria kala melepaskan pelukannya.

Aurel hanya mengangguk tanpa melepaskan senyumannya. Hatinya bahagia melihat Satria, Aurel rindu Satria.

"Apakah kita bisa mulai?"

Suara dingin itu meredupkan senyuman Aurel. Ia menatap Ferel yang sedang menatapnya tajam. Kenapa Aurel jadi lupa kalau disini ada Ferel? Ia meringis melihat tatapan elang bermata biru itu yang seakan ingin menerkam dan membunuhnya.

"Maaf pak, baiklah kita mulai sekarang." ucap Satria tak enak hati.

Pertemuan itu berlangsung lancar dan baik. Perusahaan Ferel mau bekerja sama dengan perusahaan Satria. Hanya beberapa jam sebelum akhirnya Ferel pamit untuk kembali kekantornya.

"Baiklah terima kasih atas kerja samanya, kalau begitu saya pamit dulu." ujar Ferel seraya berjabat tangan dengan Satria.

"Tapi pak.. maaf sebelumnya lancang, apa saya boleh meminjam pacar saya sebentar? Saya janji akan mengembalikannya kekantor bapak." ucap Satria membuat Aurel membulatkan matanya.

Ntah kenapa Aurel bisa merasakan Ferel tak suka mendengar kalimat itu. Dengan melihat rahangnya yang mulai mengeras dan wajahnya yang dingin dan semakin datar. Mata birunya menatap tajam kepada Satria seakan ingin mengajaknya perang, ia juga merasakan Ferel yang sedang menahan emosinya dengan mengepalkan tangannya.

Aurel jujur meringsut ngeri, apakah Ferel marah? Tapi untuk apa Ferel sampai marah? Tidak ada alasan yang tepat saat ini diotak Aurel. Banyak pertanyaan-pertanyaan dikepalanya yang menanyakan sikap Ferel.

"Maaf tuan Satria Aditritayasa, Aurel harus ikut dengan saya. Tidak ada waktu dijam seperti ini untuk sekedar mengobrol, jika kalian ingin membicarakan sesuatu saya harap bisa dilain waktu. Terima kasih." jelas Ferel dingin, lalu menarik Aurel keluar restoran yang sedari tadi diam membisu.

"Pak Imam sekarang kita jalan kerestoran seafood." kata Ferel ketika mereka sudah masuk kedalam mobil.

"Kita ada klien lagi pak?" tanya Aurel bingung, pasalnya sekarang jadwal Ferel kosong dan baru beberapa jam lagi ada sebuah metting.

"Saya laper." jelas Ferel dingin tanpa menoleh kearah Aurel.

"Kenapa nggak makan direstoran tadi aja pak?" tanya Aurel sedikit heran.

"Disana menunya tidak berfariasi." jawab Ferel yang kali ini menoleh menatap Aurel dengan kesal.

"Bukannya itu restoran bintang limayah? Masa iya menunya gaberfariasi.." bingung Aurel.

Ferel menggeram kesal. Menatap Aurel dengan tajam karena sedari tadi tak mau berhenti bertanya.

"Sudah bertanyanya? Dan bisakan mulut kamu diam? Ikuti saja kemanapun yang saya mau." ujar Ferel tajam.

Aurel meneguk ludahnya. Ia hanya mengangguk patuh dan membungkam suaranya selama diperjalanan. Tidak mau Ferel marah, jika Ferel sudah marah habislah riwayat Aurel.

- - - - -

Tbc.
Jangan lupa vote dan komen gaess..

My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now