PART 17.

354K 12.8K 694
                                    

Selamat Membaca!
. . .

Makan malam itu dilaksanakan sesaat setelah kedua orang tua Aurel datang. Mereka banyak mengobrolkan hal-hal yang tidak Ferel pentingkan. Ferel hanya diam menatap ponselnya dengan serius.

"Ferel, Aurel, kapan kalian akan memberikan kami seorang cucu?"

Kepala Ferel mendongak sepenuhnya mentap mata mamahnya yang tadi bertanya seperti tadi. Ia lalu melirik Aurel yang sepertinya terlihat sedang gugup dan bingung ingin menjawab apa.

"Nanti kalo udah dikasih mah.." jawab Ferel asal lalu kembali lagi menatap ponselnya yang berisikan pesan-pesan dari Bianca.

Aurel bisa melihat mata teduh mertuanya yang tiba-tiba terlihat kecewa dengan jawaban Ferel. Aurel tidak bisa melakukan apapun sekarang. Ingatkan ia jika pertanyaan ini yang selalu Aurel hindari ketika kedua wanita paruh baya yang masih cantik itu mulai bertanya-tanya.

"Udahlah Gin.. yang diucapin Ferel tadi itu bener. Semuanya gaakan tau kapan mereka akan dikasih keturunan. Kita hanya perlu berdoa dan menunggu sampai waktunya tiba." jelas Rere menggenggam tangan Gina mencoba mencairkan suasana sedih Gina.

Aurel maupun Raffy serta Tio yang ada diruangan itu hanya menghembuskan nafasnya lega sambil tersenyum. Rere menatap mata putri tunggalnya itu sambil tersenyum hangat lalu menganggukan kepalanya. Rere tau Aurel tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan Gina dan Rere juga tau Aurel merasa sedih kala melihat raut sedih dari Gina sehabis mendapatkan jawaban tidak enak didengar dari Ferel.

"Mah, pah, Ferel kayanya harus pulang sekarang." ujar Ferel menatap kedua orang tuanya bergantian.

"Kenapa buru-buru? Padahal mamah masih pengen ngobrol sama Aurel." ucap Gina.

"Ada beberapa pekerjaan yang belum Ferel selesaikan. Lain waktu pasti Ferel bakal kesini dan bawa Aurel.." jelas Ferel seraya menggenggam tangan Aurel untuk berdiri.

Aurel? Apa Ferel baru saja menyebut namanya? Sungguh? Rasanya Aurel tak percaya mendengar Ferel menyebut namanya. Ini baru kedua kalinya Ferel menyebut nama Aurel setelah mereka sah menjadi suami istri. Dan tentu saja itu membuat hati Aurel bedenyut tidak karuan.

"Kamu serius yah nanti bawa Aurel kesini? Kalau nggak mamah akan pecat kamu jadi anak." ancam Gina yang rupanya sangat berat membiarkan Aurel melangkah pergi dari rumahnya itu.

"Ferel janji.."

Selah itu Ferel mencium kedua pipi serta kening sang mamah. Sebelum pergi Ferel juga berpamitan kepada mertuanya itu dan membawa Aurel kembali lagi kerumahnya.

ooOoo

"Pak Ferel.." panggil Aurel ketika melihat Ferel yang akan menaiki undukan tangga.

Ferel berhenti lalu menoleh kebelakang, manaikkan satu alisnya tanpa berucap apapun.

"Saya mau bertanya sesuatu." ucap Aurel.

"Kita bicara diruang kerja saya." jelas Ferel dingin lalu pergi meninggalkan Aurel yang masih diam.

Diruang kerja Ferel? Aurel tidak yakin jika harus berdua lagi didalam satu ruangan bersama Ferel.

"Sampai kapan kamu mau diam?"

Aurel tersentak saat mendengar suara tajam Ferel dari atas. Segera Aurel berjalan menaiki tangga menuju ruang kerja Ferel yang memang ada dilantai atas.

"Ada apa?" tanya Ferel ketika melihat Aurel sudah memasuki ruangannya.

"Saya mau bertanya, kenapa bapak melarang saya untuk kerja diperusahaan itu?" tanya Aurel yang berdiri menatap Ferel yang sedang mengecek berkas-berkas dimejanya.

"Karna saya tidak suka."

Aurel menajamkan pendengarannya. Apa ia tak salah mendengar pernyataan Ferel barusan? Ferel tidak suka ia kerja dikantornya? Karena apa? Pikir Aurel.

"Maksudnya?" tanya Aurel mencoba memperjelas.

"Saya tidak mau orang tau jika kamu adalah istri saya. Dan saya tidak suka itu." jelas Ferel.

Aurel mengangguk mengerti. Ia meringis mendengar pernyataan Ferel. Ternyata ini alasan kenapa Ferel menyuruhnya berhenti bekerja. Sesungguhnya itu alasan yang sangat menyakitkan, Aurel kecewa, tapi Aurel bisa apa. Benar kata Ferel, suatu saat nanti pasti orang-orang akan tau dia adalah istrinya dan pasti itu membuat Ferel malu.

"Baiklah kalau begitu besok saya akan menyerahkan surat pengunduran diri dari perusahaan bapak. Terimakasih atas alasannya." ujar Aurel dengan berat hati lalu pergi begitu saja dari ruang kerja Ferel.

Ferel menatap nanar pintu ruangannya yang tertutup. Ia melihat jelas raut sedih Aurel ketika ia mengatakan alsannya. Ntah kenapa hati Ferel juga bisa merasakan sakit saat mendengar kalimat yang diucapkan Aurel tadi sebelum pergi. Sesungguhnya bukan hanya itu alasan ia meminta Aurel berhenti. Ferel tak mau mamahnya menyangka ia tak mengurus kebutuhan Aurel, Ferel tak mau ia dicap suami yang tak bertanggung jawab didepan kedua orang tuanya ataupun mertuanya.

Ferel tau itu berat bagi Aurel, dan Ferel tau pasti Aurel sangat kecewa dengan keputusannya. Tapi Ferel tidak akan luluh hanya dengan wajah sedih Aurel. Salah satu alasan yang tepat ia melakukan itu semua karena keinginan Bianca dan Ferel harus mengabulkannya. Yah, siang tadi Bianca memintanya untuk tidak mempekerjakam Aurel lagi, ntah alasannya apa Ferel tidak tau. Sebenarnya Ferel juga sangat setuju dengan permintaan Bianca, ntah kenapa hatinya tak suka ketika melihat Aurel tertawa bahagia seperti yang dilihatnya siang tadi dikantin kantor.

Tiba-tiba ingatannya kembali kekejadian yang dialaminya hari ini bersama Aurel. Bibir merah Aurel, dan yah Ferel sangat menikmati sentuhan tangannya. Ia menggeram frustasi memikirkan itu semua. Dua tahun berpacaran dengan Bianca Ferel tak pernah merasakan ciuman senikmat Aurel. Ada rasa ingin mencoba lagi saat melihat bibir Aurel yang terus berbicara. Ntah kenapa rasanya sangat berbeda ketika bibirnya mencium bibir Aurel, walaupun Ferel sering melakukannya dengan Bianca tapi itu seperti biasa.

"Arghhh.." geram Ferel seraya menjambak rambutnya frustasi.

Ferel menghela nafas panjang dan mencoba mengatur deru nafasnya. Ia sekarang bingung. Pikirannya terus membanding-bandingkan Aurel dan Bianca. Ditambah lagi ucapan sang papah yang tiba-tiba terngiang-ngiang ditelinganya bagai alunan musik merdu. Lagi-lagi Ferel menggeram frustasi. Sampai sekarang masih tak ada kata cinta untuk seorang Aurel. Hatinya masih terisi penuh dengan nama Bianca. Ferel masih sangat mencintai Bianca. Tapi ada sedikit keraguan didalam hatinya saat melihat tingkah laku aneh dari Bianca. Beberapa kali Bianca selalu menghilang tanpa kabar bahkan susah dihubungi. Siang tadi juga Bianca tiba-tiba pergi dari kantin kantor Ferel karena beralasan sang mamah yang memintanya pulang. Terkadang juga Bianca sibuk dengan ponselnya kala bersama Ferel. Semua itu yang membuat Ferel sedikit ragu pada Bianca dan hal itu juga yang membuat Ferel belakangan ini sering membanding-bandingkan mereka berdua.

- - - - -

Tbc.
Jangan lupa vote dan komen guyss..

My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now