PART 7.

350K 13.1K 1.6K
                                    

Selamat Membaca!
. . .

Aurel benar-benar bekerja hari ini setelah menjalani beberapa sesi wawancara, dan sekarang ia baru sampai rumah Ferel pada malam hari. Pekerjaannya ternyata sudah sangat menumpuk akibat orang yang sebelum dirinya bekerja itu resign lumayan lama. Jadi malam-malam begini ia baru bisa pulang. Ketika turun dari taxi Aurel sudah gugup lebih dulu. Takut sangat menguasai hatinya. Ia takut saat Ferel marah, membayangkan tatapan tajam dan dinginya itu. Ah sudahlah, kenapa Ferel harus menjadi suaminya.

"Eh non Aurel baru pulang.. silahkan masuk non." ucap pak Asep, satpam rumah Ferel yang sudah Aurel kenal itu.

Aurel hanya tersenyum ramah sebelum akhirnya pamit untuk masuk kedalam rumah. Kakinya bergetar ketika membuka pintu utama rumah megah dan mewah itu. Ketika sedang menutup pintunya Aurel merasakan hawa dingin dan mencengkram yang ada diruangan itu seakan menusuk bagai hembusan angin kencang. Aurel lantas berjalan kearah kamarnya, tapi baru saja memegang knop pintu ia mendengar dehaman seseorang, membuat Aurel menoleh kebelakang dan matanya langsung menemukan wajah dingin Ferel yang sedang berdiri tak jauh dari nya diundukan anak tangga terakhir.

"Berapa harga permalamnya?"

Satu pertanyaan itu lolos dari bibir tipis Ferel, sedangkan Aurel mengerutkan keningnya bingung kala mendengar pertanyaan Ferel.

"Maksud kamu?" bingung Aurel.

Ferel melangkah kearahnya seraya tertawa keras dan bertepuk tangan. Itu bukan tertawa bahagia ataupun sedih. Ntahlah tawanya tak bisa Aurel artikan, yang pasti sedikit seram.

"Kemarin tidak pulang, dan sekarang pulang larut malam. Berapa harga tubuh kamu permalamnya? Saya ingin tau." jelas Ferel membuat Aurel seketika membulatkan matanya.

"Saya bukan wanita seperti itu." ketus Aurel yang rasanya ingin sekali menangis karena dipandang sebagai wanita malam.

"Lalu jika bukan wanita seperti itu, kamu pantas disebut wanita seperti apa? Oh yah.. saya tau. Kamu itu wanita simpanan om-om hidung belang diluaran sana, betul bukan?"

Aurel menarik nafasnya dalam-dalam, sebenarnya ia sudah geram ingin menampar Ferel bahkan jika bisa rasanya Aurel ingin sekali merobek mulutnya itu. Tapi tanganya kaku seolah tidak bisa digerakkan akibat tatapan menghunus dari Ferel. Tatapan tajam akan kebencian itu membuat Aurel takut untuk membela dirinya sendiri.

"Terserah kamu mau menganggap saya seperti apa, yang jelas semua pikiran kotor kamu tentang saya itu tidak benar. Dan satu lagi, saya memang rendah dimata kamu, tapi jika itu pasir pasti akan terlihat siapa yang rendah disini. Kamu, saya atau kekasih kamu?" jelas Aurel menatap manik biru Ferel dengan penuh keberaniannya.

Plakkk!!

Satu tamparan mendarat di pipi mulus Aurel yang sekarang sudah berlinang air mata. Ia sungguh membenci wanita yang berstatus istrinya itu. Ferel tau arti ucapan Aurel tadi. Dia sangat mengerti, mengerti sekali ucapan yang memang benar adanya itu.

"Jaga ucapan kamu jika berbicara dengan saya. Saya sudah pernah peringatkan, saya akan berbuat lebih menyakitkan jika kamu macam-macam dengan saya. Apalagi sampai membawa-bawa kekasih saya." jelas Ferel geram menatap Aurel yang sedang memegangi pipi bekas tamparannya tadi.

Aurel terkekeh pelan sambil mencekal sudut bibirnya yang sedikit perih dan mungkin terluka. Ia membuat Ferel tersulut emosi akan ucapannya tadi. Apa yang Aurel ucapkan tadi adalah sindiran. Jika Ferel lebih rendah darinya. Pasalnya ia terkadang tak sengaja melihat Ferel dan Bianca berciuman. Terkadang tidur bersama dirumah Ferel ini, membuat Aurel tidak bisa berfikir jernih terhadap Ferel apalagi Bianca. Menurut Aurel itu adalah pacaran tidak sehat. Sangat rendah dan tak punya harga diri.

"Kenapa? Kamu ngerasa kesindir dengan ucapan saya?" ucap Aurel masih dengan kekehannya, mungkin kali ini ia harus berani

Ferel hanya diam menatap dingin tanpa ekspresi kepada Aurel yang tengah menghapus air matanya itu.

"Ucapan saya benar bukan? Kalau begitu saya masuk kedalam dulu tuan Ferel Adimas Putra.. saya lelah habis melayani beberapa pria malam ini." ujar Aurel melesat pergi meninggalkan Ferel yang menggeram menahan amarah.

ooOoo

Paginya Aurel bangun dengan kepala yang sedikit pusing dan juga sudut birbirnya yang masih sedikit memerah. Ia meringis kala mengingat tangan kekar Ferel yang dengan kejinya menampar wajahnya. Seharusnya Aurellah yang menampar Ferel, kenapa jadi Ferel yang menamparnya? Sungguh, semalaman Aurel menggerutu kesal karena dirinya tak berani menampar Ferel.

Dengan pakaian rapi seperti bisanya orang kantoran pakai, Aurel sedikit memoles wajahnya, agar luka disudut bibirnya tertutup. Ia berjalan keluar kamar menuju kearah dapur dimana disana terdapat Indah dan Mbok Nani yang sedang bekerja.

"Pagi Indah, Mbok Nani.." sapa Aurel seraya tersenyum semanis mungkin.

"Pagi juga mbak Aurel.." sapa Indah.

"Pagi non.." sapa Mbok Nani.

Mbok Nani maupun Indah menatap bingung kearah Aurel yang sudah berpakaian rapih itu.

"Non mau kemana pagi-pagi begini?" tanya Mbok Nani yang diangguki oleh Indah.

"Iya, mbak tumben banget udah rapi pagi-pagi.. mau pergiyah?" kali ini Indah yang bertanya.

"Aurel mau kerja dong Mbok, Indah." jawab Aurel meembuat keduanya mengangguk mengerti.

"Terus kemarin mbak pergi kemana sampe gapulang?" tanya Indah ikut duduk disamping Aurel yang sedang duduk dimeja makan.

"Mbak nginep dirumah bunda." jawab Aurel seraya memakan roti lapis yang baru saja dibuatnya.

"Indah takut mbak kenapa-kenapa waktu mbak pergi gitu aja, apalagi sampe gapulang." jelas Indah membuat Aurel tersenyum.

Aurel sudah menganggap Indah seperti adiknya sendiri. Aurel anak tunggal, jadi baru kali ini Aurel merasa seperti apa diperhatikan oleh adik kepada kakaknya.

"Mbak gapapakok.." jawab Aurel seraya mencubit gemas pipi bapau Indah.

"Yaudah kalau gitu Aurel pamit dulu mbok, Indah." pamit Aurel seraya menyalami Mbok Nani sebelum akhirnya melesat pergi.

Aurel bernafas lega karna pagi ini ia tak melihat Ferel. Tapi hatinya masih penasaran dimana Ferel berada. Apa Ferel masih terlelap? Tapi ini sudah hampir jam kantor, atau jangan-jangan Ferel sudah berangkat lebih dulu dibandingkan dirinya? Tidak mau dibuat penasaran Aurel lebih baik bertanya kepada Pak Asep, satpam rumah Ferel.

"Pagi pak Asep.." sapa Aurel selalu dengan senyuman manisnya.

"Pagi juga non Aurel.." balas pak Asep menatap heran pada Aurel.

"Non Aurel pagi-pagi gini mau kemana? Sudah cantik dan rapih.." heran pak Asep.

"Saya sekarang kerja pak." jawab Aurel yang hanya diangguki mengerti oleh pak Asep.

"Oiyah, bapak liat Ferel nggak pagi ini? Atau jangan-jangan dia udah berangkat kerja?" tanya Aurel membuat pak Asep seketika tersenyum jahil.

"Non Aurel kangen yah sama den Ferel?" goda pak Asep yang membuat Aurel berdecak kesal.

"Aurel cuma nanya doang pak, bukan kangen. Kalau bapak gamau jawab juga gapapa, Aurel pamit kerja dulu." ujar Aurel hendak pergi namun ditahan lebih dulu oleh pak Asep.

"Eh.. sebenarnya Den Ferel sudah pergi sejak malem, katanya beliau harus terbang ke Pranciss untuk mengurus masalah yang ada disalah satu perusahaannya disana selama beberapa minggu." jelas pak Asep membuat Aurel mengangguk mengerti dan sangat puas akan jawabannya.

Setelah itu Aurel kembali berpamitan sebelum akhirnya melesat pergi kekantor barunya.

- - - - - -

Tbc.
Jangan lupa vote dan komen.

My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang