PART 13.

367K 13.9K 379
                                    

Selamat Membaca!
. . .

Aurel mengemincingkan matanya melihat kearah ruang tamu yang sepertinya ada dua makhluk berbeda jenis itu. Sedikit mendekat ia sekarang bisa tau siapa yang ada diruang tamu itu. Bianca dan Ferel. Ia mendengus sinis menatap Bianca yang sedang bermanja ria dengan Ferel. Bukannya Aurel cemburu, ia kesal melihat seorang perempuan yang bertamu malam-malam dirumah orang. Ini bahkan sudah hampir larut malam, tapi dengan santainya Bianca masih datang untuk bertamu. Meski itu bukanlah urusannya tetapi menurutnya Bianca itu seperti wanita tidak baik. Tapi jika difikir, Bianca rupanya bukanlah wanita baik-baik.

"Kamu.."

Aurel menoleh kala melewati Ferel dan Bianca untuk kembali kekamarnya selepas mencuci piring tadi. Niatnya ia akan pura-pura tak melihat dan berlalu memasuki kamar. Tapi sayang terhenti karena tiba-tiba Ferel memanggilnya membuat ia mau tak mau berhenti. Tidak mungkin bukan ia terus berjalan dan pura-pura tak mendengar suara Ferel yang sedikit kencang memanggilnya tadi. Batin Aurel.

"Iya?" jawab Aurel menatap Ferel.

"Ambilkan minum untuk Bianca." jelas Ferel membuat Aurel membulatkan matanya.

Aurel menatap Bianca yang sedang menangis terisak direngkuhan Ferel. Kenapa Bianca menangis? Bukanya tadi Bianca biasa saja? Apa mereka bertengkar? Sebenarnya ia malas untuk kedapur lagi, tapi melihat keadaan Bianca hatinya menolak dan memilih untuk mengambilkannya minum.

"Cepat ambilkan!"

Aurel tersentak saat Ferel sedikit membentaknya. Tanpa menunggu lama Aurel nenuruti perintah Ferel. Tak berapa lama Aurel kembali lagi dengan segelas cangkir air putih yang langsung diberikan kepada Ferel untuk Bianca.

"Minum dulu sayang.." ujar Ferel pada Bianca yang menolak untuk meminum airnya.

Ntah kenapa hati Aurel sakit kala mendengar kata sayang yang dilontarkan Ferel untuk Bianca. Harapannya tadi musnah sudah agar Ferel bisa berubah. Ia meremas ujung bajunya agar bisa sedikit menghilangkan rasa sakitnya saat ini.

"Ferel.." panggil Aurel.

Ferel hanya menoleh tanpa menjawab atau mengucapkan apapun.

"Bianca kenapa bisa nangis kaya gitu?" tanya Aurel yang kali ini sangat ingin tahu.

"Bukan urusan kamu." ujar Ferel dingin.

Aurel hanya meneguk ludahnya mendengar ucapan Ferel. Ia jadi kesal sendiri kenapa bisa berani-beraninya bertanya seperti itu. Apa urusan dia? Benar. Itu bukan urusan Aurel. Tapi hati Aurel iba melihat tangis Bianca yang terlihat rapuh itu.

"Kenapa masih disini? Kembali kekamar!" jelas Ferel tajam.

Aurel tersentak untuk yang kedua kalinya dari lamunannya kala mendengar ucapan Ferel. Tanpa banyak tanya lagi Aurel langsung pergi melesat kekamarnya.

ooOoo

"Mau kemana Rel?" tanya mbak Kinan ketika melihat Aurel yang berdiri dari duduknya.

"Aurel mau kepantry dulu, mau buat teh. Mbak Kinan mau?" tanya Aurel yang mendapat gelengan dari mbak Kinan.

"Gausahdeh, nanti mbak bikin sendiri aja." jelas mbak Kinan.

"Yaudah Aurel kesana dulu.." ujar Aurel sebelum akhirnya pergi.

Aurel berjalan sesekali melirik lobi kantornya, matanya masih asik menatap sekeliling tanpa memperhatikan arah jalan. Sampai tak sangaja Aurel menabrak seseorang didepannya.

Bruk!

Aurel membulatkan matanya, ia segera berjongkok untuk mengambil beberapa berkas yang terjatuh dilantai itu.

"Maaf, saya gasengaja." ucap Aurel pada seorang lelaki didepannya yang hanya diam itu.

"Gapapa, kamu baik-baik aja?" tanya lelaki itu seraya menyunggingkan senyuman manisnya.

Aurel hanya mengangguk sambil tersenyum canggung.

"Baiklah. Kalau begitu saya duluan.." ujar lelaki itu setelah menerima berkas yang disodorkan oleh Aurel sebelum akhirnya pergi meninggalkan Aurel yang masih diam berdiri terpaku karena wajah dan senyumannya lelaki itu yang tak kalah tampan dari Ferel.

Aurel membayangkan jika yang tersenyum manis itu Ferel. Sudah pasti Aurel sangat senang melihatnya. Selama pernikahannya dengan Ferel Aurel tak pernah melihat seukir senyuman diwajah Ferel, yang Aurel dapat hanya tatapan tajam dan dingin dari Ferel.

Setelah dipikir-pikir ternyata ucapan Ferel sangat benar, pernikahannya dengan Ferel itu hanya mengubah status. Hari-harinya selalu sama, tanpa ada kemajuan. Percakapan singkat dan seperti bisa tak ada momen penting yang mereka lakukan. Aurel dan Ferel bagaikan orang asing yang tinggal satu atap, hanya sekedar saling pandang dan akhirnya kembali pergi memasuki kamar masing-masing. Ia melakukan itu sudah hampir satu bulan dari awal pernikahaanya, berarti sisa lima bulan lagi Aurel dan Ferel menjalani hari-harinya seperti ini.

Sepertinya tidak ada yang diharapkan dari pernikahaanya. Aurel bisa melihat betapa besar cinta Ferel untuk Bianca. Tapi apakah Aurel boleh berharap? Berharap agar rasa cinta itu berpindah padanya? Ia rasa ada sesuatu yang mengganjal dihatinya saat ini. Seperti rasa tidak rela kala membayangkan suatu saat nanti dirinya melepaskan Ferel pergi bersama wanita lain. Melepaskan Ferel bahagia bersama sang pujaan hatinya. Melepaskan Ferel untuk selama-lamanya. Aurel rasa dirinya tak sanggup untuk itu. Walaupun mereka jarang berkomunikasi, tapi hanya dengan menatap wajah Ferel Aurel sudah bisa merasakan cinta didalam dirinya. Cinta untuk Ferel, padahal ia sendiri yang menolak perjodohan mereka. Ia sendiri yang merasa terbebani dengan perjodohan ini. Tapi sekarang? Cinta? Aurel yakin dengan takdir yang sudah diatur oleh sang maha kuasa.

Aurel merasakan bahunya digoncang kuat oleh seseorang, membuat ia tersadar akan lamunan panjangnya itu. Ia mengerjapkan matanya kala melihat Ferel berdiri dihadapannya dengan tatapan khawatir. Apa benar itu Ferel? Aurel tak salah liat bukan jika dihadapannya itu Ferel yang sedang menatapnya dengan khawatir dan cemas? Batin Aurel.

"Kamu kenapa?"

Dua kata yang membuat Aurel tersadar akan rasa cintanya. Ia bisa membedakan kekhawatiran Ferel untuknya dan untuk Bianca seperti semalam. Rasanya berbeda ketika melihat Ferel yang semalam sangat khawatir pada Bianca. Disana tatapan Ferel sangat teduh penuh dengan kecemasan. Kali ini tatapan Ferel memang mengisyaratkan kekhawatiran, tapi sikap dingin itu masih terasa direnung hati Aurel.

"Hallo? Kamu baik-baik ajakan?" ujar Ferel yang merasa bingung sedari tadi ditatap oleh Aurel.

"Saya gapapa." ujar Aurel singkat setelah itu melesat pergi meninggalkan Ferel yang menatapnya dengan penuh kebingungan.

- - - - - - -

Tbc.
Jangan lupa vote dan komenyah..

My Husband Is Devil √ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang