🍒 Jodoh Pasti Bertemu

Start from the beginning
                                    

Masjid yang mampu menampung sebanyak 45.000 jamaah ini memiliki 7 menara dan menara utamanya memiliki tinggi 99 meter yang memiliki makna Asmaul Husna atau nama-nama Allah. Selain masjid,  komplek Islamic Center ini juga meliputi fasilitas pendidikan dan Rumah Sakit yang semuanya berada dalam satu komplek tersebut. 

Rana mengambil wudhu yang berada di dalam lantai dasar Masjid dan kemudian menaiki anak tangga yang berjumlah 33 untuk naik ke lantai utama kemudian melaksanakan shalat Ashar. 

Setelah menyelesaikan urusannya dengan Sang Pemilik hidup, Rana keluar dari masjid tetapi tidak langsung meninggalkan tempat itu. Dia memilih duduk di pelataran masjid sambil melihat pemandangan berupa lalu lalang kendaraan dan orang-orang yang sedang berfoto ria yang mengambil background masjid Baitul Muttaqien. 

"Rana?" Merasa ada yang memanggil namanya, Rana menoleh ke kanan dan ternyata orang yang memanggilnya adalah Prasta. Dan kini pria itu sudah duduk di sampingnya meskipun Prasta masih menjaga jarak mereka. 

"Mas Prasta? Kesini juga?"

"Iya, setiap pulang kantor saya memang mampir dan shalat disini." Rana hanya ber-oh-ria mendengar alasan Prasta. Dan entah kenapa suasana di antara mereka menjadi canggung. 

Setelah beberapa saat saling diam,  akhirnya Prasta memilih undur diri lebih dahulu. 

"Ran, saya duluan ya."

"Eh, iya mas, saya juga sudah mau pulang." Prasta beranjak dari tempatnya duduk, namun baru tiga langkah berjalan, dia berhenti dan kembali berbicara pada Rana. 

"Rana, kamu masih ikut kajian setiap minggu?" Rana yang kembali di beri pertanyaan oleh Prasta merasa kaget darimana pria itu jika dirinya ikut kajian setiap minggu. Namun dia hanya menjawab dengan menganggukan kepalanya pelan. 

"Terima kasih ya, saya duluan,  Assalamualaikum." Prasta meninggalkan Rana yang masih berkutat dengan pertanyaan di kepalanya seputar atasannya di kantor itu. Seutas senyum tak Prasta lepaskan dari bibirnya setelah mendapat jawaban dari Rana, meski hanya sebuah anggukan kepala saja. 

Hari berlalu dari pertemuannya dengan Prasta di Islamic Center,  Rana sudah tidak ambil pusing dengan keingintahuan pria itu padanya. Apalagi sikap Prasta di kantor pun tetap sama seperti biasanya. Hingga satu panggilan dari gawainya membuat Rana merasa sedikit deg-degan. 

"Assalamualaikum Ran, ini saya Rahma."

"Walaikumsalam kak Rahma,  apa kabar?"

"Alhamdulillah baik Ran, maaf ya mengganggu waktu kerjamu sebentar."

"Nggak apa-apa kak, ada apa kok tumben kak Rahma yang telepon Rana, biasanya juga saya yang menelpon kakak ". 

"Sesekali gak apa-apa Ran." Terdengar oleh Rana suara tawa di sebrang sana meskipun lirih, tapi kemudian Rahma melanjutkan bicaranya. "Sebenarnya saya menelpon Rana ingin memberi tahu kalau cv ta'arufmu sudah ada yang menerima, dan saya hanya mau menanyakan Sabtu sore besok punya waktu apa tidak, soalnya ada seseorang yang ingin saya dan kak Danu perkenalkan. Ini hanya pertemuan biasa Ran, hanya untuk mengetahui dan saling mengenal dulu."

"Inshaallah Rana bisa kak, nanti selepas pulang kerja saya datang." Walaupun masih terkejut dengan kabar yang di sampaikan Rahma tapi Rana mantap dengan jawabannya. 

"Alhamdulillah, ya sudah kalau begitu maaf saya menelpon pas Rana kerja ya, wassalamualaikum." 

"Iya gak apa-apa kak,  walaikumsalam warahmatullah."

Rana masih terpaku melihat gawai di tangannya dan entah apa lagi yang ada di pikirannya. Secepat itukah Allah menjawab doanya. Tapi lamunan Rana buyar ketika line telepon di mejanya menginstruksi meminta untuk dijawab. 

Sabtu  sore seperti yang sudah di jadwalkan, Rana sudah berdiri menatap rumah minimalis dan asri di depannya. Setelah mengumpulkan keyakinannya, Rana lalu mengetuk pintu yang sudah terbuka. Dan tidak lama seorang wanita sambil menggendong seorang balita menyambut kedatangannya. 

"Assalamualaikum kak Rahma." 

"Walaikumsalam... Rana, ayo masuk maaf ya saya jadi meminta kamu ke rumah soalnya si kecil mendadak tidak enak badan."

"Gak apa-apa kak, lagian rumah kak Rahma kan searah sama rumah Rana."

"Oh iya, ikhwan yang ingin bertemu denganmu sudah datang, dia sedang bersama mas Danu."

Rana mengikuti langkah sang pemilik rumah masuk ke dalam. Terdengar suara dua orang sedang bicara dan sesekali tertawa bersama. 

"Mas Danu, Rana sudah datang."

"Assalamualaikum Mas..."

"Walaikumsalam salam ukhti Rana, apa kabar?"

"Alhamdulillah baik Mas."

"Alhamdulillah... Oh iya, perkenalkan ini ikhwan yang menerima cv ukhti Rana dan meminta pertemuan ini di adakan."  Danu menepuk bahu seorang pria yang sedari tadi diam dan menundukkan kepala. Merasa terpanggil pria itu kemudian berdiri dan sambil tersenyum menyapa kehadiran Rana di depannya. 

"Assalamualaikum ukhti Rana..."

"Mas..."

.
.
.
.

Rana menatap pantulan dirinya di cermin, masih tidak percaya dengan penampilannya hari ini. Gugup,  cemas dan bahagia berbaur menjadi satu. Ara, sang sahabat yang sejak tadi menemaninya menjadi gemas sendiri melihat kegelisahannya. Di genggamnya tangan sang sahabat agar menjadi lebih tenang menghadapi hari besarnya ini. Hingga akhirnya terdengar suara dari luar yang membuat keduanya bernapas lega. 

Sah! 

Sah! 

"Alhamdulillah... Barrakallah Rana,  selamat ya sahabatku tersayang, akhirnya resmi menyandang gelar istri seseorang." Ara memeluk sahabatnya itu penuh haru. 

Setelah melewati perjalanan penuh liku akhirnya jodoh Rana telah bermuara pada seseorang. Seorang pria yang tak pernah dia sangka sebelumnya. Seseorang yang menerima cv ta'aruf miliknya ternyata juga adalah seseorang yang ingin diperkenalkan oleh sang ayah padanya. 

Suara ketukan dan pintu terbuka membuat Rana tak bisa lagi menyembunyikan rona di wajahnya. Ara sudah meninggalkannya sendiri saat sang ibu memberitahunya bahwa pria yang sudah sah menjadi suaminya akan menjemputnya keluar. Dan disinilah mereka berdua saat ini,  saling berhadapan dengan berbagai rasa di hati yang entah bagaimana mendefinisikannya. 

"Assalamualaikum Syakirana Maulida, istriku..." 

"Walaikumsalam Prastawa Himawan, suamiku..." 

Keduanya hanya saling tersenyum dan perlahan saling menyambut tautan jemari yang kini telah halal untuk mereka genggam. 

Kuasa Sang Penguasa hati manusia memang tidak ada yang bisa menandingi. Kemana dan dimanapun insan dunia berada, jika jalan takdir jodohnya sudah menunjukan jalurnya maka di satu titik muara pasti akan dipertemukan. Karena sekuat apapun manusia berusaha jika Sang Kuasa tidak menuliskan takdirnya maka tak kan ada pertemuan dalam satu ikatan jodoh,  namun jika semua telah tertulis dengan indah di Lauhul Mahfudz jodoh pasti bertemu. 

✏️ -- the end -- ✏️

Thanks udah bergabung dilapak ini 👏👏👏

Yang lain mana ini tulisannya...tetep yaaa aku tunggu di email

marentin_niagara@yahoo.com

Caaaooooo 💋💋
Blitar, 25 September 2019

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now