🍒 Jodoh Pasti Bertemu

Start from the beginning
                                    

"Halo mas... Ada yang bisa di bantu?" Rana sudah terlalu hapal siapa yang menelpon di saat jam jam begini. 

"Tolong orderkan saya makan siang ya, terserah kamu mau order apa." 

"Berapa orang Mas?"

"Dua, untuk kamu satu."

"Terima kasih sebelumnya, tapi maaf hari ini saya pu-a-sa." Rana menekankan kata puasa dengan intonasi yang sengaja di keraskan biar semua orang di dekatnya mendengar. Dan benar saja ketiga orang yang mengajak makan siang langsung menenggelamkan diri masing-masing ke kubikelnya. 

"Rana... Saya belum tuli gak usah teriak begitu."

"Sorry Mas Pras gak sengaja." 

"Kamu beneran puasa hari ini?" 

"Iya mas Prasta, saya lagi puasa." 

"Oh ok, kalau gitu saya gak jadi order makan siang."

Tuttt.. 

Telepon langsung terputus. Rana hanya menghela napas panjang menghadapi kelakuan rekan dan atasannya. Pasti ada yang salah lagi dengan atasannya jika dia menutup telepon tanpa pamit begitu. 

Prastawa Himawan, pria usia menjelang 30 tahun itu baru tiga bulan menjadi atasan Rana di HRD. Sejak pertama datang dia memang langsung terlihat akrab dan membaur bersama bawahan dan karyawan lain. Paras menawan, tinggi 180 cm,  berkulit putih, hidung mancung dan rahang tegas di tambah sikap ramah kepada rekan sekerjanya cukup membuat beberapa singlelilah wanita mencoba menarik perhatiannya. Namun Prasta seolah menutup mata dan tak peduli dengan para fans yang seperti ingin menculiknya jika sedang berpapsan dan bertatap muka dengannya. 

Rana dan Ara menikmati hari minggunya di salah satu cafe langganan mereka setelah kembali dari mengikuti kajian di salah satu masjid. Sejak hubungannya dengan Rado berakhir beberapa bulan yang lalu, Rana memang semakin rajin mengikuti kajian yang di adakan setiap minggunya. Kemantapannya berhijab semakin menguatkan keyakinannya bahwa segala sesuatu yang terjadi pada jalan hidupnya memang sudah di atur Yang Maha Kuasa dengan indahnya. Rejeki maut dan jodoh adalah hak Allah sepenuhnya untuk semua makhlukNya. 

"Ran, kamu beneran sudah siap kalau cv ta'aruf mu itu ada yang menerima?" Ara mencoba mengorek keraguan dari mata sahabatnya,  namun senyum di bibir Rana menegaskan bahwa sahabatnya itu tak akan menemukan apa yang di carinya. 

"Aku sudah pasrahkan hidupku sama Allah Ra, siapa pun jodohku kelak dia pasti yang terbaik yang di kirimkan Allah untuk menjadi imam dan pembimbingku di masa depan. Bahkan sebenarnya ayahku beberapa waktu lalu sudah bilang berniat menjodohkan aku dengan anak sahabat ayah semasa SMA."

Ara menatap sahabatnya dengan rasa tak percaya mendengar penuturan Rana. 

"Di jodohin Ran?" Rana menganggukan kepala dan memberikan senyum manisnya pada orang di depannya sebagai tanda bahwa tak ada paksaan apapun pada perasaannya. "Lalu bagaimana dengan cv mu? Bagaimana jika saat ini sudah ada ikhwan yang menerima cv ta'arufmu?"

"Sebelum aku mengirim cv itu aku sudah ijin pada ayah dan ibu, dan mereka tidak keberatan. Tetapi ayah juga meminta aku untuk mempertimbangkan usulan ayah tentang perjodohan itu, selama belum ada yang mengajakku melakukan ta'aruf."

Ara tersenyum bahagia melihat perubahan positif sahabatnya. Dia paham betul bagaimana gamangnya Rana saat harus berpisah dengan Rado. Tapi kini badai kegalauan itu sepertinya sudah benar-benar pergi dari hati Rana. 

Selepas jam kantor selesai Rana melajukan motornya menuju komplek Islamic Center Samarinda. Setelah memarkirkan kendaraannya,  dia bergegas masuk ke dalam Masjid Baitul Muttaqien yang merupakan masjid terbesar kedua di Asia Tenggara setelah masjid Istiqlal. 

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now