[24] Midnight

6.1K 497 22
                                    

Author POV.

Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Tak terasa kandungan Jieun sudah memasuki trimester terakhir, yaitu dimana kondisi bayi sudah memungkinkan untuk keluar.

Banyak juga ia mengalami kontraksi palsu pada perutnya. Tentu saja masih adanya Seokjin disisinya, ia merasa aman dan tidak takut lagi.

Fyi, Seokjin sudah mengambil cutinya selama seminggu ini. Tentu saja mengingat kondisi Jieun yang sangat tidak memungkinkan untuk ditinggal bekerja.

Seokjin saja sudah berubah sembilan puluh sembilan persen, berubah seperti apa?

Ya seperti, setiap lima menit sekali, Seokjin selalu menanyakan keadaan Jieun, apakah dia mengalami kontraksi lagi atau yang lainnya. Lalu, waktu Seokjin full untuk Jieun, selama dua puluh empat jam Seokjin berada di dekat Jieun. Bahkan, sekedar untuk pergi ke kamar mandi, Seokjin membantu Jieun berjalan dan menungguinya di depan pintu.

Dasar Seokjin.

Bukan apa-apa, Seokjin juga merasa sedikit iba melihat Jieun yang terkadang kesulitan untuk berjalan. Beban di depan tubuhnya ditambah dengan pinggang yang harus kuat menopang tubuh bagian depannya membuat Seokjin tak tega melihat Jieun.

Asal kalian tahu, Jieun selalu mengeluh sakit pada punggungnya saat akan tidur di malam hari. Jieun selalu mengubah posisi tidurnya untuk merasakan berbaring dengan senyaman mungkin. Dan hal itu juga membuat Seokjin lagi dan lagi menaruh rasa kasihan pada dirinya.

Seperti halnya malam ini, sudah sekitar pukul sembilan mereka membaringkan tubuh mereka pada ranjang king size di kamarnya. Namun, sekarang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Terhitung dua jam sudah Jieun masih tidak nyaman memejamkan matanya, walaupun hanya berbaring, Jieun pasti kembali mengeluh sakit. Bantal khusus ibu hamil pun juga tidak membantu dirinya.

Mau tak mau, Jieun kembali duduk dan bersandar pada sisi ranjangnya. Netra miliknya melirik Seokjin yang sudah terlelap dalam mimpinya, entah apa yang ia mimpikan, apapun itu, Jieun memandang wajah lelah Seokjin dengan hati teriris.

Kantung matanya terbekas sempurna, kerutan pada dahinya yang kontras dengan wajahnya dan wajah tirus seorang Kim Seokjin membuat Jieun tak tega.

Ia kembali mengingat bahwa dirinya lah yang membuat Seokjin dalam kondisi ini, hatinya merasa tidak nyaman, rasa bersalah mengguyur semua pikirannya dan hatinya.

Tak terasa, air matanya meluncur begitu saja mengingat perlakuan Seokjin padanya. Kasih sayang, perhatian dan cinta Seokjin, diberikan penuh kepadanya dan anak yang dikandungnya. Berbeda dengan dirinya yang selalu merepotkan dan menyusahkan Seokjin.

Tangannya dengan pelan mengusap wajah lelah suaminya, pertama mendarat di dahi yang terasa hangat, kemudian pipi yang mulai menirus, dan kemudian beralih pada dagu milik Seokjin.

Tangannya terusap lembut, namun juga tidak lembut juga, nyatanya, Seokjin juga akhirnya terbangun karena ada gerakan yang mengenai wajahnya.

Seokjin membuka matanya dan tangannya langsung menggenggam tangan Jieun sehingga membuat Jieun tak lagi menggerakkan tangannya.

"Kenapa belum tidur, eum?" Seokjin berucap pelan dan akhirnya mendudukkan tubuhnya sama seperti halnya Jieun. "Masih sakit lagi?" Jieun menggeleng dan kemudian menghamburkan pelukannya pada Seokjin.

Seokjin terkejut tatkala Jieun memeluknya tiba-tiba, "Kenapa, sayang?" Tanya Seokjin lagi.

"Tidak apa-apa.. Seokjin?"

"Ya?"

"Maafkan aku.."

Seokjin mengerutkan dahinya saat mendengar penuturan dari Jieun. "Memangnya kau melakukan kesalahan apa?"

ICE - Kim Seokjin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang