🍒 Rona Lima Warna

Mulai dari awal
                                    

Suara teriakan saling memaki dan hujan batu menjadi pemandangan yang tidak sedap dan terjadi di sekitar jalan raya dan halaman sekolah. Suara dentangan besi pagar sekolah yang di pukul oleh siswa dari sekolah lain itu menjadikan suasana menjadi lebih mencekam. Delisa berlari mencari ke empat sahabatnya di kelas masing-masing karena mereka berlima memang beda kelas. 

Delisa lega saat menemukan Maya dan Ana ada di kelas, namun kepanikan melanda saat Aya dan Dewi tak terlihat di sekitar kelas dan taman depan kelas bahkan di sekitar koridor dan lapangan basket pun tak ada. 

"May, Dewi sama Aya kemana?" Delisa tak bisa menyembunyikan kepanikannya. 

"Gak tau, tadi katanya mau ke koperasi tapi dari tadi ga balik balik."

Tanpa bertanya lagi Delisa berlari menyusuri koridor sekolah kemudian berbelok ke lapangan basket dan menuju ke koperasi yang bangunannya berada paling ujung. 

Suasana masih riuh oleh bunyi bunyi benda keras dan teriakan yang entah siapa yang melakukannya. Pecahan kaca depan koperasi berserakan memenuhi ruangan, petugas yang biasa menunggu pun sudah tak terlihat disana. 

Dengan nafas yang masih terengah-engah setelah berlari lumayan jauh, Delisa memanggil kedua sahabatnya. 

"Aya...Dewi....Kalian dimana?", sunyi tak ada jawaban, tapi dia yakin kedua orang yang di cari ada disekitar koperasi. 

"Wi...Ini gue, please keluarlah, ga aman disini...". Delisa mengitari rak rak yang beberapa sudah ada yang berhamburan barangnya. 

"Del... ". Dewi dan Aya akhirnya menampakkan diri setelah keluar dari persembunyiannya di bawah meja kasir. 

"Astaghfirullah.... Syukurlah kalian gak apa-apa, buruan keluar dari sini." Raut kelegaan terlihat di wajah Delisa melihat orang yang di cari baik-baik saja. 

Delisa tanpa banyak tanya lagi menggandeng Dewi yang terlihat masih shock dengan kejadian yang masih berlangsung. Mereka bertiga menuju UKS yang lokasinya agak jauh dari lemparan lemparan batu yang masih saja berlangsung. 

Delisa memberikan segelas air mineral pada masing-masing sahabatnya yang memang selalu tersedia di UKS. Setelah terlihat tenang baru Delisa berbicara pada kedua orang di depannya. 

"Lu berdua itu bego atau bodoh sih sebenarnya, kenapa ga pergi dari sana bersama yang lain, udah pada sakti kalian berdua?" Tak ada emosi yang meluap dari ucapan Delisa tapi terdengar dengan jelas dia menahan kegeraman melihat reaksi sahabatnya saat terjadi situasi genting. 

"Kita panik, anak-anak lain juga panik saling berebut keluar, suasananya pokoknya kacau Del, dan saat kita juga mau keluar kaca depan pecah dan berhamburan kemana-mana,  batu pada masuk  Del...". 

"Gue sama Aya refleks sembunyi di bawah meja menghindari lemparan batu sambil nunggu semua aman."

Delisa menghembuskan nafas panjang, tak tahu harus bicara apa saat ini. Melihat kondisi sahabatnya yang belum stabil dia tak berani banyak bicara. 

"Gue cuma panik saat Maya bilang kalian berdua belum balik dari koperasi, sorry kalau gue bikin kalian tambah takut, tapi gue lega kalian baik-baik saja."

Mereka bertiga berpelukan melepaskan kekhawatiran dan ketegangan yang masih mereka rasakan. Karena setelah berpelukan dan saling menguatkan mereka merasa lebih baik daripada sebelumnya. 

Perlahan suasana di sekolah berangsur membaik dan tenang kembali. Siswa dan siswi belum di ijinkan meninggalkan sekolah karena di khawatirkan penyerang belum sepenuhnya meninggalkan lokasi walaupun sudah di bubarkan oleh polisi. 

Delisa, Aya, Maya, Dewi dan Ana duduk di sekitar taman depan kelas. Wajah-wajah yang biasanya ceria di selingi candaan tak berfaedah terlihat kehilangan semangatnya. 

"Hi... Kalian gak apa-apa, Ana bilang kalian berdua terjebak di koperasi." Daniel sang mantan target taruhan,  ikut bergabung dengan kelima gadis itu. 

"Kita gak apa-apa kok, gimana di depan?"

"Udah aman, paling bentar lagi sudah boleh pulang, kamu pulang sama aku ya, An?"

Mendengar ajakan pulang Daniel pada Ana yang terdengar manis, ke empat gadis lainnya kompak melihat ke arahnya. 

"Kenapa? Ada yang salah dari ucapan gue?". Daniel memasang tampang polos tak berdosanya menanggapi sikap para gadis itu. 

"Lu berdua... Jangan bilang kalau masih...". Daniel dan Ana kompak meringis menampilkan deretan giginya. 

"Lu curang An, ga jadi putus sama dia...". Dewi mulai mengkonfrontasi Ana, sedang yang di ajak bicara malah ketawa seperti merayakan kemenangan. 

"Eaaa... Sang mantan cemburu." Delisa menambah bumbu keriangan yang mulai terasa lagi di antara mereka. 

"Daniel...Lu tega banget jadian sama sahabat gue, sakit hati gue Dan... Potek hati adek bang."

Delisa dan Aya adalah pihak yang paling terhibur melihat drama lebay ketiga sahabat mereka dengan seorang mantan gebetan yang pernah jadi bahan taruhan. Setidaknya situasi ini mengalihkan perhatian dan perasaan mereka setelah melewati hari yang menegangkan. Semoga kejadian yang memalukan dalam dunia pendidikan itu tidak terjadi lagi di masa mendatang. 

Beberapa tahun kemudian.... 

Suasana meriah terlihat di sebuah gedung serba guna. Sebuah pemandangan indah tersaji di atas pelaminan. Sepasang pengantin menguarkan ekspresi rona bahagia yang menular pada seluruh tamu undangan yang mulai mengular antri menunggu giliran memberi ucapan selamat pada mereka dan kedua keluarga yang sedang berbahagia. 

Di salah satu sudut terdapat meja bundar lengkap dengan lima kursinya. Di meja masih terlihat piring piring kotor dan sisa-sisa makanan,  hasil kinerja kelima orang yang duduk di sana. Musik dan nyanyian yang menghentak dalam ruangan itu seperti tak berpengaruh pada mereka berlima. 

"Gue gak nyangka kalau Daniel mendahului kita melepas masa lajang loh."

"Gue lebih gak nyangka lagi ternyata teman kita bertiga ini adalah mantan bodyguard cinta dia di sekolah." Mereka berlima tertawa menanggapi ucapan Delisa. 

"Untung gue sama Maya cuma seminggu jagain hatinya Daniel." 

"Iyes... Nih nona Ana tersayang yang setia banget dua tahun jagain jodoh orang."

"Dan ternyata jodoh Daniel dekat banget ya cuma anak kelas sebelah aja." 

Tak ada emosi apalagi sakit hati, hanya tawa bahagia yang terdengar indah. Semua cerita masa sekolah memang terasa menyenangkan saat di kisahkan kembali dengan sahabat dekat. Dan derai tawa selalu menghiasi pertemuan kelima sahabat itu. 

Masa-masa dimana era kejayaan remaja mencari dan menemukan jati diri telah terlewati, masing masing telah memilih jalan masa depan sendiri. Berbeda namun indah, tak sama bukan berarti tak bisa bersama. Bumbu-bumbu kehidupan telah mereka racik dengan selera masing-masing. Begitu pula dengan warna warni penghiasnya, perpaduan perbedaan itu menghasilkan rona baru yang selalu memikat untuk di pandang. Rona lima warna, begitu mereka menyebut perbedaan yang berhasil menyatukan semuanya menjadi lebih indah. 

Ya, mereka adalah sahabat yang tak lekang oleh waktu. 

✏️ -- the end -- ✏️


Thanks udah bergabung dilapak ini 👏👏👏

Yang lain mana ini tulisannya...tetep yaaa aku tunggu di email

marentin_niagara@yahoo.com

Caaaooooo 💋💋
Blitar, 22 Agustus 2019

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang