Dua

209K 17.5K 1.1K
                                    

Voments-nya man teman. Happy reading! 😘😘

***

Handuk masih tersampir di atas kepala saat aku keluar dari kamar mandi. Baru tiga langkah berjalan, aku membeku. Ada seseorang yang duduk di pinggir ranjang. Saat menoleh ke kiri, seketika aku membeliak. Lelaki berkemeja putih yang lengannya sudah digulung itu tengah menatapku.

Aku kelabakan. Handuk putih itu sampai jatuh ke lantai. Cepat-cepat aku masuk ke dalam kamar mandi, lalu menutupnya rapat.

Dengan bersandar pada pintu, aku mengembuskan napas lega. Selesai resepsi tadi, aku bergegas ke kamar hotel untuk berganti pakaian. Mama yang membantuku. Arion? Selama aku di sini, lelaki itu belum menampakkan batang hidungnya. Entah dia ada di mana.

Karena badan rasanya lengket sekali, aku memutuskan mandi. Kupikir, Mama masih ada di kamar. Ternyata Mama sudah pergi. Malah, Arion dengan tanpa permisi sudah duduk di pinggir ranjang. Siapa yang nggak terkejut coba?

Seharusnya Mama bilang kepadaku kalau Arion sudah ada di sini. Setidaknya aku sudah menyiapkan hijab sehingga dia tidak sampai melihat auratku.

Aku terpaku sejenak ketika menyadari sesuatu. Desisan pelan keluar dari mulut. Kutepuk-tepuk gemas kepala yang serasa melompong ini.

Kenapa aku sampai melupakan Arion yang sudah sah menjadi suamiku? Dengan tingkahku tadi, aku pasti terlihat konyol di matanya.

Bagus, Lovita! Sepertinya kamu pantas mendapat gelar ratu konyol sedunia! Ah, mungkin gelarmu masih ditambah ratu konyol sedunia penuh drama!

Ffuiiih ....

Aku menarik napas dalam, lalu mengembuskan pelan. Aku harus segera keluar. Tidak mungkin aku bertahan semalaman di sini, kan?

Saat pintu dibuka, mataku tertumbuk pada Arion yang tengah membungkuk untuk mengambil handuk yang tadi terjatuh. Aku hanya berdiri kikuk di depan pintu kamar mandi. Kepalaku tertunduk saat dia menatapku.

Aku sudah berhijab sejak dulu. Ini pertama kalinya dia melihatku tanpa hijab. Aku tidak yakin dia akan terpana. Dengan penampilanku yang lebih mirip gadis remaja seperti ini mungkin malah membuatnya geli sendiri. Rambut lurus sebahu dengan poni menutupi dahi, lengkap dengan daster Hello Kitty berwarna pink. Bukankah aku terlihat seperti perempuan yang tidak ingat umur?

Aku memberanikan diri mengangkat kepala. Arion masih menatapku. Ada tatapan geli dari sorot matanya. Bibir tipis itu juga tampak sedikit tertarik ke atas.

Aku berdeham pelan. “Abang ... mau mandi?” Lebih baik aku mengalihkan perhatiannya untuk menanyakan itu ketimbang dia terus memandangku dengan tatapan gelinya.

Jangan heran jika aku sudah memanggilnya “Abang”. Dari dulu, Mama sudah memintaku memanggilnya seperti itu. Ya, meskipun jika kuhitung, mungkin tak lebih dari sepuluh kali karena aku jarang berbicara dengannya.

Dia hanya mengangguk kecil.

“Biar kuambilin bajunya Abang. Tadi, Mbak Indira ke sini bawa tasnya Abang,” terangku sembari berjalan menuju sofa. Tadi, tas hitam itu diletakkan di sofa berukuran double berwarna krem yang berada di sisi kiri ranjang.

“Nggak usah, Ta. Biar aku sendiri saja,” cegah Arion saat aku hendak membuka tas itu.

Segera kuhentikan tindakan—yang kesannya—lancang ini. Aku meringis malu. “Ma-af.” Kenapa aku sampai kepikiran mengambilkan baju Arion padahal hubungan kami tidak dekat? Hanya karena Arion sudah menjadi suamiku, bukan berarti aku bisa bebas membuka tas itu tanpa seizinnya.

Not a Dreaming Marriage (Completed)Where stories live. Discover now