Part 12 [Kembali untuk Shelly]

Start from the beginning
                                    

Untuk semenit Yuda, Kevin dan Ion terdiam. Entah apa yang mereka pikirkan tapi yang pasti pikiran Yuda tidak lagi bekerja dengan baik. Yuda cemas, Yuda mencemaskan majikannya yang masih saja mengigau.

"Martin...hiks...Martin..."

Lalu kata-kata dokter barusan membuatnya berpikir bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk membahagiakan majikannya.

"Kenapa Nyonya Shelly bisa pingsan tadi pagi? Siapa duluan yang masuk ke sini?" tanya Yuda dengan wajahnya yang tegas.

"Aku sama Ion gak tau Yud," jawab Kevin sambil menggeleng jujur ke arah Yuda.

"Mett?"

"Aku rasa Mett bersih dari kemaren dia gak berjaga di sini," balas Ion untuk pertama kali.

"Berarti cuma pelayan tersangka terakhir," gumam Yuda bermonolog. Lalu tanpa menunggu lebih lama lagi mata tegas Yuda melihat menuntut ke arah Ion dan Kevin.

"Aku tidak akan bertanya siapa nama pelayan itu! Aku cuma mau kalian bawa perempuan itu ke hadapanku. Aku tunggu lima belas menit dari sekarang di lantai dasar dekat taman belakang."

Setelah mengatakan kalimat perintah tersebut Yuda membalikkan badannya pergi keluar kamar majikannya tersebut. Tapi sebelum pergi Yuda masih sempat mendengar Shelly masih saja mengigau dalam mimpinya.

"Hiks..Martin..hiks..Martin..."

***

Seorang pelayan berusia dua puluh tahun tampak bingung dan ketakutan berdiri di hadapan Yuda. Sedangkan pria itu tetap tenang, tegas dan kelihatan dingin.

Di belakang wanita muda itu berdiri Kevin juga Ion. Mereka berdua hanya melihat setelah menjalankan perintah Yuda. Tentu saja adanya mereka berdua jelas membentengi seakan-akan berjaga supaya wanita muda itu tidak kabur.

Di manapun jika Arli tidak ada maka mereka mematuhi dan tunduk pada satu perintah yaitu Yuda sang leader yang sangat ditakuti setelah majikan mereka, Arli.

Pelayan wanita itu gugup, dengan bibir yang gemetar dia berkata, "Apa aku melakukan kesalahan kak Yuda?"

"Jawab jujur apa yang kau katakan pada Nyonya Shelly pagi ini tentang Nona Rena dan Big Boss?"

Pelayan wanita itu menelan salivanya secara takut-takut. Melirik ke belakang sekali lalu melihat Yuda kembali dengan mimik tegang juga bingung.

"Saya hanya bilang kalo Tuan Arli mengantarkan Nona Rena pulang ke Swiss. Hanya itu Kak Yuda," jelasnya gugup. "Apa itu salah kak Yuda?"

"Apa cuma itu?" tanya Yuda datar.

"I..iya..kak..," jawab pelayan itu sambil menganggukkan wajah gugupnya.

"Pergi," usir Yuda masih dengan sikap tanpa ekspresinya.

Setelah pelayan itu diintrogasi singkat Yuda, wanita itu segera angkat kaki berjalan terbirit-birit meninggalkan mereka bertiga. Satu kata yang keluar dari bibir Yuda sudah cukup membuatnya melangkah lebar meninggalkan tempat yang terasa menakutkan baginya.

***

Enam belas jam setelah pesawat jet pribadi milik keluarga Moreno mendarat mulus di Zurich Airport, Swiss Arli segera mengaktifkan ponselnya dan menghubungi seseorang di Jakarta. Wajahnya tidak terlihat lelah dia berjalan bersebelahan dengan Rena mereka berjalan masuk ke dalam Bandar udara Internasional Zurich.

"Kamu ingin langsung pulang atau menginap di rumahku Arli?"

Hening. Masih tidak mengacuhkan Rena, Arli menunggu sambungan telfonnya di angkat.

"Atau kita jalan-jalan dulu sambil makan malam, kamu mau?" Rena tampak semangat berbicara dan bergelut manja di lengan kanan Arli. "Sepertinya Restoran di Holbergstrasse masih buka kamu ingin makan steak Ar?"

"Kenapa kau lama sekali jawab telfonku Vin!"

Arli lagi-lagi tidak peduli pada ocehan Rena dia tampak serius berbicara dengan seseorang di balik ponselnya.

"Ck! Di mana Lily? Apa dia menanyakanku? Apa yang dilakukannya dari pagi? Apa sekarang Lily sedang tidur?"

Mendengar Arli menyebutkan nama istrinya itu membuat Rena seketika melepaskan tangannya dari lengan Arli. Ternyata sejak tadi Arli terus saja memikirkan Shelly. Jelas sekali Arli mencemaskan dan memikirkan istrinya mengingat selusin pertanyaan Arli untuk Shelly.

Waktu sekarang untuk Indonesia yaitu di Jakarta adalah jam tiga pagi sedangkan di Swiss masih jam sepuluh malam. Tapi Arli langsung ingin menghubungi seseorang untuk mengetahui kabar istrinya.

Karena sejak pagi tadi dia tidak melihat dan mengucapkan salam perpisahan apapun atau berpamitan padanya membuat Arli merasa ada yang kurang di hatinya. Seperti sesuatu yang mengganjal dan terasa nyeri.

"Apa maksud kau Vin! Bicara yang jelas jangan setengah-setengah! Kenapa Lily-ku?!" nada suara Arli meninggi karena marah.

"Arli...," Rena tampak khawatir karena Arli mulai kembali emosi berlebihan.

"Arli kenapa?"

Rena bertanya di sela-sela pembicaraan Arli dengan seseorang di balik ponselnya. Tentu saja Arli hanya melihat Rena tanpa bicara dengannya.

"Fuck!" umpat Arli akhirnya. Wajahnya tampak kacau. "Pesawat baru landing di Airport Zurich mungkin butuh dua sampai empat jam untuk take-off. Aku usahakan pulang secepatnya! Nantiku hubungi lagi."

Wajah Rena melongok kaget tidak percaya dengan penuturan Arli barusan. Mereka baru saja beberapa menit sampai di Swiss dengan perjalanan yang lumayan lama yaitu enam belas jam tapi dengan mudahnya pria itu memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta.

"Arli kamu serius sama ucapanmu barusan?" tanya Rena tak percaya.

"Aku harus balik ke Indonesia secepatnya," ucap Arli masih dengan wajah cemasnya.

"Tapi kita baru nyampe Ar!"

"Lily-ku sakit dan dia butuh aku," jawab Arli dengan mimik wajah yang tidak lagi cemas melainkan dingin.

"Tapi Ar paling dia cuma demam nanti juga demamnya turun tidak perlu sampai kam---"

"Aku.tetap.harus.pulang.Rena.sembuh.atau.belum.sembuh.istriku," tekannya dengan mimik wajah yang tegas memotong kalimat Rena barusan.



###

Tbc

02.17
Selasa, 6 Agustus 2019

Project Big Boss / PBB [END]✅Where stories live. Discover now