🍒 Perempuan disarang Penyamun

Mulai dari awal
                                    

Akhir bulan adalah waktu yang sangat sibuk. Selain laporan mingguan dan akhir bulan, absensi serta gaji karyawan explorasi di lapangan adalah hal yang membuatku harus mondar mandir naik turun ke kantor utama. Saat itu aku lagi nimbrung sambil ngobrol sama mba Dewi, sang resepsionis dan pak Joko salah seorang driver bus jemputan karyawan dan beberapa pria yang kebetulan lagi pada di lobi sambil merokok. Entah darimana dan kapan datangnya tiba-tiba sudah muncul orang lain yang dari tampilannya juga agak beda dari karyawan disini. Di lihat dari penampilannya sih dia orang lapangan, baju seragam lengan panjang yang tak dimasukan, celana jeans dengan noda bekas lumpur,  kalung rantai lengkap dengan platina segiempat kecil menggantung sebagai bandul di lehernya plus rambut gondrong yang tak akan di temui pada karyawan manapun di area tambang ini. 

"Tumben keliatan mas, bosan toh sama lapangan?" Pak Joko memulai obrolan dengan orang yang baru muncul itu yang entah siapa namanya. 

"Sesekali ngadem di kantor pak,  masa berjemur terus, nanti susah bedain mana aku mana batu bara." Sepertinya dia baru menyadari keberadaanku setelah mengambil satu kursi di balik meja resepsionis. 

"Biasa aja liatnya mas, makanya sering turun ke kantor jadi tau ada penghuni baru disini". 

"Ngapain sering kesini pak, kerjaan saya kan di lapangan lagian kan nggak punya ruangan juga". Dia menjawab sambil sesekali melirik ke arahku, dia kira aku nggak tau apa ya. "Tapi kayanya nanti bakal sering bolak balik ke kantor". Ternyata masih lanjut kalimatnya. 

"Sudah ketemu toh yang di cari?"

"Belum sih pak, tapi kayanya bentar lagi." Jawabnya lagi sambil buka koran yg baru di letakkan oleh mas Komang yang sudah kembali ke ruangannya lagi. Aku yang udah merasa cukup lama berada di lobi kembali pamit masuk ke ruangan GA untuk membantu menghitung gaji karyawan explorasi. 

"Aku masuk lagi mba, mau lanjut ngitung" pamitku pada mba Dewi

"Loh belum selesai kah?"

"Tinggal sedikit lagi, tadi mba Heni lagi ngurus punya orang survey dulu." Aku melangkah masuk ke lorong sebelah kanan lobi menuju ke ruang GA yang berhadapan dengan ruang kabag HRD. Tapi langkahku seperti ada yang mengikuti karena setahuku aku tadi jalan sendiri dan ternyata si gondrong tadi mengekor masuk ke dalam. 

"Mau kemana mas, mau ikut ngitung juga?" Tanyaku karena dia berusaha memposisikan diri sejajar dengan langkahku. 

"Mau ke Mining". 

"ko' kesini bukannya ruangannya sebelah sana ya?" Aku menunjuk lorong yang berlawanan dengan tempatku berdiri. 

"Kan mau ngantar yang ke sini dulu,  abis itu baru ke sana". Tukasnya sambil senyum senyum gak jelas. 

Aku mempercepat langkahku dan segera masuk ke dalam dan menutup pintunya, sedang dia masih mengikuti di belakang. Sebelum dia sampai di pintu, aku kembali membuka pintunya dan menyembulkan kepala keluar. 

"Mau ikut masuk mas? Sorry ya yang tidak berkepentingan di larang masuk." Aku menutup agak keras pintu kaca itu gak peduli sama orang di luar yang sedang cengengesan. 

Sejak pertemuan itu kami berdua jadi sering bertemu jika kebetulan aku sedang sowan ke kantor atas dan dia yang bernama Awan, sedang mudik ke kantor Mining. Dan intensitas pertemuan jadi lebih sering setelah kantor explorasi pindah ke kantor baru bersama divisi mining & engineering

Seringnya bertemu serta ngobrol berdua membuat kami makin dekat. Bukan cuma di tempat kerja tapi juga di luar itu. Dan karena kedekatan itu pula yang memunculkan kasak kusuk dan perghibahan di kantor menyeruak ke permukaan. Padahal faktanya diantara kami hanya sebatas teman kerja & teman main saja. Tapi namanya juga gosip, di ruang lingkup yang tak seberapa besar ini makin lama makin panas membara aja seperti terik di tengah area tambang. Hingga karena jengah dengan itu semua akhirnya aku menerima saja ajakan mas Awan untuk menjadikan hubungan kami lebih dari sekedar rekan kerja. 

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang