13. Dasar Senja💌

2.2K 213 0
                                    

“Eh lo bisa nulis puisi juga ternyata?” tanya Helen saat melihat Ozi duduk di depan kelasnya sendirian sambil menulis dengan serius.

Ozi yang sedang menulis langsung mendongak, ia menutup bukunya lalu memalingkan wajah. ”Gak juga.”

Helen menggaruk pipinya saat suasana canggung hadir diantaranya. ”Kalo lo suka nulis puisi, lo boleh tempel di mading sekolah. Mading sekolah terbuka buat siapa aja, bukan buat anak mading doang. Siapa tau lo pengen memperlihatkan karya lo. Kalo gitu gue kesana dulu ya.”

“Iya.”

Baru saja Helen berjalan beberapa langkah, Andre menghadangnya. ”Lena, bentar.”

“Buat lo.” Lanjutnya.

Helen mengerutkan keningnya lalu meraih benda itu. ”Buku novel? Buat gue?”

Andre menganggukkan kepalanya. ”Iya, kemaren gue beliin buat adik gue tapi ternyata dia gak suka genre ini.”

“Kenapa dikasihin ke gue? Kenapa gak ke gebetan lo? Kalo dia liat kita sekarang dia pasti cemburu,” goda Helen.

Andre tertawa pelan. ”Gue gak tau yang lo maksud itu siapa. Tapi, lo mau gak tuh?”

“Pelukan Yang Salah.” Helen membaca judul buku tersebut, lalu menatap Andre. ”Oke deh. Makasih ya.”

“Oke. Di baca tuh, Len. Lo kan suka males baca,” kata Andre sambil terkekeh kecil.

Helen tertawa mendengarnya. Ia akui jika urusan membaca ia memang malas. ”Gue usahain deh. Kalo gue lagi kesepian pasti gue baca.”

“Halah kesepian dari mana, orang kerjaan lo diganggu mulu Aldi. Gak di sekolah, gak di rumah. Ye kan?” tebak Andre.

Helen mendengus kesal. ”Gak usah diingetin. Kesel gue.”

“Gue do'ain dia pergi dari lo selamanya, biar lo gak kesel lagi,” kata Andre sambil tertawa lalu ia pergi meninggalkan Helen.

“Gak akan mungkin! Gak nempelin gue sehari aja kayanya gatel, gimana mau pergi?!” teriak Helen agar terdengar oleh Andre.

💌💌💌

“Sayaaaaaaaang, ayo cus kita ke kantin.”

“Elo?! Ngapain sekolah? Lo sakit bego!” kesal Helen saat melihat Aldi masuk ke kelasnya.

Aldi memanyunkan bibirnya, sedangkan Bilan yang melihat itu menabok keras bibir Aldi. ”Najis! Minta dicium tuh, Hel.”

Helen mengetuk kepalanya lalu mengetuk meja beberapa kali sambil mendengus kesal. ”Amit-amit harus cium ketek onta.”

“Ini urusan rumah tangga. Kepada bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian dipersilahkan untuk meninggalkan tempat ini!” kata Aldi kepada teman-teman Helen yang berada di kelas. Bilan dan Regan mendengus kesal lalu pergi meninggalkan mereka berdua, diikuti juga teman-teman Helen.

“Eh, Dib. Lo disini aja. Gak usah dengerin dia,” kata Helen sambil menahan tangan Adiba.

“Udah gak papa. Gue mau ke kantin bareng Regan aja,” kata Adiba lalu pergi.

Aldi tertawa melihat orang-orang menurut kepadanya. Padahal ia tidak menyuruh dengan cara memaksa. Tawanya memelan saat melihat laki-laki yang masih duduk anteng sambil memainkan ponsel. ”Woy, Ga. Ngapa lo masih diem?”

Arga melirik sekilas lalu memainkan ponselnya kembali. ”Mager. Kalo ke ganggu, kalian aja yang minggat.”

Aldi berdecak kesal. ”Galak bener dah jadi cowok.”

Mr. Bandana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang