38 - Harlert Crimson

10K 1.3K 27
                                    

"Aku pulangㅡ"

"HARLERT, KAU DARI MANA SAJA?"

Aku tersentak saat Arash tiba-tiba keluar rumah dan menyambutku dengan sangat "meriah".

"Aku ada perlu dengan klub literasi," jawabku. "Lagipula, hei, aku mencarimu sampai keliling sekolah tadi!"

"Aku juga mencarimu sepulang sekolah, tapi kau tidak ada!"

"Sudah, jangan berdebat," lerai Eric dengan keripik singkong di tangannya. Dia menghampiri kami. "Nah, 'kan Harlert sudah pulang, sekarang, bisakah kau menceritakan apa yang terjadi?" lanjut Eric sembari menatap Arash.

"Ikut aku."

"Hei!ㅡ"

Arash tiba-tiba menarik tanganku. Dia sebenarnya kenapa, sih? Lama-lama aku bisa risih juga kalau begini.

Arash membawakuㅡmenarikkuㅡke kamarnya, sementara Eric mengikuti dari belakang. Saat pintu dibuka, sesosok gadis dapat terlihat tengah berbaring di atas kasur. Sesaat setelah dia menyadari kehadiran kami, dia mengubah posisinya menjadi duduk dan melambaikan tangannya sembari tersenyum manis. Kalau diperhatikan baik-baik, dia pastinya lebih muda daripada kami bertiga. Dan lagi, wajahnya nyaris mirip dengan Lilac.

Gadis itu menatap kami bertiga yang diam mematung di mulut pintu dengan mata yang terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Ekornya yang ditutupi bulu hitam legam yang bergoyang ke kanan dan ke kiri, sementara telinganya berdiri tegapㅡentah telinga apa itu.

"Arash, kau tidak akan melakukan sesuatu yang buruk padanya 'kan?"

"Hei, jaga bicaramu!"

"Nah, 'kan. Berantem lagi," dan Eric kembali mengunyah keripiknya.

Aku menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahanㅡhal yang selalu kulakukan untuk menenangkan diri.

"Jadi, bisa kau ceritakan masalahmu?" tanyaku sembari melirik Arash. "Dan juga bisakah kau jelaskan siapa gadis ini?"

Arash melipat kedua tangannya. Dengan wajah serius yang sangat jarang dia tunjukkan, dia berkata, "Kurasa ada baiknya kalau kau duluan yang bercerita."

Aku tersenyum miring. Kurasa hari ini aku tidak sedang dalam mood untuk membantahnya.

"Baiklah, kalau itu maumu," gumamku. Aku pun mengorek isi tasku, berusaha mencari buku yang kutemukan di perpustakaan pada jam istirahat di sekolah.

"Hm? Kumpulan monster mitologi kuno?" celetuk Eric.

"Ya. Dan kurasa kita adalah salah satu makhluk mitologi ini."

"Eeehh? Kuharap wujud asli kita bukanlah monster cacat seperti cyclops," lanjut Eric.

"Tenang saja, kita jauh dari dari kata cyclops," ucapku. Aku pun mengambil notebook dan membuka halaman yang berisi ringkasan yang telah kutemui.

"Ah, ini dia."

Kedua kakakku menjulurkan kepala mereka, berusaha melihat apa yang kutulis.

"Adlet? Orthrus? Apa itu?" celetuk Arash setelah berhasil melihat apa yang tertulis dalam notebook-ku.

"Aku melakukan beberapa penelitianㅡdengan bantuan Rachelㅡdan menyimpulkan kalau wujud asli kita bisa saja salah satu dari makhluk ini," jawabku. Di luar dugaanku, Arash malah tersenyum tipis dan menaruh kedua tangannya di belakang kepalanya.

"Baiklah, kalian bisa bicarakan itu berdua. Sementara itu, aku akan menunggu kalian selesai sembari berbicara dengan dia," katanya sembari menunjuk gadis misterius itu dengan ibu jarinya.

SEPARATEDWhere stories live. Discover now