24 - Harlert Crimson

9.7K 1.4K 29
                                    

Aku terdiam, tidak tahu harus tertawa atau bingung dengan keadaan yang terjadi di hadapanku sekarang.

Seingatku, aku baru saja pulang dari sekolah setelah rapat ketua ekskul selesai. Lalu di perjalananku, aku melihat Arash yang mengendarai motornya ugal-ugalan.

Dan entah bagaimana, aku berhasil menghentikan waktu, lagi.

Tepat saat motor Arash nyaris masuk ke selokan terdekat.

Dan lagi, sejak kapan kakakku yang satu itu berpenampilan seperti Eric?

"Kalian tidak apa-apa?" tanyaku santai sembari menghampiri Arash yang napasnya masih tidak beraturan. Telinganya turun seperti anak anjing yang ketakutan. Rachel yang duduk di belakangnya pun turun dari motor sembari mencak-mencak kesal. Berbagai kata mutiara keluar dari mulutnya, mengutuk Arash karena nyaris membahayakan dirinya.

"Berhenti mengomeliku! Aku panik tahu!" jawab Arash setelah berhasil menenangkan dirinya.

"Hei, kau punya otak tidak? Jelas-jelas kau bisa memakai hoodie-mu untuk menutupi kepalamu itu," balas Rachel tidak kalah sinis.

Arash terdiam sebelum membalas, "Ya kalau itu ... aku lupa."

Semoga Rachel tidak sampai menganiaya Arash.

"Sudah, berhenti adu mulut," leraikuㅡsedikit berharap agar tidak terkena amukan Rachel yang bisa menjalar kemana-mana. "Lebih baik kita pulang sekarang mumpung waktu masih berhenti."

Rachel tiba-tiba menepuk bahukuㅡdan meremasnya sedikit. "Terima kasih sudah menyelamatkanku dari ulah kakak sialanmu itu," bisiknya dingin dan berjalan meninggalkanku. Tangannya memegang tas besar yang tak kuketahui isinya apa.

Aku pun mengejar Rachel dan merebut tas yang dia bawa.

"Heiㅡ"

"Biar aku yang bawa," potongku. "Anggap saja balas budi karena kau pernah menggendongku turun dari bus waktu itu."

"Oh, ya sudah."

Aku pun menoleh ke belakang, menemukan Arash masih kesulitan memindahkan motornya. Aku memutar kedua bola mataku. Mau tidak mau, aku harus membantunya.

Dan mungkin aku bisa menyuruhnya membawa tas Rachel sebagai balasan. Toh, dia naik motor ini.

Aku pun meninggalkan Rachel dan beralih membantu Arash memindahkan motornya. Aku benar-benar tidak mengenalinya saat melihat dari dekat. Entah cuma karena dia berubah seperti ini atau karena kembar, dia jadi sulit dibedakan dengan Eric.

Dan aku merasa seperti anak pungut karena berbeda sendiri.

Tapi kalau dilihat dari jarak waktu perubahan Eric dan Arash, kurasa aku juga akan berubah seperti mereka tak lama lagi. Yang jadi masalah adalah aku telah dipercaya menjadi ketua klub literasi yang notabene-nya sibuk mengurus kelangsungan klub dan menjaga perpustakaan.

Kalau aku benar-benar berubah nantinya, aku percayakan jabatanku pada Rachel. Karena dia mengetahui situasi dan kondisiku yang seperti ini, dan juga dia satpam perpustakaan terbaik.

Semoga dia mau.

"Huft, terima kasih, Harlert," ucap Arash setelah berhasil memindahkan motornya. Aku tersenyum kecil sebelum menaruh tas Rachel di atas jok motornya.

"Kau yang bawa," aku menepuk tas itu dua kali sebelum meninggalkan Arashㅡyang mulai melontarkan sumpah serapahnya.

Aku kembali tersenyum setelah berhasil menghindari mautㅡArash. Setidaknya aku masih punya beberapa hari untuk bersenang-senang sebelum akhirnya aku berubah wujud.

SEPARATEDWhere stories live. Discover now