20 - Damian Winter

10.8K 1.5K 69
                                    

Ting tong.

Ting tong.

TING TONG.

TING TONG TING TONG TING TONG.

"Iya, sabar. Ga usah ngegas 'kan bisa."

Suara bel yang dibunyikan berulang kali memaksaku untuk bangkit dari sofa ruang tengah. Dengan kepala yang masih terasa seperti dirajam ribuan batu, aku berjalan sempoyongan mendekati pintu utama rumahku.

Sebelum itu, biar kutebak. Pasti Airin yang datang.

Aku pun menekan tombol interkom. "Siapa?"

Gadis itu pun melambaikan tangannya. "Ini aku! Cepat buka pintunya!"

Tuh 'kan benar yang datang Airin.

Aku pun membuka pintu dan membiarkan gadis itu masuk. Dan seperti biasa, Airin akan langsung menaruh barang yang dia bawa di meja, menguncir rambut coklatnya, dan memasak makanan untukku. Dan karena aku sedang sakit, pasti dia akan memaksaku minum obat setelah aku makan. Kalau aku tidak mau, dia tidak akan segan menyumpalkan onigiri obat spesialnya langsung ke mulutku sampai aku menelannya.

Apa itu onigiri obat?

Onigiri adalah makanan khas jepang berupa nasi kepal yang dibungkus rumput laut dengan berbagai macam isian. Tapi karena aku sakit dan malas minum obat, Airin akan mengganti isian onigiri yang biasa dengan obat penurun panas. Makanya namanya jadi onigiri obat.

Tapi, ada yang lain dari biasanya.

Airin tidak pergi ke dapur untuk memasak, hanya mengambil piring dan menyendok nasi. Dia pun mengeluarkan kotak besar berisi lauk dan menaruhnya di tengah-tengah meja makan, bersama dengan piring dan nasi.

Aku pun menarik satu kursi dan duduk di sana. "Kapan kau masak sebanyak ini?" tanyaku dan mengambil piring.

"Nih, obatnya." Airin menaruh obat di sebelahku, tanpa menjawab pertanyaanku terlebih dahulu.

Hm, pasti ada sesuatu, nih.

"Airin, jawab aku," kataku, sembari menekan setiap kata yang keluar dari bibirku.

"Bukan apa-apa. Memangnya kenapa kau bertanya seperti itu?" Airin akhirnya menjawab, tanpa mengalihkan pandangannya dari makanannya.

"Kau tahu aku suka mengobservasi orang secara diam-diam 'kan? Dan kau salah satunya." Aku menatap Airin yang masih diam tak bergeming. Aku menyeringai saat menemukan "titik kelemahan" Airin.

"Jadi, coba katakan padaku," aku menggantungkan ucapanku. "Siapa orang yang mengganggu pikiranmu?"

"Aku tidak sedang memikirkan siapa-siapa."

Satu hal yang kulupakan dari Airin.

Dia kadang bisa menjadi sangat keras kepala.

Aku mendecih. Akhirnya aku menyendok nasi dan mengambil lauk. Kalau aku tanya lagi sudah pasti Airin akan kembali mengelak. Baru kali ini aku kalah adu mulut dengannya.

"Jangan lupa siapkan barang-barangmu. Kita akan menginap di rumah Crimson besok," Airin mengingatkan. Aku hanya menjawabnya dengan deheman kecil.

"Menurutmu, apa kita harus kembali ke dunia asal kita?" tanya Airin lagi. "Tidak bisakah kita tinggal di sini dan menjalani kehidupan sebagai manusia normal?

Aku terdiam, mencoba menelaah perkataan Airin.

"Kalau tubuh kita tidak menunjukkan keanehan sedikitpun sudah pasti kita bisa hidup di dunia manusia. Menyamar seperti manusia biasa, menjalani kehidupan sederhana yang bahagia," jawabku dan kembali menyuap makanan ke mulutku.

SEPARATEDWhere stories live. Discover now