Bab 9 Puisi Danu Untuk Tuti

2.2K 122 16
                                    

          Danu terus terdiam dan tidak mau makan. Danu membawa anak-anaknya ke gudang. Danu tidak mau tinggal di kamar yang sudah di sediakan ibunya.

          Dalam ruangan kecil, Danu terus terdiam dan meratapi kepergian Tuti. Sisa-sisa kenangan dalam ruangan kecil terus diingat Danu.

          Danu tidak dendam siapa yang sudah memisahkan cintanya. Danu tidak dendam siapa yang sudah membuatnya sengsara. Yang dirasakan Danu hanya sebuah kehilangan seseorang yang sangat dicintainya.

          Maya dan adik-adiknya tidak mengerti kondisi ayahnya. Maya dan adik-adiknya bermain di kamar kecil sambil tiduran.

          Danu membuatkan mainan burung dari kertas untuk Maya dan Leni. Danu membuatkan perahu dari kertas untuk Bowo dan Deden. Hanya sebuah kertas tapi mereka sangat girang dan menikmati mainan sambil bernyanyi.

          Anak-anak Danu terus mengoceh dan bernyanyi tanpa menyadari ada seorang ayah yang sedang menangis perih sambil menulis puisi untuk istrinya.

          Malam semakin larut, sudah tujuh hari Tuti pergi. Danu masih terpuruk dan semakin terus memikirkan Tuti. Setiap kali orangtua Danu menyediakan makanan, tidak pernah disentuh sama sekali. Danu memilih puasa dan hanya buka dengan segelas air.

          Maya tidak bisa membendung kerinduannya pada Tuti. Maya terus merengek ingin bertemu Ibunya.

         "Papah, ayo ke Mamah... May ingin bertemu Mamah... " rengek Maya.

          Danu menatap anak-anaknya penuh haru. Danu melipat kertas dan menggendong Deden.

          "Ayo kita tengok Mamah," ajak Danu.

          "Hore... !" teriak anak-anak Danu.

          Danu berjalan mencari becak, semua orang yang bertemu Danu menunduk ketakutan. Mereka tidak ingin Danu marah ketika mereka menatap Danu. Semua orang tahu Danu sedang stress dan mudah marah.

         Setiap jalan Maya mengawasi sisi jalan. Pohon Cemara di sisi jalan menambah keindahan jalan. Perjalanan tiga puluh menit menuju makam Tuti ditempuh menggunakan becak.

          Danu dan anak-anak turun dari becak, Danu membeli bunga di pinggir makam. Maya dan adik-adiknya tidak pernah tahu bahwa makam adalah tempat orang-orang yang sudah meninggal. Mereka baru melihat makam seperti tempat wisata.

          Setelah sampai di makam Tuti, Danu duduk dan memegang Nisan. Danu sangat berat mengucapkan sesuatu.

          "Sayang... aku dan anak-anak datang, kami sangat rindu sekali," ucap Danu.

          Maya dan adik-adiknya hanya duduk di depan tumpukan tanah. Mereka belum tahu apa yang di maksud Danu.

          "Maya, Bowo, Leni, Deden... ini rumah Mamah... ayo sapa Mamah, Mamah sedang tidur di dalam tanah," ucap Danu.

          Maya dan adik-adiknya terkejut mendengar rumah Mamah, mereka langsung menepuk-nepuk tanah yang terhampar bunga kering.

          "Mamah... Mamah... ini Maya... Mamah keluar, bangun Mah... " ucap Maya polos.

          "Ini bunga, Maya! Taburkan di atas tanah, ini makanan Mamah," ucap Danu.

          Maya dan adik-adiknya berebut mengambil bunga dan menaburkannya di atas tanah kuburan.

          "Mamah... Mamah makan ya, Mah?" ucap Maya.

         Maya melirik ayahnya mengeluarkan lem dan selembar kertas HVS, Danu menempelkannya di kayu nisan.

Tuti...
Kamu adalah wanita yang berharga dalam hidupku...
Tuti...
Kamu adalah cintaku yang selalu bersemayam di hati...
Tuti...
Kamu adalah bunga yang selalu harum disetiap napasku...
Tuti...
Kamu adalah matahari yang selalu menghangatkan...
Lihatlah aku di sini Tuti...
Selalu menanti tiada batas...
Selalu setia disetiap napas...
Selalu merindu disetiap angin berhembus...
Jiwa dan ragaku telah kau bawa pergi...
Cintaku telah kau bawa mati...
Harapanku telah kau habisi...
Tuti...
Jika aku harus gila karenamu...
Aku gila karena cintamu... aku rela...
Jika aku harus mati...
Karena tidak bisa hidup tanpamu...
Aku rela...
Aku menyayangimu dari seluruh hidupku untukmu...
Jemputlah aku Tuti..
Aku selalu menunggumu datang sampai kapanpun...

Danu

         Maya melihat ayahnya terus mencium papan nisan. Air mata ayahnya mulai tumpah. Danu tidak menyadari empat pasang mata sedang menyaksikan kedukaannya. Danu tidak menyadari empat bocah kecil sedang menjadi saksi kepiluannya.

          Danu terasa berat meninggalkan makam istrinya. Danu terus menunduk dan berbicara di depan makam. Danu tidak menyadari telinga anak-anaknya sedang merekam ucapannya.

          Maya terdiam dan tidak banyak bicara, matanya memutar melihat sekeliling makam. Pohon-pohon raksasa berdiri tegak di dekat makam. Pohon Kamboja mengelilingi makam ibunya. Maya belum paham sekali bahwa ibunya sudah tiada. Danu tidak pernah cerita bahwa ibunya sudah meninggal.

          Orangtua Danu dan masyarakat tidak ada yang berani menegur Danu. Setiap ada yang menasehati bahwa Tuti sudah meninggal, Danu langsung marah dan teriak, "Istriku masih hidup!"

          Mungkin mudah bagi orang lain untuk bicara sabar, tapi bagi Danu tidak mudah melupakan Tuti. Apalagi sebelum Tuti pergi untuk selamanya, Danu dan Tuti dipisahkan begitu saja.

          Danu merasa sangat bersalah karena belum membahagiakan Tuti. Danu merasa berdosa karena saat menjelang Tuti pergi Danu tidak ada disampingnya. Danu terus mengutuk dirinya sendiri.

                                   ***

Empat Anak Menggali Makam Ibunya Part ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang