Bab 8 Danu Depresi

2.4K 112 25
                                    

          Ibunya Tuti sangat geram melihat Danu akan membawa Tuti dari rumah. Di satu sisi siapa yang tidak sedih melihat putrinya sakit dan tinggal di tempat sempit. Di satu sisi lain ada hubungan yang tidak bisa dipisah.

          Seorang wanita yang sudah menikah sudah menjadi tanggung jawab suami. Meskipun dalam keadaan susah dan sakit, sudah menjadi resiko seorang istri tetap ada disamping suaminya.

          Sebagai seorang penulis memaklumi suatu hubungan antara putri dan ibu sangat dekat. Seorang ibu ingin melihat hidup putrinya bahagia.

          Di satu sisi melihat pengorbanan seorang suami dan seorang ayah yang begitu besar, tapi tidak semua orang bisa mengerti dan merasakannya.

          Terkadang manusia bisa lemah karena keadaan, manusia bisa kalah karena cobaan. Lagi-lagi kadang manusia tidak sadar, bentuk perjalanan manusia tidak lepas dari suratan nasib yang sudah digariskan Allah.

          Ibunya Tuti mendekati Tuti dan mencoba menenangkannya. Tuti semakin lemah dan tidak berdaya.

          "Seandainya saja ibu tidak memaksamu menikah dengan Danu, mungkin keadaanmu tidak akan seperti ini, Ibu yang salah, Nak," ucap ibunya Tuti.

          "Sudahlah, Bu... semua sudah terjadi, jangan disesali," balas Tuti.

          "Ingat, Nak! Jika kamu sudah sembuh, lebih baik kamu tinggalkan Danu, kamu masih ingat Rais, kan? dia dokter! Dia masih menanyakan kamu, lho?" ucap ibunya Tuti.

          "Iya, Bu... jika memang yang terbaik untukku, kami akan berpisah," ucap Tuti menghibur ibunya.

          Sudah sebulan Tuti dan Danu tidak tinggal satu atap. Danu hanya diperbolehkan bertemu membawa anak-anaknya di siang hari, dan tidak boleh berlama-lama.

          Danu terus mengumpulkan uang dan menyiapkan rumah baru untuk Tuti dan anak-anaknya. Danu ingin membuat kejutan untuk Tuti.

          Siang itu Maya tidak mau pulang dengan ayahnya. Maya masih ingin lama bersama ibunya. Tuti meminta Danu agar Maya menginap. Danu mengizinkan Maya tinggal dengan Tuti.

          "Kalau Maya rewel, hubungi aku, ya? Aku ingin kamu cepat sembuh dan kita bisa berkumpul lagi," bisik Danu.

          "Iya, Mas," balas Tuti.

          Tuti mencium anaknya satu-satu, Tuti menitikkan air mata melepas anak-anaknya dibawa Danu. Tuti tidak berdaya karena orangtua Tuti tidak mengizinkan semua anak Tuti tinggal bersamanya. Tuti mengajak Maya masuk ke kamar.

          "Maya, sering sholat bersama papah tidak?" tanya Tuti.

          "Aku sholat dengan mbah kung, Mah ... " jawab Maya.

          "Maya harus sayang adik dan papah, ya? Jaga mereka dan jangan nakal!" ucap Tuti.

          "Iya, Mamah... " jawab Maya.

          "Belajar ngaji juga, jangan lupa? Sholatnya yang rajin, ya?" ucap Tuti sambil mengelus rambut Maya.

          "Iya, Mamah... " jawab Maya sambil mainan karet.

          Tuti terdiam dengan tatapan kosong. Maya menatap ibunya, air mata ibunya mulai menetes. Maya mendekati ibunya dan memeluknya.

          "Mah, pulang, yuk!" ajak Maya.

         "Maya kangen sama papah, ya?" tanya Tuti.

          "Iya, tapi Maya mau Mamah sama Papah kumpul lagi," jawab Maya lugas.

Empat Anak Menggali Makam Ibunya Part Iحيث تعيش القصص. اكتشف الآن