Dua Belas❤️

7K 359 14
                                    


Leo mengunci ruangan dengan rapat. Anne terlihat tidak memperdulikan Leo. Dia malah asyik melihat-lihat sekeliling ruangan ini.

Yang paling membuat Anne tertarik adalah kursi kayu yang ada di tengah-tengah ruangan ini. Bahkan sekarang Anne mendudukinya.

"Btw, ini ruangan apa, Pak?" tanya Anne masih duduk di kursi kayu itu.

"Ini adalah ruang eksekusi untuk pegawaiku," kata Leo santai dan berjalan mendekati Anne.

"Ooow," gumam Anne

"Apa? Ruang eksekusi? Ma-maksudnya?" tanya Anne terkejut ingin memastikan.

"Maksudnya?" Leo membeo.

"Kau ini bodoh atau tolol? Huuff. Kau tidak tau arti eksekusi? Kaulah satu-satunya sekretarisku yang paling bodoh," ucap Leo.

"Ah, Pak Leo. Kau tidak perlu memujiku seperti itu. Aku tau eksekusi itu hukuman," balas Anne sambil nyengir.

"Seharusnya kau bisa membedakan mana pujian mana hinaan."

"Jadi ... untuk apa Anda membawaku kesini?"

"Menurutmu?" tanya Leo balik sambil tersenyum miring.

"Mmm ... apa ya? Kukira aku menyerah! Aku tidak tahu," jawab Anne sambil mengetuk-ngetuk pelipisnya.

"Ck. Bodohnya. Kalau aku bilang aku ingin membunuhmu apakah kau percaya?" tanya Leo dan membungkuk ke tubuh Anne sampai-sampai jarak muka mereka hanya sekitar 5 cm.

Leo menyadari satu hal, wajah gadis di bawahnya tidaklah terlalu buruk. Bahkan cantik. Anne mirip dengan barbie. Gadis memiliki iris berwarna abu persis dengan matanya. Bedanya mata Leo terlalu kelam dan menyimpan banyak dendam. Sementara mata gadis ini sangat cerah bahakan berbinar seperti tak ada beban yang tersirat di dalamnya. Leo merasa tenang ketika menatap kedua mata itu.

Saking dekatnya wajah mereka, Anne bahkan bisa merasakan hembusan nafas Leo. Anne tersadar kemudian ia mendorong pelan bahu Leo. Dan Anne pun pergi menuju jendela besar yang ada di sana.

Leo heran dengan sikap Anne. Biasanya wanita lain kalau didekatinya pasti akan terpukau atau takut. Lain dengan Anne dia terlihat biasa saja bahkan raut mukanya tak berubah. Leo pun mengikuti gadis itu melihat jendela.

"Membunuhku? Ya. Aku tau kau kesal kepadaku, Pak. Mungkin aku memang sekretaris yang agak tulalit. Tapi kau bisa menilaiku dari hasil presentasi di rapat kita kemarin. Apakah kau melihat semua anggota rapat terpukau melihatku? Bahkan aku mendapat kan tepuk tangan yang meriah," ucap Anne bangga sambil melihat taman mawar melati dari balik jendela.

"Kau terlalu percaya diri, nona. Bukankah kau orang yang sama yang ditampar waktu itu? Kalau aku tidak salah," sindir Leo dan berhasil membuat Anne menatapnya.

"Ah, menyebalkan sekali. Kalau aku bertemu lagi dengannya akan kuhancurkan muka cantiknya itu," desis Anne ber-api-api.

"Kau iri, ya dengannya yang punya wajah cantik. Sementara wajahmu ... ck, memalukan. Tapi sayang sekali kau tidak bisa balas dendam kepadanya, " balas Leo sambil senyum meremehkan.

"Kenapa tidak bisa?"

"Ya, karna dia sudah tidak ada lagi."

"Ya aku tau dia sudah tidak ada lagi."

"Hah? Ka ... kau tau dia sudah tidak ada lagi?"

"Kenapa bos jadi gugup begitu?Kalau dia ada pasti aku akan melihatnya."

"Bodoh."

"Terimakasih. Eum, boleh aku tanya? Kenapa harus ada taman bunga di sini?"

"Entah lah. Aku tak mau tau."

PSIKOPAT Love ME (Complete ✓✓) Sudah TerbitDär berättelser lever. Upptäck nu