49. Lelah

8.1K 644 81
                                    

Hening. Itulah yang menggambarkan bagaimana suasana kamar Kana. Sunyi yang mengisi membuat Kana memilih melangkah membuka pintu kaca menuju balkon kamarnya kemudian berdiri di sana. Tangannya ia ulurkan ke udara, membiarkan air hujan menerpa kulitnya menghantarkan sensasi dingin. Seketika keheningan tenggelam dalam suara rintik hujan yang menenangkan bagi Kana.

"Kana lo ngapain di situ, hujan!"

Dengan malas Kana menoleh pada pelaku yang telah mengusiknya. Kakaknya muncul, Kana berani bersumpah tidak akan ada keheningan lagi setelah ini. Karena orang yang banyak bicara kini ada di dekatnya.

"Masuk. Gue ngeri lu ketiup angin kalo lama-lama di situ."

Kana berdecak sebelum akhirnya menuruti perintah sang kakak untuk kembali masuk ke kamar, "Iyaiya..."

"Tadi pagi cerah banget sekarang ujan gini," ujar Tio sembari menutup pintu.

Kana berdehem, "Rencana Tuhan ga ada yang tau mas." Kana naik ke kasurnya dengan terlebih dahulu meraih ponselnya yang berada di atas meja belajarnya, "Gue juga ga tau apa yang akan terjadi sama gue besok."

AnggaraDeano:
Kana lo di rumah kan? Pulang sekolah gue mampir ya

RagilKanaka:
Y

Ada kesenangan tersendiri yang Kana rasakan ketika Angga bilang akan datang. Walaupun Angga, manusia yang sejenis dengan kakaknya itu pasti akan menimbulkan polusi suara di rumahnya, namun hal itu dapat menjadi pengobat kerinduan Kana dengan suasana sekolah.

Kana melirik Tio dengan manik hazelnya, "Mas lo ga mau pergi? Angga mau ke sini kok."

"Kemana, ujan-ujan gini." Sahut Tio masih sibuk dengan buku di tangannya.

"Ya kemana gitu, hampir sebulan lo ngurusin gue. Ga pengin hangout sama temen gitu?"

"Males." Gumam Tio.

Kana menunduk, "Kuliah lo, kegiatan lo, sampe waktu istirahat juga terganggu gara-gara gue."

"Ngomong apa sih de..."

Masih sambil menunduk dan meremat ponsel di genggamannya, Kana kembali bersuara, "Kemaren om Guntur nyuruh lo ke rumahnya kan, kenapa ga ke sana?" Jujur saat Kana menyebutkan nama ayah kandung dari kakaknya itu, ia jadi teringat dengan bagaimana perkataannya tempo hari yang telah meninggalkan luka di hati Kana.

Tio menutup buku yang sedang ia baca dan berujar, "Nyuruh gue ke rumah papa, kalo gue tinggal di rumah papa aja gimana?"

"Jangan!"

Tio terkekeh, ia sangat senang membuat Kana kesal, "Sayang banget kayanya sama gue."

"Emang ga boleh?" Tanya Kana dengan polosnya.

Tio mengulum senyumnya dan mendekati Kana. Semenjak pulang dari rumah sakit sedikit ada perubahan dengan sikap Kana. Kana terkesan lebih manja dari biasanya dan tak jarang Kana juga bersikap sangat menggemaskan. Tapi itu bukan masalah untuk Tio, nyatanya Kana di mata Tio tetaplah adik kecilnya yang menggemaskan, sampai kapan pun itu.

"Kapan-kapan lo ikut gue ke rumah papa ya," ucap Tio sambil mengacak rambut Kana. Namun reaksi yang Kana berikan malah sebuah gelengan kecil tanpa mengatakan apapun.

"Kenapa?" Tanya Tio heran.

Kana menggigit bibir bawahnya. Ragu ingin mengatakannya, "Ga enak sama Dava."

"Dia adik kandung lo, kesannya ga tau diri banget kalo gue tiba-tiba ikut." Sambung Kana.

Sontak Tio kaget mendengar ucapan Kana, atas dasar apa sampai Kana berpikiran seperti itu. Kekhawatiran Tio nampaknya akan benar terjadi. Fakta baru bahwa Kana bukan lagi adik satu-satunya membuat Kana tidak nyaman. Anak itu terkesan takut kehilangan Tio, takut kalau Tio lebih menyayangi Dava ketimbang dirinya yang hanya adik tiri.

I Can't [Complete] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang