48. Kesaksian Malam

5.8K 563 78
                                    

Bunda sama mbak Eka ke pasar ya dek..
Susu ada di kulkas, bunda udah siapin makanan
di meja makan, makan bareng mas Tio ya.
Kamu jangan lupa minum obat. Baik-baik di rumah sama mas Tio yaaaa....

Bundaaaaa

Kana tersenyum seraya melepas sticky notes pink yang tertempel pada pintu kulkas. Kebiasaan sang bunda yang tidak pernah hilang, yaitu selalu menuliskan pesan singkat untuknya tiap kali pergi. Sekalipun itu hanya pergi sebentar.

"Mas Tio ayo makan!" Kana sedikit berteriak memanggil Tio yang sedang menonton tv di ruang keluarga.

Semenjak diperbolehkan pulang dari rumah sakit, Kana memang hanya menghabiskan waktunya di rumah. Untuk kali ini ia menjadi Kana yang sangat penurut, tidak keras kepala seperti sebelumnya. Kana bahkan hanya mengangguk dan tersenyum saat sang bunda melarangnya pergi ke sekolah dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Kana hanya berusaha menerima dan sadar dengan kondisinya sekarang. Ia tidak ingin merepotkan orang-orang karena ia selalu menjadi pembangkang.

Oleh karena itu mulai hari ini Kana berjanji akan menjadi seorang penurut. Kana tidak ingin waktunya terbuang sia-sia dengan membuat orang terus menangis karenanya. Kana harus menuruti semua perkataan serta perintah dari ayah, bunda, dan juga kakaknya.

Karena tidak kunjung mendapat jawaban dari Tio, Kana mengambil langkah keluar dari dapur menuju ruang keluarga untuk memastikan Tio masih di sana atau tidak.

"Papa sama Dava kok ga bilang sama aku kalau mau ke sini."

"Papa cuma mau pastiin kamu baik-baik aja di sini, sekalian ajak Dava biar tau rumah ini."

Langkah kaki Kana tersendat begitu mendengar suara seseorang yang terdengar asing baginya. Ada dua laki-laki yang duduk di hadapan Tio, mereka terlihat akrab dengan Tio. Kana sedikit mengernyit, ia hanya mengenali satu di antara dua orang tersebut, yaitu Gintur. Orang yang Tio panggil dengan sebutan papa, yang berstatus sebagai orang tua kandung Tio. Kana memilih diam di tempatnya, ada rasa tidak rela yang tiba-tiba mencuat ketika melihat Tio bersama keluarga kandungnya.

"Barra, kamu kemana aja coba? Ga ada kabar. Bikin papa sama mama khawatir aja."

"Maaf pa, aku ga sempet ngasih kabar. Kana baru aja sakit, selama itu aku cuma bisa fokus sama kondisi Kana."

Kana memejamkan matanya, lagi-lagi rasa bersalah datang lalu memudarkan rasa ketidak relaan sebelumnya. Apa Kana pantas untuk iri jika nyatanya ia selalu menjadi beban.

Guntur terkekeh, "Sakit mulu perasaan."

"Fisik Kana emang ga sekuat anak yang lain pa, aku mohon papa ngerti dengan kondisi Kana."

"Iya papa ngerti, tapi adik kamu ga cuma dia ya Bar. Inget ada Dava," Guntur merangkul Dava di sampingnya yang sejak tadi sibuk dengan game online di ponselnya.

"Dava ini adik kandung kamu."

Rasanya Kana ingin menulikan pendengarannya, kata kandung yang ditekankan oleh Guntur berhasil menamparnya. Seolah ada sesuatu yang tajam menusuk hatinya dan menyambar ke dadanya menimbulkan rasa sesak di sana.

"Pa... baik Dava maupun Kana, mereka sama-sama adik aku. Ga ada bedanya bagi aku, kemarin Kana sakit. Sudah sepantasnya kan aku di samping dia dan menjaga dia."

Guntur tersenyum miring, "Barra kamu jangan apa-apa tentang adik angkat kamu itu. Papa bukan bermaksud apa-apa, kamu juga butuh kebahagiaan dan kebebasan. Bukan mengabdikan hidup kamu untuk ngurusin dia terus kaya gini. Kamu bukan baby sister dia."

"Sekarang kamu punya Dava. Dava juga berhak mendapatkan figur seorang kakak dari kamu.

Kana melangkah mundur, rasanya ia sudah tidak sanggup lagi untuk tetap berdiri di sana. Ia meluruhkan tubuhnya di balik tembok. Kana terduduk lemas bersandar pada tembok. Dadanya terasa terhimpit dengan sesuatu yang membuatnya semakin sesak. Kana menggigit bibir bawahnya kuat mati-matian menahan sakit dan juga isakan. Ia tidak mau ada orang yang mengetahui keberadaannya sekarang.

I Can't [Complete] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang