44. Air Mata

5.4K 562 30
                                    

Dengan malas Tio membuka pintu masuk utama rumahnya. Ia dipaksa pulang untuk beristirahat oleh ayah dan bundanya, padahal ia tetap ingin di rumah sakit. Di dekat Kana.

"Assalamu'alaikum."

Dari arah dapur mbak Eka berlari menghampiri Tio, " Wa'alaikumsalam! Ya Allah Mas ndak ada yang ngabarin ke rumah. Gimana keadaan mas Kana? Mbak khawatir banget."

Tio tersenyum sembari menyalimi Eka, "Doain yang terbaik buat Kana ya mbak!" Ujar Tio, ia lalu berjalan menuju kamarnya tanpa menghiraukan mbak Eka yang menanyainya sudah makan apa belum dan mau dimasakin apa. Tio tidak lapar.

Sesampainya di kamar, Tio membuka jaket yang ia kenakan lalu melemparnya asal ke sofa. Ia menjatuhkan tubuhnya ke kasur, matanya berusaha terpejam erat. Namun tetap saja ia tidak bisa tertidur, alhasil Tio hanya menatap langit-langit kamarnya. Kakak macam apa yang bisa beristirahat dengan tenang sedangkan adiknya sedang dalam kondisi kritis di rumah sakit.

Terus memikirkan Kana, Tio teringat sesuatu. Tiba-tiba saja ia teringat dengan Angga. Bagaimana dengan anak itu? Pertanyaan itu terlintas di kepala Tio. Mendadak rasa salah datang dan menyadarkannya bahwa ia terlalu egois. Mengingat begitu banyak pengorbanan Angga pada Kana sebagai seorang sahabat selama ini, membuat Tio sadar bahwa ia sudah sangat keterlaluan pada Angga.

"Bego." Umpatnya seraya bangkit.

Nalurinya sebagai seorang kakak yang ingin melindungi adiknya agar adiknya selalu baik-baik saja memang tidak salah. Sebagai seorang kakak Tio tidak akan membiarkan satu seorang pun menyakiti Kana. Tapi caranya salah besar, ia hanya menuruti ego dan amarahnya sampai ia melupakan fakta bahwa Angga adalah sahabat Kana. Sahabat yang selalu ada di samping Kana, dan sahabat yang tidak mungkin menyakiti Kana sampai kapan pun.

"Gue harus minta maaf."

🌙🌙🌙

Angga tergugu saat tahu siapa yang mengetuk pintu kamarnya. Ia tidak percaya bahwa orang itu adalah Tio.

"Mas, ada apa?"

Tio tidak langsung menjawab, dari cara Angga berbicara tidaklah mencerminkan sosok Angga yang biasanya. Angga seperti ketakutan di hadapan Tio. Rasa bersalah semakin menyeruak di benak Tio.

"Angga, maafin gue ya." Ujar Tio. Matanya menatap lurus wajah Angga.

Angga menggeleng, "Kenapa minta maaf, kan gue yang salah mas."

"Gua ga mikir dulu kalo ngomong, padahal Kana lagi sakit. Kalo kemaren gue ga emosi mungkin sekarang Kana baik-baik aja." Angga menunduk.

"Enggak ngga, lo ga salah. Gue ngerti perasaan lo, ga seharusnya kemaren gue bentak lo dan ngusir lo di rumah sakit."

Angga masih menunduk, "Gue pantes digituin mas."

Tio menggeleng, kedua tangannya memegang pundak Angga, "Seharusnya gue berterimakasih sama lo. Karena selama ini lo udah mau jadi sahabat Kana, lo selalu ada di samping Kana. Jagain dia, dan ga biarin dia sakit. Gue bersyukur ada lo di hidup Kana. Gue benar-benar berterimakasih ngga!"

"Lo udah banyak berkorban untuk Kana. Maafin sikap mas kemarin ya? Tolong tetep jadi sahabat Kana ya."

Angga mengangguk, padahal ia sama sekali tidak keberatan dengan sikap Tio kemarin. Justru ia merasa ia yang seharusnya meminta maaf bukannya Tio, "Tapi gue juga salah mas." Lirih Angga.

Tio menepuk pundak Angga, "Itu masalah lo sama Kana, selesaiin baik-baik nanti saat Kana bangun. Gue mohon banget sama lo ngga, jangan karena masalah ini persahabatan kalian jadi rusak."

I Can't [Complete] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang