18. Kopi dan Coklat

Start from the beginning
                                    

Mata Afli memicing demi mendapatkan kepastian pada arah tatapan Milu. "Lo ngeliat siapa?"

Milu yang lagi-lagi dibuat kaget oleh Alfi menjawab dengan nada kecewa, "Alta," perkataan itu membuat Alfi menoleh ke belakang lagi, "ternyata nyuruh gue pulang biar jalan sama Hara."

Alfi menaikkan satu alisnya, mencerna kata-kata saat berada di sekolah. Kemudian, ia berdiri dengan brutal sehingga membuat kursi-kursi jatuh akibat ulahnya. Semua pengunjung menjadikan Alfi sebagai pusat objek, melihat aksi cowok itu.

"Alfi!" Milu segera menahan cowok itu dengan menarik kemeja sekolahnya. Sungguh kekanakan bukan main, Alfi membalikkan badannya lalu memberikan tatapan 'kenapa?'

Milu kemudian meminta maaf kepada pengunjung kafe yang terganggu karena tindakan bar-bar dari Alfi, sehingga mengundang Alta beserta Hara datang ke meja mereka. Alta duduk di samping Milu, sedangkan Hara-cewek itu menatap sinis pada Milu.

Kedatangan mereka seakan membuat napas Milu tercekat. Alfi sudah memandang tidak suka pada Alta, karena Alfi yakin kalau Milu sedang menyukai cowok yang membawa kamera itu.

"Lo ngikutin gue?" Pertanyaan itu membuat Alfi menggeram, Milu segera menahan emosi cowok itu. Lalu merespon Alta dengan santai, "Nggak." jawab Milu.

Alta meragukan jawaban Milu, kemudian Hara mendekat. Cewek yang lebih tinggi dari Milu itu tersenyum sinis, ia menarik lengan Milu untuk keluar dari kafe es krim ini. Tarikannya membuat cewek mungil itu meringis kesakitan.

"Heh sini gue bilangin," Hara menjeda perkataannya dengan penuh penekanan itu, Alta dan Alfi menyusul dari belakang dan ketika ingin mendekati mereka, Hara menunjukkan telapak tangannya. Memberikan kode untuk berhenti.

"Gini ya Milu, lo itu udah gue peringatin dari dulu, jangan dekatin Alta. Lo itu cewek yang bener-bener nggak pantes untuk dekat sama dia, dan gue sebagai pacar resmi nya Alta nggak suka sama lo!" Hara menoyor jidat Milu dengan kata-kata terakhirnya. Aksi tersebut telah ditonton Alta yang hendak mendekati Milu, namun Hara tetap menahannya.

Tidak tinggal diam, Milu mengelus kepalanya, membersihkan keningnya seolah-olah baru saja terkena noda. "Aduh! Jidat gue dipegang nenek sihir, Alfi lo punya tissue ngga?"

"Lo bilangin gue nenek sihir?!!" Sentak Hara sambil menolak pinggang.

"Ngaku aja dah, lagian Milu itu bukan tipe yang mengejar pacar lo sampai kapan pun," sahut Alfi.

"Udah woy! kali ini biar gue perjelas," Alta menoleh pada Milu yang terlihat seperti menahan amarahnya, namun cewek itu tidak berhak. "Mil, lo tau kan gue sama Hara itu udah pacaran lama banget, gue nggak bisa menyudahi ini demi ego lo."

Ucapan itu tentu saja membuat dada Milu terasa sesak. Ia tidak pernah meminta Alta untuk menyudahkan hubungan nya dengan Hara, itu bukan juga suatu ego yang ia miliki untuk berpacaran dengan Alta. Cowok itu berbohong dan menyembunyikan sesuatu yang menyakiti perasaannya, untuk yang beberapa kali.

"Alta! lo ga seharusnya ngomong kaya gitu sam Milu, brengsek!" Alfi menarik lengan Milu untuk pergi dari tempat itu.

"Alfi...," Alfi menghentikan langkahnya begitu mendengar suara lirih itu.

"Gue emang egois, tapi gue nggak mau pergi dari-" Ucapan itu mendadak terhenti ketika rongga dada Milu mendadak menyempit. Terlalu lama berada di luar kafe dengan lokasi yang banyak kendaraan melintas menjadi penyebabnya.

Tangan kanan yang bebas dari Alfi menekan dada. Milu mengatur nafasnya yang memburu, mencari udara yang dapat dihirup.

"Alfi! Alfi!"

Sontak, Alfi yang kebingungan cepat-cepat menggendong cewek itu. Begitu juga dengan Alta, ia dengan cepat memberhentikan taksi untuk membawa cewek itu ke rumah sakit.

"Tahan Mil, kita ke rumah sakit sekarang!" Kata Alta yang sudah panik.

***

"Kenapa suka foto-foto in pemandangan?"

"Karena rasanya seperti aku berada di sana, dalam keadaan senyap, damai, dan nggak ada keributan."

Alta menggangguk mengerti. Dia sudah cukup senang bertemu dengan gadis kecil itu untuk yang kedua kalinya, tapi mungkin tidak ada pertemuan ketiganya.

"Boleh aku pinjam?" tanya Alta.

Gadis itu langsung menyerahkan kamera nya dengan senang hati, "fokus sama pemandangan yang mau kamu ambil," ajarnya.

Alta mendekatkan kamera tersebut pada matanya, melakukan seperti apa yang sudah gadis kecil itu katakan, "Seolah-olah aku merasakan bahwa aku di sana, merasakan ketenangan yang aku rindukan," katanya lalu mengarahkan kameranya ke hadapan gadis itu.

"Fokus, tapi aku belum bisa mengklaimnya, aku ngga bisa mengutip kebahagian."

"Maksudnya?" tanya gadis itu.

"Fokus untuk sesuatu yang penting, klaim pada sasaran. Aku nggak bisa mengkalim sasaran penting yang aku fokusin."

Gadis kecil itu menunduk, ia dapat merasakan apa yang dirasakan teman barunya itu. Sama sepertinya, yang tidak bisa mendapatkan kebahagiaan pada anak seumuran mereka.

Gadis kecil itu kemudian tersenyum, "kamu boleh bawa kamera itu," katanya.

Saat itu juga mata Alta berbinar dan tersenyum dengan lebar, "kamu masih nggak mau ngasih tau nama kamu?" katanya kemudian.

"Em...., namaku Shira."

"Aku Alta!" sahut Alta lalu mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan.

Gadis yang menyebut dirinya sebagai Shira itu membalas uluran tangan Alta. Mereka berencana pulang ketika sang pemilik toko antik itu selesai memperbaiki arloji milik gadis yang bernama Shira.

"Ta, Milu udah sadar."

***

Thanks buat readers yang udah baca bab ini :)

luv u <3

AllureWhere stories live. Discover now