2018 : 21

1.1K 89 3
                                    

nggak mepet hari rabu kan ;)

oh ya, seperti biasa ya~ read-vote-comment. bantuin benerin typo pun boleh banget ^^

enjoy~


---


Jakarta, Oktober 2018, siang hari


Kia mendengarkan dengan saksama cerita yang dituturkan oleh Rei. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya bahkan untuk menanggapi. Kia tidak lagi peduli jika dia melanggar aturan; menerima telepon bersifat pribadi dengan telepon kantor. Pekerjaannya juga terganggu, tetapi dia bisa lembur nanti.

Rei mendapatkan perintah untuk menuju daerah yang terkena likuefaksi. Korban semakin banyak dengan adanya air yang merembes ke tanah itu. Tanah yang menjelma jadi lumpur itu telah merobohkan rumah-rumah dan banyak warga yang tidak sempat menyelamatkan diri dan anggota keluarga mereka.

Bersama rekan-rekannya, Rei segera terjun ke lapangan untuk mengevakuasi para warga. Rei harus berjibaku dengan lumpur dan puing-puing bangunan, juga harus selalu waspada terhadap bangunan yang masih berdiri tetapi terancam roboh. Ketika ada insiden pengeboman di Surabaya beberapa bulan sebelumnya, dia memang tegang, namun entah mengapa bencana ini sedikit menakutinya. Tetapi, sebagai tentara Rei sudah tahu bahwa hari seperti ini pasti akan datang juga.

"Nenek... Nenek..."

Di antara kepanikan orang-orang, sayup-sayup Rei mendengar suara seseorang memanggil. Suara itu memang membaur dengan suara-suara lainnya, tetapi lumayan jelas terdengar oleh telinga Rei. Ditambah lagi, suara itu semakin jelas terdengar. Rei tidak dapat menahan diri untuk menoleh ke sekelilingnya untuk mencari sumber suara tersebut.

"Kak!"

Tampak seorang remaja lelaki mendekatinya. Bercak lumpur mengotori bajunya, tapi remaja itu seolah tidak peduli. Raut wajahnya yang panik mengindikasikan bahwa ada hal yang jauh lebih penting daripada mengeluhkan baju kotornya, dan Rei juga menyadari itu.

"Ada apa?" tanya Rei seraya sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan remaja laki-laki tersebut. Tak lupa tangannya memegang kedua bahu remaja itu.

"Saya kepisah dari nenek saya, Kak," jelas remaja itu dengan nafas tersengal-sengal. "Tolong bantu temukan nenek saya!"

Rei mengusap punggung remaja laki-laki itu untuk menenangkannya. Dia juga membimbingnya untuk mengambil nafas secara teratur dan hasilnya anak itu mulai dapat mengendalikan diri.

"Oke, nama kamu siapa?"

"Firly, Kak."

Rei mengangguk. "Oke, Firly. Nenek kamu terakhir pakai baju apa?"

"Bajunya semacam kebaya, tapi dari kain. Motifnya bunga-bunga kecil warna pink, tapi dasarnya warna hitam. Bawahannya pakai jarik batik."

Langkah awal yang bagus. Rei pun mengarahkan Firly mengikuti tentara yang lain, sementara dia sendiri melesat ke arah sebaliknya untuk mencari nenek Firly. Berbekal petunjuk yang telah diberikan oleh Firly, Rei mulai memindai dengan matanya, sosok nenek yang sesuai dengan deskripsi.

Meskipun fokus utamanya mencari nenek Firly, Rei juga tetap menjalankan tugasnya sebagai TNI. Dia masih membimbing para warga untuk mengikuti para petugas yang lain dan membantu menarik siapapun yang terjatuh.

Berselang agak lama, Rei pun menemukan seorang nenek yang sangat cocok dengan deskripsi yang diberikan oleh Firly. Rei segera menghampiri nenek tersebut, yang terlihat kesulitan berjalan. Ketika Rei sampai di hadapan nenek itu, dia memeriksa keadaan kaki beliau dan terkejut karena ada darah mengalir.

TraveloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang