2014 : 02

2.9K 172 1
                                    

Read, comment, vote. Kalau bisa, kasih tahu typonya juga. I'll really appreciate that ^^


---


Gili Trawangan, September 2014, sore hari


Beberapa hari setelah laporan KKN selesai dia kerjakan dan kumpulkan, Kia dan teman-temannya​ pergi berlibur ke Lombok untuk melepas penat. Berbagai macam transportasi mereka gunakan karena tidak naik pesawat. Mereka sama-sama suka pantai, maka dari itu Gili Trawangan menjadi tujuan utama meskipun harus menyeberang lagi dengan kapal kecil.

Dengan kacamata hitam, jilbab, kaos berlengan panjang, dan celana pantai, Kia duduk santai di bawah pohon dan menghadap ke pantai. Di bulan-bulan ini cuaca memang sangat bersahabat sehingga pemandangan jadi lebih indah. Rombongannya sedang bermain air di sana, namun tidak sedikitpun Kia ingin bergabung. Selain karena malas kena air, dia juga sudah 'pewe' alias posisi wuenak di sana.

Pantai memang pilihan tepat untuk escape. Jika dibilang sedang melarikan diri, tuduhan itu tidak sepenuhnya salah. "Lamaran" Rei membuatnya berpikir keras. Di satu sisi dia menyukai Rei, tetapi jalan hidup yang dipilih pemuda itu membuatnya ragu. Lagipula, sekadar "suka" saja tidak cukup. Jika Kia sudah mencintai sang taruna, dia pasti sudah tidak peduli lagi dengan kebebasannya. Tapi tidak. Dia tidak cukup mencintai Rei untuk rela menjadi bagian dari Persit.

Tiba-tiba pipinya disentuh oleh sesuatu yang dingin dan Kia berteriak heboh karenanya. Ketika dia mendongak, dia melihat sahabatnya, Sheila, sedang tertawa kencang karena reaksinya.

"Lebay!" ejek Sheila. Kemudian dia mengambil tempat duduk di samping Kia. "Kenapa?"

"Capek," jawab Kia setengah berbohong. Well, dia memang sedikit capek karena perjalanan lebih dari 24 jam yang mereka tempuh untuk dapat menikmati pemandangan menakjubkan ini.

Sheila menyipitkan mata. "Yakin?"

Kia hanya bergumam tanda membenarkan dan Sheila tidak melanjutkan interogasinya. Mereka pun kembali menikmati semilir angin pantai dan cerahnya matahari sambil ditemani dua kaleng soda.

Sebenarnya Kia ingin menceritakan semuanya kepada Sheila, atau orang lain yang dia percaya. Namun, tidak pernah sekalipun dia menceritakan tentang Rei kepada teman-temannya. Toh, Rei juga bukan pacarnya dan mereka tidak sedang menjalin hubungan romantis dalam bentuk apapun, sehingga menurutnya tidaklah penting untuk membeberkan segala sesuatu tentang Rei kepada orang lain. Istilah lamanya, HTS alias hubungan tanpa status. Sampai saat ini, Rei masih menghubunginya jika ada waktu namun mereka tidak lagi membahas lamaran sang taruna tempo hari. Bagi Kia, itu sedikit melegakan.

Kia tidak memungkiri jika saat masih SMA dulu, dia pernah membayangkan dirinya menikah dengan Rei. Namun bayangan itu bubrah begitu saja ketika dengan bangganya Rei mengatakan bahwa dia akan mendaftar ke akademi militer. Hidup Kia memang erat dengan dunia militer karena mendiang ayahnya dulu adalah seorang TNI AU. Namun, suatu kecelakaan pesawat tempur menewaskan beliau. Kia tidak trauma karena percaya bahwa kematian ayahnya memang sudah digariskan, sehingga bukan masalah "trauma" yang membuatnya ragu menerima Rei. Ada hal lain yang baginya cukup penting.

"Udah nyerahin judul, Ki?" tanya Sheila memecah lamunan Kia.

"Udah. Kamu?"

"Udah juga," jawab Sheila. Kemudian dia merentangkan tangannya dan menghembuskan nafas panjang. "Akhirnya kita ketemu juga sama yang namanya skripsi."

Kia tersenyum. Angin yang menerpa wajahnya sedikit membuatnya ngantuk. Kia memejamkan matanya.

"Setidaknya aku nggak kuliah di jurusan kedokteran atau teknik deh," sahut Kia.

TraveloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang