2018 : 04

1.1K 91 0
                                    

yey! hari selasa!

seperti biasa, read, vote, comment, dan bantu benerin typo akan sangat diapresiasi!

terima kasih ya yang kemaren-kemaren sudah mampir dan kasih bonus vote & comment ^^

enjoy!


---


Surabaya, Maret 2018, sore hari


Kia melepaskan Rei pergi dengan berbesar hati, meskipun masih ada perasaan bersalah telah menyakiti hati sang perwira. Dia hanya bisa berharap agar Rei dapat mengerti suatu hari nanti.

Maka Kia pun mengikuti Bram menuju meja yang telah terisi oleh saudara-saudara Bram. Total ada sepuluh orang jika ditambah dengan Bram. Dari yang usia SD hingga kuliah pun ada. Mungkin Bram yang paling tua, bersama satu laki-laki lagi yang wajahnya mirip dengan kekasihnya itu. Kia membatin, apakah dia saudara kandung Bram?

"Semuanya," Bram berseru untuk meminta perhatian para saudaranya yang kemudian langsung diam. "Kenalin, ini namanya Kia."

Koor anak-anak dalam kumpulan itu pun terdengar. Kia dan Bram harus mati-matian menahan malu dan rona merah yang merambat ke pipi mereka. Salah seorang perempuan yang sudah cukup dewasa dalam kumpulan tersebut, sambil tertawa-tawa, mempersilakan Kia untuk duduk di sampingnya. Kia duduk di tempat yang telah disediakan itu dengan amat sangat canggung.

"Maaf, ya, anak-anak ini memang suka heboh kalau Mas Bram terlihat lagi sama cewek, meskipun itu temannya sekalipun," ujar perempuan tersebut. "Oh iya, aku Puput. Adik iparnya Mas Bram."

"Adik ipar?" ulang Kia sedikit terkejut. Pasalnya, Puput lebih terlihat seperti wanita berusia dua puluhan awal dan lebih pantas jika dibilang keponakan Bram. Kalau tidak salah, Bram pernah bercerita bahwa adiknya hanya berbeda beberapa tahun saja darinya, namun tidak terlalu jauh.

Puput nyengir lebar. "Iya, aku adik iparnya Mas Bram. Istrinya si tengil ini nih," jelasnya lagi seraya menunjuk laki-laki berwajah mirip dengan Bram. Ah, ternyata dia memang benar saudara kandung sang kekasih.

"Halo, aku Baim, adiknya Mas Bram," adik Bram memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangan yang segera disambut oleh Kia. "Ini anakku, namanya Erga," katanya, menunjuk anak kecil yang duduk di sampingnya. "Salim sama Tante, Nak."

Hati Kia sedikit tergores mendengar Baim menyebutnya 'Tante' agar Erga mengikuti, namun toh dia memang sudah memiliki keponakan yang juga memanggilnya dengan sebutan itu. Hanya saja, sudut matanya menangkap pemandangan Bram yang susah payah menahan tawa.

"Halo, Erga," sapa Kia ramah, mengulurkan tangannya kepada anak laki-laki yang lumayan tampan itu.

"Halo, Tante Kia," balas Erga sambil nyengir lebar dan menjabat tangan Kia.

"Kelas berapa sekarang?"

"Kelas tiga, Tante."

Kia terbelalak. "Kelas tiga?" tanyanya, namun dengan wajah yang menoleh ke arah Bram. "Tiga?"

Bram cemberut. "Ih, kenapa sih? Iya, ponakan saya sudah kelas tiga. Punya adik pula, masih TK nol besar."

"Hee? Erga punya adik?" tanya Kia kaget. "Nggak diajak?"

"Adiknya lagi pilek, dan sekarang ini lagi ditemenin eyangnya. Erga dari tadi rebut minta ke sini gara-gara dikomporin om dan tantenya ini," sela Baim dengan nada kesal seraya melirik sadis ke arah para sepupunya yang cuma terkekeh tanpa merasa bersalah sama sekali.

TraveloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang