2018 : 17

1.1K 82 1
                                    

ah. sudah hari rabu -_- maapkeun eke yak, tadi eke bener-bener riweuh dari pagi. dari minggu lalu sibuk banget aselik :( maapkeun maapkeun :( tadi juga ke distract banyak hal wkw

well, nih chapter terbaru Travelove!

read-vote-comment ya ^^ jangan lupa ikut bantuin benerin typo.

enjoy!


___


Jogja, September 2018, pagi hari


Akhirnya Bram bisa pulang. Namun, dia tidak lekas pulang ke Semarang. Dia mengunjungi Jogja, kota asal kekasihnya. Perjalanan yang panjang ditempuhnya hingga akhirnya sekarang dia melaju bersama ojek daring, menuju sebuah hostel. Bram berencana untuk menginap sekitar dua malam di Jogja, sekadar untuk melepas lelah dan... mengitari kota di mana Kia dibesarkan.

Selain itu, dia juga memiliki agenda pribadi di Jogja.

Sesampainya di hostel yang telah dipesannya, Bram segera ke front office untuk mendapatkan nomor kasurnya. Bram meletakkan barang-barang di loker yang disediakan untuknya sesuai nomor kasur sebelum pergi mandi karena badannya sudah sangat lengket.

Hari masih pagi dan cuaca masih cerah. Bram memutuskan untuk keluar lagi, namun kali ini dengan TransJogja. Sudah sangat lama sejak dia terakhir kali naik busway, sehingga dia ingin kembali merasakan sensasi naik bus kota yang lebih terintegrasi. Bus ini hanya akan berhenti di halte-halte tertentu, sehingga untuk beberapa orang bus tersebut tidak menjadi pilihan utama karena halte dan lokasi asal maupun tujuannya cukup jauh.

Akan tetapi, bus ini tetap akan mengantarkannya ke tempat tujuannya yang pertama kali terlintas ketika berniat mengunjungi Jogja. Tidak terlalu jauh malah, dari halte menuju lokasi tujuannya. Hari ini sudah dia alokasikan untuk hal besar ini.

Akhirnya Bram berdiri di depan pintu sebuah rumah. Rumah tersebut tidak terlalu besar, tapi dari yang Bram dengar, penghuni tetapnya sekarang hanya tinggal seorang saja, kadang ditemani asisten rumah tangga atau seorang kerabat. Hal itu menjadikan rumah itu terkesan besar, kecuali jika seluruh anggota keluarga berkumpul dengan personil lengkap.

Bram mengetuknya pelan-pelan. Awalnya Bram mengira dirinya harus menunggu sedikit lama, ternyata pintunya malah segera terbuka beberapa saat setelah dia mengetuk pertama kali. Seorang wanita yang lumayan tua dengan garis-garis di sekitar kedua matanya pun menyambutnya.

"Assalamu 'alaikum," sapa Bram.

"Wa 'alaikum salam. Badhe madosi sinten, Mas?" tanya wanita tersebut. Artinya kira-kira mau cari siapa, Mas?

Bram menggaruk leher belakangnya yang mendadak gatal. "Ibunipun... lenggah, Bu?"

"Nggih, Mas... Nuwun sewu, Mas niki..."

Saat itulah Bram baru sadar bahwa dirinya belum memperkenalkan diri. "Kula Bram, Bu. Rencangipun Dhik Kia."

Wajah wanita tua itu mendadak cerah. "Oh! Monggo pinarak rumiyin!" serunya, yang langsung berlalu ke dalam untuk memanggil orang yang Bram cari.

Ya, bundanya Kia. Untuk pertama-tama, dia harus menemui dan memberi salam kepada wanita yang telah melahirkan kekasihnya ke dunia ini. Kia beberapa kali menyebut bahwa bundanya mengirim salam kepada dirinya, sehingga sekarang adalah saat yang tepat untuk bertemu secara resmi.

Dengan gugup, Bram duduk di sofa ruang tamu tersebut. Dia melihat sekelilingnya. Foto-foto almarhum ayah Kia dipajang beberapa. Hampir semuanya foto beliau dengan pakaian resmi, ada yang memakai PDU dan ada juga yang sedang mengenakan PDL loreng biru. Sisanya beliau berbusana santai namun tetap berwibawa—kemeja polo dan jins, mendampingi wanita yang Bram ketahui adalah bunda Kia di Bromo, karena latar belakang foto tersebut menampilkan panorama gunung yang unik tersebut.

TraveloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang