2018 : 07

1K 91 7
                                    

beberapa menit selepas hari selasa. wakakak maap banget ya! hari ini distraksinya banyak, dan mereka semua unwanted. ah sudahlah.

halo, apa kabar? sehat? sudah siap baca kelanjutan kisah babang bram dan neng kia?

seperti biasa, read, vote, comment, dan bantu benerin typo ya ^^

enjoy!


---



Jakarta, Juni 2018, siang hari


"Happy birthday Kia, happy birthday Kia! Happy birthday, happy birthday! Happy birthday Kia!"

Begitu Kia melangkahkan kakinya ke lantai di mana ruangannya berada, tepuk tangan meriah pun menggema ke seluruh sudut ruangan. Lala muncul di hadapannya dengan membawa kue ulang tahun berwarna hijau—rasa pandan, yang akhir-akhir ini Kia sukai—beserta lilin menyala berbentuk angka '25' di atasnya. Rekan-rekan yang lain, bahkan Johan sebagai atasan Kia pun turut merayakan pesta kecil-kecilan di ruangan tersebut.

"Aw, terima kasih semuanya!" pekik Kia girang. Ia mengambil ancang-ancang untuk meniup lilinnya.

"Eits!" Lala segera menyingkirkan kue tersebut dari hadapan Kia. "Make a wish dulu, Ki. Baru boleh tiup lilin!"

"Ih, tiap hari gue juga berdoa, Mbak," sungut Kia.

"Oy, ini kan hari istimewa lo. Hari ini doanya dibanyakin, soalnya bertambahnya usia itu sama dengan berkurangnya umur. Gih!"

"Eh, ulang tahun gue udah lewat kali, Mbak. Cuma kemarin masih cuti bersama libur lebaran. Pas hari itu gue udah banyak-banyak berdoa!"

"Kayak amalan lo udah cukup aja, Dek. Gih sana, berdoa yang baik dan benar! Jangan cuma EYD yang kudu baik dan benar!"

Sementara yang lain tertawa, Kia hanya bisa cemberut karena apa yang Lala bilang itu benar. Tapi akhirnya Kia memanjatkan doa sesuai yang dipinta seniornya itu. Mendoakan dirinya sendiri agar diberi usia yang panjang, kesehatan, perlindungan, agar tetap mengingat Tuhannya, kesempatan untuk lebih berkembang, serta kebahagian bagi dirinya dan orang-orang terdekatnya.

Juga doa untuk Bram.

Agar selalu bahagia, dengan atau tanpa dirinya.

"Bujuuuggg, lu lama bener sih berdoanya? Ini bukan salat tarawih, Kia!" omel Lala. "Cepetan potong kuenya, gue belum sarapan nih..."

Kia menjulurkan lidah mengejek. "Salah sendiri!"

Tapi bukannya Kia, malah Johan yang meniup lilin dan memotong kue tersebut dan menaruhnya di piring kertas yang dipegang oleh Udin. Dengan santainya dia mulai mengunyah kue tersebut sementara yang lain melongo. Lebih-lebih Kia, karena kue itu seharusnya dia yang potong.

Johan melirik ke para bawahannya. "Kelamaan cing-cong sih kalian. Kamu juga, Kia. Doain siapa aja sampai lama begitu? Warga se-RT? Kamu nggak kasihan sama saya yang tadi kehabisan nasi uduk langganan saya gara-gara sayanya bangun kesiangan? Ya udah, karena kelihatannya kalian juga masih lama berdebat, saya potong sendiri aja kuenya," jelasnya santai. "By the way, selamat ulang tahun ya, Kia. Habis ini ke ruangan saya!"

Johan pun membawa kuenya pergi menuju ruangan kerjanya, meninggalkan para bawahannya yang mengernyit dan melongo melihat kelakuannya. Tak terkecuali Kia.

"Bos lo kenapa tuh? Kurang minum air putih?" tanya Lala kepada Udin.

"Kan doi tadi udah bilang, belum sarapan. Nasi uduk langganannya habis, kan," jawab Udin. "Eh, itu bos lo juga kali!"

TraveloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang