2014 : 04

1.9K 181 7
                                    

Read, vote, comment. Kalau mau follow juga, I'll really appreciate that ^^


---


Gili Trawangan, September 2014, pagi hari.


Keesokan paginya, Kia dibangunkan dengan brutal. Siapa lagi kalau bukan Sheila. Sambil mengerang marah, dia menarik lagi selimutnya.

"Bangun, Setan! Udah ditungguin tuh!" seru Sheila.

"Siapa?" Kia menggumam malas.

"Babang Bram! Cepet sana mandi, cuci gigi, sikat muka! Eh kebalik! Pokoknya itu deh, jangan lama-lama!"

Sontak kelopak mata Kia yang tadinya lengket dan menutup rapat pun terbuka, seperti selotip yang kehilangan daya rekatnya. Kasur juga seolah tidak lagi menarik baginya. Cepat-cepat dia mencari perlengkapan mandinya dan ngacir ke kamar mandi sebelum dipakai orang lain.

Selama mandi penuh semangat alias cepat kilat itu, Kia berpikir. Mengapa Bram pagi-pagi sudah mampir homestay ya? Sudahkah teman-temannya​ memberitahu bahwa pagi ini mereka hendak snorkeling sehingga tidak bisa lama-lama menerima tamu?

Terdengar suara tawa dari luar seselesainya Kia mandi. Saat mengintip, dia menggigit bibirnya, karena pintu masuk terbuka lebar dan dia bisa melihat Bram dengan jelas, sedang duduk bercengkerama dengan teman-temannya​. Cepat-cepat dia memakai kerudung instannya dan melesat ke beranda homestay.

"Pagi, Kia!"

Sebelum sempat Bram bersuara, ketiga teman usil pria itu sudah koor duluan. Bram hanya bisa manyun, namun selang tiga detik dia sudah tersenyum kembali dengan tatapan yang tak lepas dari Kia. Ah, ya ampun. Masih pagi, jantung Kia sudah ngajak olahraga duluan.

Betapa tidak? Jika kemarin sore hingga malam dia tidak terlalu bisa melihat penampilan Bram dengan jelas, sekarang netranya seakan tidak mampu berpaling. Tinggi, tegap, dan raut wajahnya tegas. Ketika semalam rombongan mereka bergabung dan bertukar cerita, Bram sempat mengatakan bahwa dia senang sekali mendaki gunung. Mungkin perawakan itu dia dapatkan dari beberapa kali naik gunung, termasuk ketegasan di garis-garis wajahnya. Penampilannya saat ini membuatnya terlihat lebih muda, dengan kaos putih... atau lebih tepatnya bro tank, yang sepertinya baru saja dipakai oleh orang yang lebih besar daripada si empunya karena melar di bagian leher dan ketiak sehingga memperlihatkan banyak kulit. Cukup keren dan sangat anak muda, ditambah celana selutut longgar dengan kantong banyak itu masih melekat di tubuh bawahnya. Tak ketinggalan baseball cap berwarna hitam menutup rambutnya yang lebat.

"Assalamu 'alaikum, Kia," sapa Bram dengan nada sangat sopan, menempatkan diri di hadapan Kia.

"Wa 'alaikum salam," balas Kia canggung.

Teman-teman mereka sudah sangat heboh.

"Berasa lagi ta'aruf gini, sih?"

"Kia lulus, langsung dilamar nih bau-baunya."

"Itu yang cewek udah sopan pakai kerudung, kok yang laki malah pakai kutang?!" (mendengar ini, Bram langsung mendelik tajam ke arah temannya, Brian, dan berseru, "Kutang dari Hong Kong!")

"Assalamu 'alaikum ya akhi ya ukhti..."

Bram terkikik mendengar lantunan lagu yang didendangkan Harsya. Kia juga, tetapi dia memilih untuk menutupinya dengan berpura-pura memijat kening. Bukannya kenapa, hanya saja suara Harsya sama sekali tidak bisa dikategorikan merdu.

"Katanya mau snorkeling, ya?" tanya Bram.

Kia mengangguk tanda mengonfirmasi.

"Bareng-bareng aja, yuk? Kita juga mau snorkeling sebelum nanti balik ke Mataram."

TraveloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang