BAGIAN 62: Sesuai kenyataan

2.6K 233 27
                                    

Minggu siang, rombongan Reina pulang dari puncak menuju Jakarta. Waktu liburan akhir pekannya telah berakhir, membuat Reina mendesah kecewa karena dia harus kembali ke realita kehidupannya.

Mobil putih milik Alaric berhenti di basement Apartemen lelaki itu. Satu persatu orang turun, tak terkecuali Reina. Zafran, Mahessa, Tasya dan Zahra mengeluarkan barang-barang mereka dari mobil Alaric, lalu memindahkannya ke mobil milik Zafran.

"Nanti saya antar pulang, sekalian mau ke rumah Bunda." Alaric yang menyadari gelagat kebingungan Reina berucap.

Mendengar itu Reina hanya mangut-mangut paham. Lalu atensinya beralih, melihat kedua sahabatnya yang sudah bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing.

"Kita pulang duluan ya!" pamit mereka melambaikan tangan dari dalam mobil.

Reina tersenyum, lalu dia balas melambai kepada teman-temannya. "Hati-hati!"

"Makasih tumpangannya, Al!" Alaric hanya mengangguk.

Setelahnya klakson terdengar berbunyi, mobil yang dikendarai Zafran pun perlahan melaju hingga tidak terlihat lagi oleh pandangan mata.

"Masuk dulu ke dalem, saya mau mandi," ujar Alaric.

Alaric memastikan mobilnya terkunci lebih dulu. Setelah dirasa aman, dia pun bergegas pergi menaiki lift untuk sampai di unit Apartemen miliknya.

Reina mengekori langkah lebar Alaric dari belakang. Ia baru menghentikan langkah ketika Alaric berhenti di depan sebuah lift.

Ting

Pintu lift terbuka, tanpa banyak kata Reina dan Alaric masuk ke dalamnya. Untuk beberapa saat Reina merasa panik, karena tidak ada seseorang pun yang naik, hanya mereka berdua. Saat sudah sampai di lantai 5, barulah Reina bisa bernapas dengan lega. Dengan segera mereka keluar dan melangkah menuju Apartemen Alaric.

Pintu berwarna coklat itu terbuka ketika Alaric memasukan password-nya. Reina masih setia mengekori Alaric. Sesaat dia menyempatkan diri untuk memperhatikan Alaric yang kini sedang menyimpan barang-barangnya di atas meja, melepas jaket, lalu melenggang pergi menuju kamar mandi.

"Kalau bosen bisa nyalain TV," ujarnya sebelum benar-benar pergi meninggalkan Reina.

Reina mendengus. Alih-alih melakukan saran yang Alaric beri, gadis itu lebih memilih berkeliling untuk melihat setiap sudut ruangan Apartemen Alaric. Semuanya tertata dengan rapih, membuat Reina yakin bahwa Alaric adalah orang yang apik. Bahkan Reina sempat berdecak kagum ketika melihat isi kulkas yang penuh oleh bahan masakan. Apartemen ini benar-benar pantas ditempati.

Mata Reina berbinar melihat spaghetti di atas rak. Dengan tidak tahu malunya, Reina lantas menyalakan kompor dan mulai memasaknya. Tadi pagi dia hanya sarapan roti dengan susu hangat. Sekarang sudah masuk jam makan siang Reina, pantas saja ia merasakan perutnya yang mulai keroncongan.

"Ngapain?"

Reina tersentak kaget ketika seseorang bersuara di balik punggungnya. Buru-buru dia menoleh ke belakang. Netra matanya menemukan tubuh tegap Alaric dengan rambut basah yang tengah duduk di pantry. Reina meneguk ludah susah payah ketika Alaric menatapnya begitu intens dengan satu alis terangkat.

"Eh? Laper Kak, gapapa kan minta ini?" tanya Reina dengan cengiran tanpa dosa menghias wajahnya.

Alaric mengintip sekilas apa yang tengah Reina masak, padahal tadinya dia akan menyempatkan diri mampir ke restoran saat mengantar Reina pulang. Tapi jika Reina memang ingin makan di sini ya sudah tidak apa, jadi hemat pengeluaran juga.

Story of Reina [SELESAI]Where stories live. Discover now