BAGIAN 25: Sea And Memories

2K 239 21
                                    

Matahari pagi menyorot menyinari Ibu Kota. Langit Jakarta juga tampak cerah membuat dunia terlihat lebih bergairah. Tak ingin kalah burung-burung pun ikut berkicauan, menyorakan semangat di minggu pagi ini.

Tidak seperti pagi-pagi biasanya yang dipenuhi oleh kesibukan masing-masing, pagi kali ini tampak berbeda di kediaman Alaric. Orang-orang itu sibuk menyiapkan barang bawaannya untuk pergi liburan dadakannya. Ya, mereka akan berlibur di akhir pekan. Meski sekedar piknik ke pantai, setidaknya setiap minggu mereka selalu meluangkan waktu untuk kumpul keluarga.

"BUNDAAA!! LIAT TOPI PANTAI CIKA NGGAK?!" Teriakan menggelegar itu berasal dari Cika. Bahkan saking menggelegarnya tetangga samping rumah pun ikut tutup telinga.

"Ihh di mana sih," gerutu Cika sebal. Gadis itu sudah mengobrak abrik seisi lemarinya. Namun topi pantai itu tak kunjung dia temukan.

"BUNDAA-"

Duk!

"Nggak usah teriak-teriak!" kata Alaric. Sesaat setelah melemparkan benda yang Cika cari tepat mengenai wajah gadis itu. Cika mendelik dengan mulut yang menggeram kesal. Bisa kan diberikan dengan cara baik-baik? tidak usah dilempar juga!

"Makasih!" ujar Cika sinis, malah terdengar setengah tidak ikhlas.

"Cepet turun, udah ditunggu yang lain," ujar Alaric. Setelahnya dia kembali melenggang pergi hendak menemui anggota keluarganya lainnya yang tengah menyiapkan sarapan pagi.

"Ish! Masih pagi juga, Bang Al bikin bad mood aja!" ujar Cika entah kepada siapa. Dengan langkah ogah-ogahan dia pun mengekori Alaric yang sudah berjalan lebih dulu di depan sana.

"Dasar abang jelek!" maki Cika di belakang Alaric. Dia mengepalkan tangannya dan membuat gerakan seperti ingin memukul Alaric dari kejauhan. Namun tanpa sepengetahuan Cika, Alaric tiba-tiba berbalik membuat Cika langsung menurunkan tangannya. Senyuman manis penuh paksaan pun terbit di wajah gadis itu.

"Abang denger!" ujar Alaric ketus.

Cika mengerjap. "Hah? Denger apa? Cika nggak ngomong apa-apa tuh," ujarnya gelagapan.

"Abang gak tuli Cika. Tadi ngatain Abang jelek apa?" tanya Alaric. Mata Cika membulat sempurna.

"Eh? Emang Cika ngomong gitu ke siapa? Orang Cika bilangnya Bang Erlan, bukan Bang Al. Bang Al ngerasa jelek ya?"

Alaric memicingkan matanya. Menatap Cika penuh selidik. "Abang bilangin Bang Erlan mau?"

"Eh? Enggak! Jangan lah Bang, Cika bercanda doang. Abang Cika kan ganteng-ganteng. Nanti Bang Al Cika traktir deh, jangan dibilangin sama Bang Erlan," pinta Cika. Memasang mata puppy eyes nya di depan Alaric.

"Apa ngomongin Abang?" Erlan tiba-tiba datang dari belakang Cika. Tadi dia sempat mendengar namanya disebut-sebut dalam percakapan kedua adiknya itu.

"Cika ngatain lo jelek tuh Bang," ujar Alaric santai kepada Erlan. Alaric menatap Cika dengan senyuman smirk nya. Sedang yang ditatap menatap Alaric tajam.

"Bener Cika?" tanya Erlan memastikan. Cika meringis pelan di tempatnya. Tamatlah! Dia tidak akan mendapat tambahan uang jajan dari Abangnya.

"E-enggak! Bang Al ngarang tuh!" bantah Cika.

"Udahlah kalian jangan berantem terus kerjaannya. Ayo turun! Bunda nungguin tuh di bawah," lerai Erlan. Diantara tiga bersaudara itu Erlan memang yang paling dewasa. Selain karena dialah anak pertama, Erlan juga sudah berkeluarga. Kan gak lucu kalau kelakuannya masih kaya anak-anak.

Story of Reina [SELESAI]Where stories live. Discover now