23. Alfa "Maafkan aku."

427 145 57
                                    

ALFA POV
Malam ini entah mengapa aku benar-benar gelisah. Apakah ada yang terjadi menyangkut orang-orang yang aku sayangi?

Aku bangkit dari tempat tidur, lalu melangkahkan kakiku menuju kearah balkon. Tempat yang selalu ku datangi saat sedang gelisah.

Seperti saat ini, aku benar-benar gelisah. Kantukku-pun sepertinya takut untuk mampir karena pasukan gelisah ini terlalu merajalela didalam diriku sekarang.

Aku hirup udara malam ini, sejuk sekali rasanya. Hah, bukan sejuk lebih tepatnya dingin. Angin malam ini benar-benar dingin. Apakah sekarang sedang musim dingin ataukah memang udara setiap malam seperti ini.

Aku lalu mengambil kursi santai dibalik sopa kamar, lalu aku taruh dibalkon. Diatas kursi itu, yang aku lakukan hanyalah memandang langit malam ini.

Lumayan banyak bintang malam ini, lalu bulannya pun cukup indah juga untuk dipandang. Bentuknya seperti sebuah bibir yang sedang tersenyum.

Seketika memori ku langsung memutarkan ingatan-ingatan masa lampau ketika Byne sering menunjukkan senyumnya itu kepadaku.

Kegelisahan ku sedikit demi sedikit mulai berkurang ketika mengingat senyuman berharga itu.

Aku rindu mendapatkan senyum itu, sangat mustahil sekarang bagiku untuk mendapatkan senyumannya itu. Dapat melihatnya saja sekarang sudah sangat beruntung untuk diriku.

Byne apakabar ya?

Setelah pertemuan aku dengannya beberapa hari yang lalu, aku tidak bertemu lagi dengannya.

Sedang asik termenung dan hanyut dalam dunia fana, dering handphoneku berbunyi. Awalnya aku malas sekali untuk mengangkatnya, tapi setelah dipikir pasti telpon itu penting karena menelpon pukul segini.

Aku lihat nomornya, ini bukan dari ponsel pribadi. Ini berasal dari telpon rumah.

Aku mengangkat lalu aku mendengar suara seorang lelaki, yang mungkin tidak sebaya denganku.

"Iya selamat malam juga, anda siapa dan berkeperluan apa dengan saya?"

"Nak alfa, ini saya ayahnya Byne."

Aku kaget bukan main, tiba-tiba ayahnya Byne yang tak pernah menelpon ku, malam ini malah menelpon.

"Oh iya om, kenapa? apakah anda baik-baik saja?"

"Om baik-baik saja nak, om cuma mau nanya. Ada Byne tidak dirumah kamu? atau kamu tau tidak Byne dimana?"

"Loh om, emang Byne tidak ada dirumah? Saya tidak tau juga om, Byne dimana."

"Yaudah kalo gitu nak, makasih ya. Maaf nak ganggu malam-malam."

"Om, Byne sejak kapan hilang? dia kabur? Tidak coba dihubungin?"

"Tidak bisa dihubungi, sudah tanya temen-temannya juga pada tidak tau. Om khawatir dia bakal berbuat hal yang aneh-aneh."

"Yasudah kalo gitu, saya mau cari Byne dulu ya om."

"Jangan nak, ngerepotin kamu. Om gak mau kamㅡ."

"Saya sayang sama anak om, kalo begitu saya tutup ya om."

Bukannya tidak sopan, aku memaksa mencari Byne karena aku amat-teramat sangat khawatir.

Mungkin menurut kalian ini berlebihan, tapi bro? yasudahlah, kalian mungkin tak pernah merasakan apa yang aku rasa.

Pantas saja dari tadi aku gelisah, apa pertanda berita Byne yang hilang ini?

Aku tutup balkon kamar, lalu bergegas menuruni anak tangga dirumah ku. Benar-benar sepi, apakah semua penghuni dirumah ini sudah terlelap dalam alam mimpi mereka masing-masing?

Hiraeth.Where stories live. Discover now