K&Q S.2 - 20

Mulai dari awal
                                    

***

Queenza memeluk erat leher Kingsley seraya memejamkan mata saat lelaki itu mendarat. Queenza masih belum terbiasa dengan pendaratannya meski cukup menikmati saat di udara.

"Sudah kubilang aku punya rem yang bagus. Jadi jangan khawatir aku akan menabrak pohon," goda Kingsley.

"Tidak lucu." Queenza merengut seraya melepaskan rangkulan lengannya di leher Kingsley.

Sejak tempat itu dijadikan markas pertemuan rahasia Kingsley dan para pengikutnya, halaman rumah Jervis dijaga beberapa harpy berperawakan kekar dan sangar. Meski sama seperti rumah Queenza yang diselubungi lapisan pelindung, Jervis tetap menganggap keamanan sebagai prioritas.

Seperti biasa, para penjaga membungkuk memberi hormat pada Kingsley dan Queenza. Kingsley terlihat santai menerima penghormatan itu tapi Queenza tetap belum terbiasa. Dia tersenyum kikuk pada para penjaga sambil balas membungkuk.

"Ayo!" ajak Kingsley tak sabar sambil menautkan jemarinya di antara jemari Queenza.

Tiba di dalam, sudah banyak orang yang berkumpul termasuk anak dan istri Jervis. Chenna tersenyum manis pada Queenza. Aroma tubuhnya masih sama seperti harpy kebanyakan. Tapi keseluruhan diri Chenna sudah menyerupai manusia. Dia bahkan tidak bisa lagi berubah ke dalam wujud harpy yang asli.

Ya, itu pengaruh darah Queenza yang pernah diminumnya secara rutin untuk menyembuhkan luka akibat hukuman dari kaum guardian. Chenna sama sekali tidak menyesal. Dia malah bersyukur rasa sakit yang dideritanya selama berhari-hari akhirnya menghilang.

Sementara itu jauh dalam hati, Kingsley terus bertanya-tanya apa akibat menghilangnya kekuatan Chenna pada Queenza sendiri. Kalau dulu, efeknya langsung terlihat jelas. Kekuatan yang Queenza serap dari orang yang meminum darahnya langsung bisa Queenza gunakan sebagai kekuatannya sendiri. Tapi kini, tidak ada yang terjadi. Dan terkadang itu membuat Kingsley waswas seperti menunggu bom waktu.

Kingsley tidak berhenti berjalan karena ruang yang biasanya dijadikan ruang pertemuan ada di bagian belakang rumah besar Jervis. Yang membuat Queenza bingung, semua orang yang tadinya ada di ruang tamu dan ruang tengah mengikuti mereka berdua dari belakang, seperti pasukan yang siaga menjaga pemimpin mereka.

Ruang pertemuan yang dimaksud mirip ruang rapat dalam perusahaan. Ada meja panjang dan kursi-kursi yang berjejer. Mengingat banyaknya orang di luar, Queenza pikir tempat itu juga penuh orang. Tapi ternyata hanya dua orang di sana. Jervis dan satu lagi orang yang berdiri membelakangi pintu masuk, menatap taman belakang kediaman Jervis.

"Yang Mulia," Jervis langsung menyapa seraya membungkuk begitu menyadari kedatangan Kingsley dan Queenza.

Sementara itu orang yang masih membelakangi mereka tampak menegang namun tak membalikkan tubuh.

Kingsley mengangguk singkat sebagai tanggapan atas sapaan Jervis. Lalu dia menoleh ke arah Queenza, "Tunggu sebentar," kata Kingsley seraya melepas tangan Queenza yang digenggamnya dengan wajah yang tampak--penuh emosi.

Setelahnya dia berjalan mendekati orang yang masih membelakangi mereka semua lalu berhenti sekitar lima langkah dari orang itu.

"Awel," kata Kingsley lembut.

Mendadak tubuh tegang orang itu bergetar, lalu terdengar isak tertahanny.

Queenza mengerutkan kening bingung. Dan dia semakin dibuat bingung menyadari beberapa orang di belakangnya tampak meneteskan air mata, termasuk Chenna dan ibunya.

"Awel, berbaliklah!" kata Kingsley dengan nada tertahan, menandakan dia juga tak kuasa menahan emosi karena akhirnya bisa bertemu kembali dengan seseorang yang pernah ia anggap anak asuhnya.

Tangis Awel semakin keras saat dia berbalik lalu tanpa melihat wajah Kingsley langsung menjatuhkan diri, bersujud di depan Kingsley.

"Yang Muliaaaa..." tangis Awel terdengar menyayat hati. Dadanya sesak. Dia sempat pesimis dan berpikir Jervis salah orang. Tapi tadi, saat merasakan aura kuat yang dulu selalu berhasil membuatnya tenang dan aman, rasanya Awel tak sanggup menahan gumpalan emosi di hatinya.

"Awel, bangunlah." kata Kingsley tenang, meski matanya kini berkaca-kaca.

"Yang Muliaaa..." suara Awel kali ini bagai rintihan tak berdaya. Dia terus menunduk, menempelkan keningnya di lantai yang dingin sementara air matanya terus mengalir.

Kali ini Kingsley tak mengatakan apapun. Dia membungkuk dengan satu lutut menjejak lantai lalu memegang kedua bahu Awel, menariknya pelan agar bangkit.

Dengan tangis tersedu, Awel bangkit bersimpuh di hadapan Kingsley. Lalu tangisnya semakin keras saat ia mendongak menatap wajah Kingsley.

"Yang Muliaa...! Tolong jangan menghilang lagi seperti biasa dalam mimpi-mimpi hamba. Hamba tidak akan sanggup bertahan lagi."

"Aku tidak akan ke mana-mana." kata Kingsley dengan suara serak lalu memeluk Awel erat.

Queenza yang masih tidak mengerti apa hubungan mereka juga tak kuasa menahan air mata. Dia bisa merasakan betapa dekat ikatan mereka.

Tak lama kemudian, Kingsley melepas pelukan lalu tersenyum lembut. "Karena aku sudah di sini, kau bisa melepas benda aneh di wajahmu. Itu membuat wajahmu sangat kusut seolah perlu disetrika."

Tangis Awel kian menjadi. "Huaaa... ini keriput, Yang Mulia."

"Kau sangat tidak cocok dengan keriput itu, Awel. Tapi tidak apa. Sekarang akulah yang pantas jadi anak angkat. Bukan sebaliknya." Kingsley tersenyum lebar seraya menyeka matanya yang ternyata juga basah.

"Yang Mulia..." Awel tidak sanggup berkata-kata. Dia menatap wajah Kingsley dengan penuh kerinduan dan rasa hormat yang dalam. "Hamba pikir tidak akan pernah lagi bisa bertemu Anda, Yang Mulia. Hamba sempat hilang harapan, berpikir bahwa Anda tidak mungkin bangkit lagi, Yang Mulia."

"Tapi sekarang aku di sini, Awel."

"Dan masih terlihat seperti terakhir kali kita bertemu. Anda sama sekali tidak menua, Yang Mulia."

"Masih tampan, kan?" Kingsley menggerak-gerakkan alis yang mengundang tawa geli semua orang termasuk Awel.

"Tidak akan ada yang bisa mengalahkan ketampanan Anda, Yang Mulia."

Queenza memutar bola mata. "Jangan terlalu memujinya atau dia akan semakin sombong."

Suara itu membuat Awel mendongak tiba-tiba ke arah Queenza lalu terbelalak. Refleks dia bergerak ke depan Kingsley seolah menjadi tameng sementara Queenza dan yang lain tertegun tak mengerti.

"Sedang apa Ratu Dryad di sini?" mata Awel berkilat marah.

"Aku?" tanya Queenza bingung.

"Awel, tenanglah." Kingsley mencoba menenangkan.

"Hamba tidak bisa tenang di hadapan pembunuh Anda, Yang Mulia." Awel berkata dengan ketegangan yang kian meningkat.

Kingsley melihat wajah terpana Queenza lalu memegang pundak Awel. "Bagaimanapun dia permaisuriku."

"Tidak sejak dia menikamkan belati di dada Anda. Bagi kami para pengikut Anda, dia hanyalah Ratu Dryad si pengkhianat."

Terdengar suara terkesiap kaget dari beberapa orang di belakang Queenza. Sementara itu Quenza terhuyung selangkah ke belakang seolah ditampar.

"Aku... yang telah membunuhmu?" mata Queenza beradu dengan mata Kingsley, menuntut jawaban.

"Tidak dengan sengaja," tegas Kingsley seraya berdiri hendak menghampiri Queenza tapi lagi-lagi Awel menghalanginya.

"Yang Mulia, jangan dekat-dekat dengannya. Hamba tidak mau kehilangan Anda lagi." mohon Awel.

Namun perhatian Kingsley tak tertuju pada Awel. Tatapannya masih beradu dengan mata hitam yang kini tampak meneteskan air mata.

"Queenza..." panggil Kingsley pelan, berharap gadis itu tidak menjauh.

Namun Queenza semakin mundur. Air matanya kian merebak lalu dia berbalik, mengabaikan semua orang dan berlari cepat keluar rumah Jervis.

--------------------

~~>> Aya Emily <<~~

Kingsley & QueenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang