9b

150K 18K 594
                                    

Rabu (23.12), 05 Desember 2018

-------------------------

Mata Queenza terpejam rapat sementara bibirnya menyesap lidah Kingsley makin rakus. Erangan protes terdengar dari tenggorokannya saat merasakan Kingsley menarik diri, perlahan melepas tautan bibir mereka.

"Sudah, cukup." Kingsley berkata tegas seraya menyeka darah di bibir Queenza dengan ibu jarinya.

Perlahan Queenza membuka mata. Kali ini, manik mata hitam yang membalas tatapan mata biru Kingsley.

Queenza mengerutkan kening. Dia merasa seperti baru bangun dari tidur lelap. Pandangannya sedikit buram dan seolah mimpi dia mendengar suara samar Kingsley serta usapan lembut di bibirnya. Sekali, dua kali, Queenza mengerjap untuk memperjelas pandangannya. Dia semakin bingung melihat Kingsley di hadapannya dengan berlatar langit biru.

Bukankah jika dirinya baru bangun tidur, dia ada dalam kamarnya? Atau setidaknya dalam ruang tertutup dan bukannya luar ruangan?

"A—apa yang terjadi? Kita di mana?" tanya Queenza dengan nada ragu.

Kingsley melepas rangkulannya dari tubuh Queenza lalu melangkah mundur. Dia tidak berniat menjelaskan apapun saat ini karena itu akan memakan banyak waktu. Sementara ada hal lain yang lebih menarik perhatiannya.

"Tidak ada yang ingin kau jelaskan?" desak Queenza namun perhatian Kingsley terus tertuju pada tempat lain, di belakang Queenza.

"Papa!"

Seruan itu membuat Queenza menegang. Dia segera berbalik, turut menatap tempat yang sejak tadi menarik perhatian Kingsley.

"Siapa mereka?" tanya Queenza dengan nada ngeri. Dia beringsut mundur dan refleks memeluk salah satu lengan Kingsley.

Beberapa meter di depan mereka, tampak beberapa orang berkumpul mengerumuni sesuatu. Yang paling menarik perhatian adalah dua wanita yang berlutut di samping makhluk berwujud aneh yang tubuhnya dililit benang berwarna merah. Makhluk itu tampak mengerang kesakitan sementara kedua wanita itu menangis di sisinya. Ada dua orang lelaki juga yang tampak berusaha melepas benang merah itu.

Tak jauh dari mereka, makhluk berwujud aneh juga tampak menggeliat-geliat kesakitan. Tubuhnya diselubungi asap hitam. Dua orang lelaki ada di sisi kanan-kirinya, tampak berusaha menyingkirkan asap dari tubuh si makhluk aneh.

"Sebaiknya kita pergi dan tidak ikut campur urusan mereka," bisik Queenza memberi saran.

"Itu namanya tidak bertanggung jawab," tandas Kingsley. "Setidaknya selesaikan masalah ini sampai tuntas."

Bukan tanpa alasan Kingsley menjadi kaisar yang disegani para pengikutnya. Meski terkadang bisa bersikap kejam, dia selalu berusaha berlaku adil dan melihat masalah dari segala sudut pandang. Seperti saat ini, dia yakin pasti ada alasan khusus kenapa para harpy itu menyerang Queenza. Dia harus tahu dulu apa alasan mereka sebelum memutuskan hendak mengulurkan tangan atau menghabisi mereka.

Queenza tampak hendak membantah saat Kingsley berjalan mendekati kerumunan orang-orang itu. Tapi akhirnya dia hanya menurut sambil kedua tangannya masih memeluk erat lengan Kingsley.

Merasakan Kingsley dan Queenza mendekat, para lelaki anak buah Jervis yang juga berasal dari bangsa harpy langsung waspada. Mereka dengan berani membentuk pagar pelindung di depan tubuh Jervis dan Hendri. Sementara salah satu wanita—yang tampak lebih muda—bergegas menghampiri Kingsley dan Queenza lalu tanpa diduga, berlutut di depan mereka.

"Tolong, jangan bunuh Papaku." Kedua tangan wanita itu menyatu di depan tubuh dengan posisi memohon.

Kingsley diam sejenak, berusaha membaca ketulusan dalam nada suara dan sorot mata wanita muda itu. "Dia berusaha membunuh orang lain. Dan sekarang kau memohon untuk nyawanya. Beri aku satu alasan kenapa aku harus mengampuninya."

Kingsley & QueenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang