Titik Teduh #18

11.3K 1.6K 1K
                                    

Yeay!!! Udah update lagi aja. xD Berkat komen yang lumayan banjir di part kemarin, jadi update-nya semangat banget. *-*

Happy reading. Silakan tandain typo. *-*

***

Papa sedang meminum teh di meja makan saat Salena menuruni anak tangga. Sore ini Salena baru saja pulang dan berganti pakaian, dia ingin menemui Papa karena kemarin Papa bilang kalau malam ini beliau ditugaskan ke luar kota, NTT,  untuk meliput keadaan geografis di sana.

“Papa jadi berangkat malam ini?” tanya Salena. Dia menarik satu kursi dan duduk di hadapan Papa.

Papa menaruh cangkirnya, lalu mengangguk. “Selama Papa di sana, kamu bisa tinggal sama Mama. Nggak lama, cuma dua hari.” Beliau melirik jam tangan. “Kalau mau, Papa antar dulu kamu ke rumah Mama sekarang, biar kamu nggak sendirian di sini.”

Salena menggeleng. “Aku akan ke rumah Mama besok. Hari ini … aku mau lihat Papa berangkat.”

Papa tersenyum. “Papa janji akan cepat pulang.”

Salena mengangguk.

“Hanya tiga orang yang berangkat. Rencananya kami akan terbang ke sana dengan Eurocopter EC135,” jelas Papa.

“Oh, ya?” Salena biasanya tidak setertarik itu dengan cerita Papa tentang pekerjaannya.

“Biasanya kita akan menggunakan drone, kali ini kita juga memantau dari atas dengan helikopter.” Papa menceritakannya dengan antusias, berlanjut tentang pengalamannya meliput dari atas helikopter beberapa tahun yang lalu, berputar-putar mengelilingi pulau, memperhatikan detail geografis, flora dan fauna. Mata Papa tidak berhenti berbinar saat bicara, kentara sekali dia sangat menyukai pekerjaannya.

Suara bel terdengar. Kedatangan tamu di luar sana menghentikan cerita Papa, percakapan mereka. Salena berdiri, tapi Papa menahannya.

“Biar Papa saja.” Papa melangkah ke luar dari area ruang makan, dan setelah itu Papa tidak kembali lagi.

Salena penasaran dengan tamu yang baru saja datang. Itu pasti tamu untuk Papa, karena Papa akan memanggilnya untuk ke luar jika itu adalah teman Salena. Salena melangkah menuju ruang tamu, dan di sana dia melihat seorang wanita sedang berbicara pada Papa.

“Ya sudah, ini jaketnya dipakai ya, Bang. Hati-hati selama di sana.” Wanita itu bangkit dari duduknya, lalu sebelum melangkah ke luar rumah, dia memeluk Papa, menepuk-nepuk pundak Papa.

Saat wanita itu pergi, Papa melambaikan tangan, berteriak, “Hati-hati!” Kemudian beliau berbalik, melihat Salena yang berdiri, sedang menatap ke arahnya.

“Le?” Papa menghampiri Salena seraya menjinjing jaket pemberian wanita tadi. “Itu tadi ….”

Padahal Salena menunggu penjelasan Papa, tapi sekarang Papa malah diam, seperti kehilangan kata-kata.

“Sini.” Papa menarik tangan Salena, tapi Salena menepisnya pelan.

“Aku nggak tahu kalau selama ini Papa punya teman dekat. Perempuan.”

Papa tersenyum. “Le.”

“Ya?”

Papa mengusap wajahnya. “Oke. Papa harus siap-siap. Kita bicarakan ini nanti, sepulang Papa dari luar kota.” Papa berjalan melewati Salena.

ONCE (Titik Teduh) [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now