Titik Teduh #2

15.9K 1.7K 525
                                    

Agfa baru saja memarkirkan motor di carport sebelum suara deru mesin mobil di samping rumah membuatnya kembali melangkah ke luar pagar. Dia melihat Salena dan Tante Elya sedang membawa masing-masing satu koper berukuran sedang dan memasukkannya ke dalam bagasi.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Agfa membuat Salena dan Tante Elya menoleh.

"Udah selesai. Nggak banyak yang dibawa," ujar Salena.

"Eh, Fa? Tumben sore gini udah pulang?" tanya Tante Elya yang baru saja selesai menutup bagasi mobil.

"Iya, Tante." Pukul lima sore Agfa sudah sampai di rumah karena jadwa les hari ini tidak begitu banyak. Padahal biasanya dia baru akan sampai di rumah pukul tujuh atau delapan malam jika jadwal les lebih dari tiga mata pelajaran.

"Aku berangkat." Salena mengucapkannya dengan suara datar, seperti biasanya. Tidak ada raut yang menunjukkan rasa sedih atau bahagia. Entah apa yang menjadi alasan Salena untuk tinggal bersama papanya.

Agfa mengangguk. Melangkah mundur saat Salena membuka pintu mobil.

"Dah, Agfa." Tante Elya melambai-lambaikan tangan sebelum menutup kaca dan mengendarai mobil, menjauh dari tempat Agfa berdiri.

Agfa menurunkan tangannya setelah membalas lambaian tangan Tante Elya, dia berdiri, menatap mobil putih yang semakin lama terlihat semakin kecil. Salena hanya pindah ke Jakarta Pusat, Kawasan Cempaka Putih. Jarak rumah mereka sekarang sebatas Tebet-Cempaka Putih, Jakarta Selatan-Jakarta Pusat. Dan mereka masih berada di satu sekolah yang sama. Tidak ada ritual perpisahan yang berlebihan di antara mereka, walau mungkin hubungan mereka bisa dikatakan sangat dekat.

Memang, tidak banyak waktu yang biasa mereka habiskan bersama setiap harinya layaknya sahabat. Mereka juga tidak pernah berangkat bersama ke sekolah hanya karena rumah yang berdekatan. Setiap pagi Agfa naik motor ke sekolah, sedangkan Salena, jika tidak diantar mamanya, dia akan naik angkutan umum atau ojek online. Mereka tidak selalu bersama-sama setiap waktu, tapi mereka saling tahu apa yang dialami oleh masing-masing setiap harinya.

Agfa mengenal Salena sejak tujuh tahun yang lalu. Ketika dia dan keluarganya pindah ke rumah baru yang berada tepat di samping rumah Salena. Saat itu, usianya masih sepuluh tahun. Dia tidak berusaha mencari teman atau sahabat di lingkungan barunya, karena sejak meninggalkan rumah lama, dia memutuskan untuk tidak lagi memiliki sahabat. Dia hanya ingin fokus pada dirinya sendiri. Hidupnya, hanya untuk dirinya sendiri.

Namun, saat itu Agfa menemukan seorang anak perempuan di samping rumahnya berdiri di sisi jalan. Menatap sebuah mobil yang menjauh dari rumahnya dengan mata nyalang. Agfa menghampirinya, setelah itu dia tahu bahwa Si Anak Perempuan bernama Salena, dan apa yang Salena lakukan barusan adalah mengantarkan ayahnya pergi dari rumah, orangtuanya resmi bercerai.

Lama Agfa memperhatikan mata Salena yang berdiri di hadapannya. Jika yang baru saja dilepasnya adalah seorang ayah, Agfa pikir seharusnya Salena terlihat sedih, menangis seperti yang dilakukan anak perempuan kebanyakan. Namun, tidak, sorot mata Salena tidak menunjukkan perasaan apa yang sebenarnya dia rasakan. Tidak sedih? Atau mungkin sudah lelah bersedih?

Sejak saat itu, Agfa merasa bahwa mereka ... sama.

Ketika mobil Tante Elya sudah lenyap dari pandangannya, Agfa memutuskan untuk kembali melangkah masuk ke rumah. Ia menghirup kembali udara di dalam rumah yang tidak begitu disukainya.

Langkahnya terayun cepat melewati ruang tamu dan berhenti di ruang keluarga saat sebuah potongan lego berwarna kuning terlempar dan menabrak samping kakinya. Agfa menoleh ke arah karpet di depan tv, ada Agra yang sedang duduk di sana sambil menyengir ke arahnya.

ONCE (Titik Teduh) [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now