#23

649 57 10
                                    

Sudah beberapa hari sejak malam itu dan Jihoon masih belum bisa menerima jawaban Yena yang benar-benar membuat hatinya hancur. Walaupun sudah memperkirakan, tetap saja penolakan Yena begitu terasa sangat menyakitkan bagi Jihoon. Selama ini, pemuda itu selalu menjaga hatinya untuk tetap mencintai Yena tapi semuanya sia-sia dan sekarang ia paham, sesakit apa rasanya patah hati.

Jihoon mengusap wajahnya dengan kasar, hidungnya yang memerah membuatnya terlihat seperti orang yang terkena flu.

“Jihoon-ie, kau baik-baik saja?” Ny.Kim masuk lebih dalam ke kamar Jihoon. Dirabanya kening sang anak, tidak terlalu panas tapi wajah Jihoon sangat pucat membuatnya bertambah khawatir. Semalam dia sudah mengajak Jihoon ke dokter dilihat dari kondisinya yang sekarang, Jihoon tidak terlihat lebih baik dari kemarin “besok ujian akhirkan? Kau harus segera lekas sembuh.” Ujar Ny.Kim, diliriknya nakas kecil disamping tempat tidur Jihoon. Bubur ayam yang dibuatnya sudah mendingin, Jihoon lagi-lagi tidak memakannya.

“Buburnya belum dimakan, bagaimana kau bisa meminum obat?” Ny.Kim menatap anaknya dengan iba. “Mama akan membawakan bubur yang baru, makan ya?”

“Mama … “ Jihoon menahan lengan ibunya, dia membenarkan posisi duduknya.

“Ada apa?”

“Apa mama pernah merasakan patah hati?”

“Patah hati? Patah hati karena cinta?” Ny.Kim tersenyum, dia duduk disamping Jihoon, mengelus kepala sang anak dengan lembut. “Jadi, kau sakit seperti ini karena kau patah hati?” tebak sang ibu, Jihoon tak menjawab karena merasa malu untuk mengakui itu.

“Sayang, Jihoonku. Kau masih terlalu muda untuk merasakan patah hati karena cinta. Memangnya siapa sih yang membuat jagoan Mama patah hati?”

Jihoon menggelengkan kepalanya sambil mengulum senyum, mendapat pelukan dari ibunya membuat Jihoon merasa tenang.

“Jihoon, percayalah dengan kata-kata ini.” Ny.Kim memegang kedua pipi Jihoon dan menatapnya penuh kasih sayang. “Kau boleh menyukai orang lain, tapi kau tidak bisa memaksanya untuk memiliki perasaan yang sama denganmu, percayalah jika dia jodohmu di masa depan, sekeras apapun dia menolakmu, dia akan tetap menjadi milikmu.” Ny.Kim tentu tidak mau melihat anaknya patah hati terus menerus. Dia juga tidak mau memberikan harapan terlalu besar. Dia hanya ingin anaknya bahagia dan menikmati masa mudanya tanpa air mata.

“Jadi, untuk sekarang lebih baik kau lupakan patah hatimu itu, masih banyak kebahagian yang kau lewatkan saat patah hati. Sudah ya, jangan bersedih lagi. Mama paham dan mengerti dengan kondisimu saat ini tapi, waktu terus berjalan sayang, kau tidak mungkin tetap seperti ini terus menerus. Kau masih muda, kau sangat tampan, kau juga berbakat. Jangan hanya terfokus pada seseorang Jihoon-ie, Mama yakin, di luar sana masih banyak orang yang menyukaimu, untuk sekarang kau lebih baik berfokus pada sekolahmu.” Melihat Jihoon terdiam, Ny.Kim melanjutkan ucapannya. “Itu hanya saran dari Mama, bukankah kau ingin melanjutkan sekolahmu ke Jerman? Kalau kau terus terpuruk karena patah hati seperti ini, impianmu itu hanya akan menjadi angan-anagan, kau tidak mau itu terjadikan?” Pembicaraan ibu dan anak itu terhenti saat pintu kamar Jihoon terdengar diketuk.

“Jihoon!” Samuel melongokkan kepalanya ke dalam kamar tak lama Guanlin dan Seonho juga ikut melakukan hal konyol yang sama, Ketiganya masuk bersamaan, Jihoon berusaha untuk tertawa agar mamanya tidak khawatir dengan kondisinya sekarang. Lagipula apa yang dibicarakan mamanya tadi memang benar, hidup Jihoon tidak akan berguna jika terpuruk terus menerus.

Hi Boy! [Baejin x Yena x Jihoon] Full VersionWhere stories live. Discover now