Agara -23

1.4K 75 3
                                    

Rara menundukan pandanganya ketika melewati beberapa seniornya di lorong sekolah. Meskipun ia sudah memakai masker untuk menutupi wajahnya, tapi tetap saja ia menunduk. Takut katanya.

Sebenarnya Rara sedang memikirkan cara ia pulang. Aron bilang ia tidak bisa menjemput karena ada urusan mendadak. Meskipun Rara tau Aron ada urusan, tetap saja hatinya dongkol pada Aron. Bagaimana bisa Aron mengantarnya tapi tidak menjemputnya.

Rara berhenti sebentar, duduk di bangku taman sekolah. Sebenarnya bisa saja ia meminta Agam mengantarnya pulang, tapi Agam tengah berkumpul dengan teman-temanya saat ini untuk membahas buku akhir tahun. Sementara Gea sudah di jemput jauh beberapa menit yang lalu. Rara sedikit menyesal menolak tawaran Gea untuk pulang bersamanya.

Rara menghembuskan napasnya. Ia cukup lelah hari ini.

"Oy, Ra!"

Rara yang terkejut auto nengok.

"Ihhhh kak Revan, paan sih nganggu aja" Rara sebal. Jelas saja. Revan menganggu aktivitas binggungnya.

Seperti biasa. Revan selalu tertawa terbahak ketika melihat Rara marah. Menyebalkan.

"Ngapain Lo disini diem-diem baek?"

"Mikir!"

"Gue tanya baik-baik elah, Napa malah lu jawabnya ngegas bener"

Rara menghembuskan nafasnya kasar.

"Maksud Rara, Rara lagi mikir kak Revan"

"Ohhh ngomong dong."

Revan mengambil duduk disebelah Rara. Sesekali melirik Rara yang sibuk memainkan handphonenya.

"Paansih liat-liat. Kepo huu" Rara menjulurkan lidahnya mengejek.

"Biarin."

Revan memandang kedepan sebentar. Kemudian berbalik menghadap Rara lagi.

"Lo nggak pulang?"

"Nanti''

"Kenapa nanti?"

"Ishhh kepo banget sih" Rara mulai jengkel dengan Revan yang sangat ingin tau itu.

"Lo nungguin Agam?"

"Engga"

"Terus ngapain? Gapunya duit buat balik?"

"Bukan"

"Gue anterin deh"

"Gausah"

"Masih mau duduk gaje disini?"

"Hmm"

"Lo belum sikat gigi 3 hari ya?"

"Ihh engga!!"

"Terus kenapa singkat banget ngomongnya"

"Kalau panjang namanya bukan ngomong, tapi kultum"

Revan tertawaa, membuat Rara binggung. Sebenarnya Revan ini gila atau apa? Kenapa dia tertawa sendiri seperti orang gila. Atau jangan-jangan Revan sedang sakit?

Rara meletakan punggung tangganya ke kening Revan.

'tidak panas'

Rara melakukannya sekali lagi.

'tetap tidak panas'

'atau jangan-jangan kak Revan ga sakit panas, tapi sakit jiwa'

Rara bergidik ngeri dengan pemikirannya itu.

Revan yang melihat kelakuan Rara mulai paham dengan maksud Rara. Revan menepis tangan Rara.

"Gue ga sakit, bego" Revan mendorong kening Rara dengan telunjuknya. Membuat Rara berdecak sebal.

"Lo pikir gua gila apa sampe lo cek gitu"

"Bisa aja kan Kakak gila"

"Enak aja Lo, orang ganteng kaya gue dibilang gila. Yang ada malah gue bikin cewe tergila-gila"

Oke, fiks. Revan memang gila.

"Paansih Kak aneh banget deh dari tadi"

"Aneh gimana?"

"Ga kaya biasanya aja"

Revan memfokuskan dirinya pada Rara.

"Gue tambah ganteng ya?"

Rara tersedak ludahnya sendiri. Mendengar ucapan Revan tadi membuatnya ingin mual saja. Sejak kapan Revan jadi orang yang over P-D seperti bang Jin BTS?

"Ga usah ngarep deh" Rara memutar bola matanya malas.

"Gue cuma mau berubah jadi orang yang asik aja, jadi orang lain ga canggung sama gue. Selama ini orang-orang terutama junior kalo ngomong sama gue kaya ngomong sama kepala negara aja. Formal bangettt"

Rara mendadak tertawa mendengar pengakuan Revan.

"Ya gimana pada ga formal, muka kakak aja dingin gituh, ya jelas junior pada takut lah?"

"Dingin? Masa sih?"

"Iya, muka Kakak itu menjelaskan seakan-akan Kakak cuek orangnya. Padahal mah engga"

"Jadi karena wajah gue dingin ya? Lain kali gue kalau jajan bukan es teh lagi lah, ganti teh panas, biar ga dingin lagi muka gue. Ya kan ,Ra?" Revan menaikan sebelah alisnya.

Dan lagi-lagi Rara memutar bola matanya malas.

"Serah lu, Kak"

Kemudian mereka tertawa. Bukan karena hal tadi. Tapi karena ada junior yang melewati Revan dengan sangat menunduk, yang bahkan tidak bisa di kategorikan menunduk lagi karena tubuhnya sampai Condong hampir 90° ke bawah. Seberapa menakutkan kah Revan di mata orang itu. Entah Rara juga masih terheran-heran.

"Pulang yuk gue anter" ajak Revan tiba-tiba.

"Engga ah pesen ojek online aja nanti"

"Kenapa? Lo takut sama Agam?"

"Bu..bukan gitu. Gaenak aja" Rara gugup. Sebenarnya dugaan Revan benar. Rara takut Agam tau.

"Udah santai aja, lagian siapa suruh Agam nggak nganterin Lo"

"Ta..tapi-"

"Udah buruan"

Revan menarik tangan Rara menuju mobilnya. Dan memasukan Rara kedalam mobil secara paksa karena Rara terus saja tidak enak hati. Rara sebenarnya ingin menolak lebih keras, tapi apa saya Rara tetap saja tidak bisa. Revan memiliki sifat sebelas dua belas dengan Agam. Pemaksa dan sulit dibantah. Jadi lebih baik Rara menurut.

"Are you ready, Raisya?"

"Ready!!!" Jawab Rara semangat.

Kemudian Revan menginjak pedal gas-nya dengan senang. Akhirnya ia bisa satu mobil bersama Rara, lagi.

.

.

Dan disisi lain. Dalam sebuah mobil hitam, seseorang sedang memperhatikan mobil Revan yang kian menjauh dari pengelihatannya. Sudah dari tadi ia memperhatikan Rara dan Revan. Sejak Revan menghampiri Rara. Seseorang yang masih berbalut seragam sekolah itu tersenyum kecut.

'Gimana bisa Lo tersenyum begitu bebasnya dengan Revan, Ra?'

Dan masih dengan senyum kecutnya ia menatap kosong pemandangan dihadapannya.

'Lo ga nepatin janji Lo untuk ga deket-deket Revan lagi, Ra'

Agam melajukan mobilnya cepat, seperti kilat yang menembus pagar sekolah.


🌛 Agara 🌛..

Nb : jangan  lupa votenya temen temen. Hargai karya kami dalam Bentuk vote ya :)

Agaraحيث تعيش القصص. اكتشف الآن