Agara -20

1.5K 79 9
                                    

"Udah dibilangin hati-hati kalo makan". Titah Oma saat melihat Agam batuk-batuk karena tersedak makanannya sendiri.

Rara dengan sigap memberikan minum kepada Agam karena khawatir.

"Agam terlalu bersemangat makan makanan buatan Oma. Udah lama banget Agam ga makan buatan Oma". Jawab Agam yang hanya dibalas gelengan heran sang Oma. Memang sudah sekitar setengah tahun lebih Agam tidak berkunjung ke rumah itu. Bukan karena ia tak peduli pada Oma, tapi, terlalu banyak kenangan yang tersimpan manis di tempat itu. Membuat Agam teringat kenangan-kenangan indah keluarga kecilnya. Saat masih ada sosok ibu, dan sosok Athalla di kehidupannya.

Oma membersihkan mulutnya dengan tisu makan. Kemudian meneguk habis setengah air di gelas, yang disusul dengan masuknya beberapa pil obat ke mulutnya.

Jam menunjukkan pukul setengah satu siang. Di jam tersebut seharusnya Oma beristirahat agar obatnya bisa bereaksi dengan sempurna. Tapi melihat cucunya ada mengunjunginya, membuat ia merelakan waktu istirahatnya. Jarang-jarang Agam datang.

Agam berdeham. "Oma, Oma istirahat ya, ini jam Oma istirahat kan?"

Oma mengangguk. Kemudian menyanggah.

"Oma tidak melulu harus istirahat siang Agam. Oma tidak papa".

"Oma, tapi dokter menyarankan untuk Oma istirahat teratur. Nanti kalau sakitnya ga sembuh-sembuh gimana?. Oma tidur ya, Agam temenin sampe Oma bener-bener tidur".

Oma mengangguk pasrah. Bagaimanapun juga Agam benar. Ia sangat ingin sehat kembali dan terlepas dari kursi roda.

Agam mendorong kursi roda ke arah kamar bernuansa monochrom. Dan mengendong Oma dari kursi roda menuju ke ranjangnya. Agam mengusap lembut ujung kening dan kepala Oma.

"Agam. Oma minta, kamu perbaiki hubungan sama papa kamu ya, Nak. Papa kamu pasti ga berniat melakukan itu semua. Lagi pula, Papa menikah lagi itu memang hak nya. Papa juga butuh orang yang sanggup merawat dia selain kamu yang bahkan ga peduli sama kehadirannya. Oma mohon sama kamu, Agam. Jangan buat Oma sedih mikirin keadaan kalian".

Agam menghembuskan nafasnya perlahan. "Oma. Maafin Agam. Untuk saat ini Agam gabisa. Tapi Agam janji, Agam ga akan buat Oma sedih lagi. Agam pasti perbaiki semuanya. Tapi, Agam butuh waktu yang tepat, Oma. Dan sekarang belum waktunya".

"Yasudah. Oma pegang janji kamu".

Agam mengangguk pasti. Meskipun belum pasti ia akan melaksanakan janjinya itu. Itu terlalu sulit dilakukan. Bahkan terlihat mustahil bagi Agam.

"Sekarang Oma istirahat ya". Agam menutupi sebagian tubuh Oma dengan selimut. Kemudian sekilas mencium kening Oma. Membuat Oma tersenyum karena perlakuan manis Agam. Agam tidak berubah.

Agam duduk disamping ranjang Oma sembari melihat fokus perempuan lanjut usia di depannya itu. Usianya semakin hari semakin bertambah. Namun, itu juga menandakan bahwa usianya semakin hari semakin berkurang. Jujur. Agam belum siap kehilangan orang dihadapannya itu. Cuma Oma satu-satunya orang dalam keluarga yang Agam sayangi saat ini. Dan ia tak mau Oma pergi menyusul orang-orang tersayang Agam lainya untuk bertemu sang pencipta. Agam dalam diam memohon kepada Tuhan untuk menjaga Oma itu agar tetap disisinya. Setidaknya. Sampai hubungan Agam dengan orang itu membaik. Ya, dengan Papanya.

Tak terasa setetes air mata dengan cepat membasahi pipinya. Dengan cepat pula Agam mengusap air mata itu. Ia tak boleh menangis di hadapan Rara. Meskipun sejujurnya hatinya sangat sakit saat ini. Namun, biarlah saja ia dan hatinya yang merasakan hal itu. Dan menyimpan hal itu dalam-dalam agar Rara tidak khawatir dengan keadaannya.

Agam menutup perlahan pintu kamar. Dan kembali ke meja makan menemui Rara. Tapi setelah ia sampai, tidak ada Rara disitu. Dimana Rara?.

Agam dengan binggung mencari Rara di seluruh ruangan di rumah besar itu. Tapi hasilnya nihil. Padahal seharusnya, Rara ada disana. Ia mulai mengacak rambutnya frustasi. Ia juga tidak menemukan sosok Bi Inah. Membuat Agam semakin binggung mau cari kemana lagi.

AgaraWhere stories live. Discover now