36| Bab 15: Langit

43 10 0
                                    

Selanjutnya, kami semakin dibuat kaget oleh informasi yang didapat Ayu. Gadis itu diam-diam titisan Sherlock Holmes dan Detektif Conan. Dari pengamatan yang dilakukannya, ia menyimpulkan bahwa Nathalia dan Nathaniel adalah kakak-beradik.

"Serius? Iya juga ya, nama Nathalia juga pake nama belakang Sanjaya. Kok gak ada yang pernah ngomongin ini sih?" Wajah lurus yang sedari tadi setia terpajang di wajahnya lenyap. Ia mulai menunjukkan ekspresi yang beragam. Seperti saat ini, ekspresinya terlihat lebih hidup dengan kernyitan dalam dan tatapan raut kaget yang normal.

Biasanya jika ia senyum, kaget, marah, senang, sangat jarang ekspresinya berubah banyak. Butuh ketelitian untuk mengindikasi apakah itu senyum, membelalak, dan lainnya. Walau terkadang suka kelepasan dan ekspresinya malah terlihat lucu. Namun kali ini normal. NORMAL. Tidak berlebihan, tidak juga terlalu minim.

Ayu kembali bercerita bagaimana ia mengetahui informasi itu. Dan ternyata, gadis itu benar-benar seperti detektif, ia mengikuti Nathalia pulang, lalu mengintainya dari sebuah warung bakso di depan rumah Nathalia. Menurut cerita yang kudengar dari gadis itu, rumah Nathalia berupa ruko yang menjual obat-obatan herbal, dan di sekelilingnya tentu juga berupa ruko yang menjadi tempat berdagang berbagai macam barang atau makanan.

Setelah menunggu sesuatu yang tak pasti sambil aji mumpung makan bakso di sana, Ayu melihat Nathaniel datang dan menyalami seorang laki-laki paruh baya---seperti yang dilakukan Nathalia sebelumnya. Dengan begitu Ayu menyimpulkan bahwa itu adalah bapak dari mereka berdua. "Gak mungkin kan mau beli obat harus cium tangan dulu," dengan tampang sok serius, gadis itu mengungkapkan temuannya dengan pongah.

Walau sedikit kagum, sebetulnya aku masih ada sedikit kecurigaan dengan Ayu. Maksudku, aku tak terlalu mengenalnya dan selalu ada kemungkinan dia berbohong walau sangat kecil bukan?

Bagaimana jika ini semua perbuatan dia dan Nathalia itu, lalu mereka berniat menjebak Bintang menjadi kambing hitam. Apalagi dari informasi yang kami dapat, pelakunya bernama Ayu. Meskipun itu masih asumsi kami saja karena belum adanya bukti---hanya berdasarkan pernyataan dari Kak Valen yang juga kurang yakin akan kebenaran hal tersebut.

Namun aku tak bisa menyatakan ketidaksetujuaannku. Bintang terlihat sangat percaya pada Ayu. Lagi pula dari ekspresi gadis itu saat acara termehek-mehek tadi, sepertinya ia cukup tulus. Jadi tak apalah, hanya saja aku akan tetap berhati-hati dan mengawasinya.

"Jadi apa yang harus kita lakuin sekarang?" Aku bersuara setelah sekian lama menjadi pendengar setia.

"Kayaknya kita harus tetap ngikutin rencana Ayu buat deketin Nathal."

"Aku setuju. Tapi, gimana kalo kita buat daftar tersangka dulu sekarang. Biar bisa lebih waspada ke orang-orang tersebut."

Bintang mengangguki usulanku, sementara Ayu terlihat tengah memikirkan sesuatu.

"Gimana cara buat daftar tersangkanya?" tanya gadis itu.

Aku melihat Bintang, meminta persetujuan untuk menceritakan apa yang kami dapat tadi. Bintang pun mengangguk dan dengan senang hati aku menceritakan semuanya kembali. Aku juga ingin melihat bagaimana reaksi gadis itu saat tahu informasi yang kami dapat. Seperti dugaanku, ia tampak kaget dan langsung membela diri di hadapan Bintang.

"Bukan aku Bi, sumpah. Kalo itu memang aku, bukannya lebih baik sekarang aku diam aja ya, daripada harus susah payah gini minta maaf."
Dengan pengertian Bintang mengangguk, pertanda ia memercayai sahabatnya itu.
Aku cukup sependapat dengan pembelaannya tadi. Memang lebih baik ia sekarang diam saja kalau memang ia pelakunya. Toh, Bintang sudah menjadi yang tertuduh. Kecuali ada rencana lain untuk menjebak Bintang agar bukti-bukti menunjuk padanya, karena selama ini berita itu statusnya hanya gosip. Gosip yang dengan bodohnya orang-orang langsung percayai tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu.

Fomalhaut the Lonely Star (TAMAT)Where stories live. Discover now