10| Bab 4: Bintang

101 21 0
                                    

☆★🌟★☆

"Heh, cewek muka tripleks, sini kau!" si Ayam berteriak sampai urat-urat di lehernya keluar.
Sontak saja semua perhatian orang di sini mengarah padanya. Bahkan tanpa sadar, bola yang tadinya berada di kaki Kak Niel sudah diambil oleh lawan. Seketika dia terlihat kikuk, mungkin tidak sadar teriakannya bisa sekencang pedagang yang ngomong pakai toa.

Tapi, tunggu sebentar! Apa katanya tadi? Muka tripleks? Aku merasa tertohok dengan kata-katanya itu?

Namun yang lebih aneh, mendadak suasana jadi hening. Kukira mereka hanya akan menoleh sebentar kemudian melanjutkan kegiatan masing-masing. Akan tetapi semua kegiatan di lapangan futsal malah terhenti---termasuk orang yang merebut bola dari kaki Kak Niel. Begitu pula dengan teriakan histeris cewek-cewek.

Sepertinya semua tertarik dengan apa yang hendak si Ayam lakukan sekarang. Tapi apa yang mau ia lakukan? Perhatian yang diberikan orang-orang ini terasa terlalu berlebihan. Apa ada berita mengejutkan tentangnya yang baru terungkap? Seperti: si Ayam baru diangkat anak oleh Angelina Jolie, misalnya.

Beberapa bisikan terdengar olehku. Dapat kudengar kata-kata seperti: nenek-nenek, ayam, dan hal lain yang terdengar familier.
Dengan wajah yang terbilang seperti menahan BAB, ia berjalan lalu berdiri di depanku. Matanya menatapku lekat-lekat, seolah mengatakan "tatap mata saya" padaku.

"Kamu kan yang nyebarin fotoku?"
"Foto?"

Apa maksudnya?

"Iya, yang di tempat potong ayam itu. Dengar ya, apa yang kamu tulis itu gak bener! Kamu juga tau kan aku cuma mau nolong nenek itu karna kandang ayamnya jatuh mau nimpa dia!"

"Iya, aku tau kok."

"Hah?" Si Ayam terlihat kaget. Lagi pula, memangnya aku nulis apa?

"Jadi kamu tau dan tetap nyebar berita bohong itu?"

Berita bohong apa sih?

"Maksudnya?"

"Gak usah sok-sokan gak taulah kamu! Jelas-jelas kamu yang ngambil fotoku. Ya, pasti kamu juga yang nyebarin!" tuduh si Ayam. "Aku tau kamu juga...." Ia tak melanjutkan kata-katanya, tampak seperti sedang memikirkan sesuatu.

"A-apa?" Astaga, kenapa lagi ini? Suaraku tiba-tiba bergetar.

Samar-samar kudengar orang-orang di sekitar kami berbisik tentangku---yang aku sendiri tidak paham dengan ucapan mereka.

"Ngambil foto candit orang itu creepy tau gak! Dasar maniak aneh!"

Aku merasa tanganku gemetar tanpa alasan yang jelas. Tak pernah sekali pun aku dibentak-bentak di depan umum seperti ini. Apalagi tuduhannya adalah sesuatu yang aku bahkan tak ketahui. Aku terdiam beberapa saat, berusaha mengingat-ingat apa yang sudah kulakukan. Tidak mungkin aku mengidap GKG (Gangguan Kepribadian Ganda) kan? Tanpa kusadari kepribadianku yang lain telah menyebarkan foto itu.

Aku ingin membuat pembelaan, tapi mulutku seperti diberi lem perekat. Semakin lama, suara-suara gunjingan itu semakin jelas terdengar dan membuatku takut. Sejurus kemudian aku berlari menjauh dari sana.

***

Aku menelungkupkan pipi kiriku di atas meja sambil memandangi tembok di samping tubuhku. Sesekali aku memejamkan mata, kemudian membukanya kembali.

Kenapa bisa seperti ini? Aku bukanlah orang yang hobi mencari sensasi. Malah aku lebih memilih untuk menjadi orang yang diabaikan saja. Namun gosip aneh sepertinya suka sekali menjadikanku inangnya. Sekarang bahkan lebih parah lagi, aku tidak tahu masalahnya apa.
Aku berusaha untuk tidak menarik perhatian sejak kejadian waktu SMP dulu. Saat itu sedang berlangsung mata pelajaran olahraga, guru yang mengajar tidak datang sehingga menjadi jam bebas. Di waktu bersamaan, kakak kelas kami juga dalam mata pelajaran yang sama. Kelas IX-1, kelas unggulan.

Aku berjalan hendak kembali ke kelas bersama seorang temanku---melewati lapangan voli. Seperti kisah-kisah di film dan novel, seorang kakak kelas melakukan servis eror dan bola itu mengenai dahiku. Cukup keras sampai aku terjengkang ke belakang.

Kurasakan dahiku berdenyut hebat, dan mataku perih karena letak jatuhnya bola tak jauh dari situ. Samar-samar aku melihat seseorang datang menghampiriku. Wajah tampannya terlihat sangat khawatir, membuatku sempat tertegun beberapa saat ketika melihatnya.
Ia menjongkokkan tubuhnya di hadapanku. "Kamu gak pa-pa?" tanyanya.

Aku tidak langsung menjawab. Sesaat setelah ia mengernyitkan dahinya, baru kujawab pertanyaan itu, "Iya, Kak, gak pa-pa kok."
Ia tersenyum. Senyum termanis yang pernah kulihat. "Maaf, ya." Tangan kanannya sudah mengelus pelan dahiku. Senyum dari wajahnya belum juga hilang.

Tak lama ia menegakkan badan, lalu mengulurkan tangannya ke arahku. Sempat hening beberapa detik, sebelum aku menyambut tangan hangat kakak itu. Bagi cewek superbiasa dan super-tidak-terkenal seperti aku ini, itu tuh, rezeki banget. Ada cogan berbaik hati menambahkan pengalaman indah bak cerita-cerita di novel. Jujur saat itu aku suka, ya, aku suka kakak itu.

Kemudian aku pun mencari tahu siapa dia, tapi yang kudapat hanya nama serta kelasnya. Namanya Rey dan tentu dari kelas IX-1.
Aku tidak pernah bertemu dengannya selain jam olahraga. Mungkin karena letak kelas kami yang sangat berjauhan. Selain itu, kelas Kak Rey juga lebih dekat jika masuk dari gerbang kedua. Sementara aku harus masuk dari gerbang pertama untuk ke kelas.

Kak Rey benar-benar misterius. Setiap hari aku selalu menanti hari Sabtu. Bukan untuk menyambut malam Minggu, tapi untuk melihat Kak Rey di pelajaran olahraga.

Aku senang. Karena apa? Karena kukira Kak Rey membalas perasaanku. Ia selalu membalas senyumku, juga tak segan untuk menyapa terlebih dahulu. Siapa yang tidak ge-er?
Sampai tiba suatu hari aku menyatakan perasaan melalui untaian kata-kata di atas kertas---sok puitis. Intinya, aku mengirim surat ke Kak Rey.

Selepas melihat Kak Rey bergegas kembali ke kelasnya, dengan sigap langsung kuhampiri dia. Kuberikan surat itu padanya. Awalnya ia mengernyit. Namun, akhirnya senyum itu mengembang.

"Buat aku?" tanyanya.

Tentu langsung kubalas, "Iya." Beserta sebuah anggukan kecil.

Malu-malu kulihat kembali wajahnya. Matanya berpendar indah memerhatikan surat itu.

"Bagus amplopnya."

Sontak rona di wajahku semakin jelas. Senyum juga tidak sungkan kusunggingkan selebar mungkin.

***

Rabu, 14 November 2018

Minggu, 30 Desember 2018(revisi)

Dark Peppermint

Fomalhaut the Lonely Star (TAMAT)Where stories live. Discover now