♥Ramon "Chapter 34"♥

Start from the beginning
                                    

"Arsya masih lupa sama kejadian ini. Tapi kenapa aku harus inget. Kenapa gak amnesia aja selamanya?? Kenapa???!!"

     Teriakan Raya berhasil membuat mamanya memasuki ruangan.

"Kamu kenapa, nak?" tanya mamanya panik dan cemas.

"Kenapa, ma? Kenapa aku harus inget itu lagi, kenapa ingatan aku harus kembali lagi?" racau Raya tak karuan.

"Raya, sedari awal dokter sudah memperkirakan kalau ingatan kamu bisa kembali kapan aja. Mungkin, sekarang adalah waktunya." ucap mamanya menenangkan.

"Ma, Raya ngerasa bersalah. Raya yang salah. Raya yang bikin kita berdua kecelakaan waktu itu." ujar Raya sedih.

"Udah sayang. Kamu jangan terus terusan nyalahin diri sendiri. Yang berlalu biarlah berlalu. Mama tau kamu pasti ngerasa bersalah, tapi semua sudah terjadi. Dan itu sudah lama sekali. Kamu harus membuka lembaran baru. Lanjutkan kisah cinta kamu bersama Mondy, bukan kisah cinta Aurel dan Arsya." ucap sang mama menasehati lalu memeluk Raya erat.

      Raya hanya bisa membalas pelukan mamanya tak kalah erat. Berusaha menerima masa lalunya yang telah kembali ia ingat, walaupun sebenarnya ia berharap tak akan pernah ada kejadian itu.

*****

       Mondy menatap Alva tak percaya.

"Lo serius?" tanya Mondy

"Serius lah. Gue juga gak nyangka sih. Segitu cintanya dia sama lo, sampai rela ngelakuin tindakan kaya gitu." jawab Alva tak habis pikir.

"Itu sih bukan cinta. Dia cuma terobsesi sama gue." sangkal Mondy dengan wajah mengeras dan tatapan tajam menatap luruh ke depan.

      Alva yang tadinya sedang menyedot minumannya beralih menatap Mondy dan cukup bergidik dengan ekspresi Mondy.

"Sekarang dia dimana?" tanya Money dingin bahkan tanpa menatap Alva.

"Kantor polisi lah. Masa iya di hotel." jawab Alva sedikit bercanda untuk mencairkan suasana.

"Gue mau dia dihukum seberat-beratnya." tegas Mondy.

"Gue gak ngerti gituan sih. Mungkin kalau lo tuntut dia, hukumannya bisa dipercepat." saran Alva

"Gue pasti bakal tuntut dia." tekad Mondy.

*****

      Reva, Melly, Cindy dan Megan menatap Raya dengan tatapan bingung.

"Ray, lo beneran sehat kan?" tanya Melly heran.

"Kalau gue sehat ngapain gue di rumah sakit?" tanya Raya balik dengan tatapan kesal.

"Maksud gue, lo beneran baik-baik aja? Gak geger otak kan lo?" tanya Melly.

"Lo doain gue geger otak?" kesal Raya.

"Ya gak lah. Tapi sifat lo aneh. Masa iya lo tiba-tiba bisa bersikap manis gitu sama kita, biasanya lo kan sinis terus ke kita." ucap Melly.

"Masa sih? Perasaan gue gini-gini aja dari dulu. Gak ada yang berubah." jawab Raya ambigu.

"Gak ada yang berubah?" beo Reva sadar dengan maksud tersirat Raya.

"Iya. Emang gue gini-gini aja kan? Kalian ini gimana sih? Amnesia apa gimana. Masa kalian lupa sifat gue ini sih." heran Raya.

    Mendengar ucapan Raya keempat cewek itu makin bingung.

"Ray, tapikan yang Amnesia it-.... Aww.." Melly menghentikan ucapannya karena Megan tiba-tiba menepuk pipinya.

"Sorry ada nyamuk tadi di pipi lo." ucap Megan dengan santainya tapi tatapannya pada Melly sangat membunuh.

     Cindy juga turut memberi tatapan peringatan pada Melly.

"Lo mau ngomong apa tadi, Mel?" tanya Raya dengan santai nya.

"Ha? Yang mana?" tanya Melly balik belagak lupa.

"Yang barusan. Sebelum lo ditepuk Megan." jawab Raya.

"Yang mana tuh? Lupa gue." ucap Melly kikuk.

"Masa lupa. Belum ada 5 menit yang lalu lo mau ngomong." ujar Raya berpura-pura heran.

"Emang tadi gue ngomong ya, girls?" tanya Melly meminta bantuan dari ketiga temannya.

"Masa sih? Perasaan Melly gak ada ngomong apa-apa Ray." ucap Cindy membantu Melly.

"Ada kok. Lo bilang 'tapikan yang amnesia itu...' yang amnesia emang siapa?" tanya Raya berpura-pura.

"Amnesia? Ooh maksud gue, gue takutnya yang amnesia itu lo. Kan lo abis kecelakaan tuh, jatuh dari tangga. Gue takut kepala lo kebenturnya kuat gitu. Tapi lo gak amnesia kan?" tanya Melly bertambah kikuk.

"Gak kok. Gue gak amnesia-...." jawab Raya. "Lagi." sambung Raya begitu pelan.

      Melly, Megan dan Cindy mendesah lega. Tapi tidak dengan Reva. Gadis itu begitu pandai membaca ekspresi dan gelagat orang lain.

"Aduuh Ray, gue harus ngecek Iyan dulu nih. Takutnya dia lupa minum obatnya. Gue ke ruangannya Iyan dulu ya." Melly buru-buru pamit.

"Gue juga mau ketemu Haikal. Pasti dia disana." ucap Cindy.

"Oky disana juga kan? Gue belum ketemu dia nih dari tadi." Megan pun ikut-ikutan.

"Ya udah. Temuin gih. Mel, gue nitip salam buat Iyan. Sorry gara-gara gue dia jadi luka gini." ucap Raya dengan tenang seolah tak menyadari kegugupan teman-temannya.

"Ahaha... Selow aja. Lo juga gak usah terlalu mikirin. Si Iyan nyawanya banyak." ucap Melly kemudian langsung pergi.

      Megan dan Cindy buru-buru menyusul.

"Rev, lo gak ketemu Boy?" tanya Raya menatap Reva yang dari tadi banyak diamnya.

"Boy lagi gak di rumah sakit." jawab Reva santai masih dengan tatapan curiga.

"Ooh gitu."

       Raya kemudian diam dan mengambil buku bacaan yang dibawakan mamanya.

       Keheningan menyelimuti ruangan itu. Dengan Reva yang terus menatap curiga pada Raya. Hingga gadis itu mengeluarkan suaranya lebih dahulu.

"Aurel."

"Iya?"

Deg

*****

Terima kasih,
Penulis

***************

Hai semua

I'm comeback!!!

Aku kembali. Semoga ada yang nungguin. *ngarep

Aku akhirnya bisa lanjut nulis cerita lagi setelah selesai dengan rangkaian ujian yang menguji jiwa dan raga, menguras tenaga dan otak, membebani lahir dan batin. *paansih.

Intinya sekarang aku kembali. Semoga kalian masih inget cerita ini. Masih inget Raya Mondy dan tentunya masih inget aku. *tetepngarep

Jangan lupa baca ya. Dan semoga part ini gak mengecewakan kalian. Semoga penantian berharga kalian terbayar sudah.

Silahkan dibaca, dinikmati, dibayangkan, dikhayalkan dan di mimpi kan. *kaliajaadayangberniatmimpiinRAMON

Oke deh. Jangan sampai notesnya lebih panjang daripada ceritanya.

Jangan lupa Read, Vote, dan Comment.

RVC guys..❤

V&C Please

***************

"Love Begins With From The Past" (HIATUS)Where stories live. Discover now