Part 8~Punishment~

Start from the beginning
                                        

Awalnya Sena merasa takut karena ia tidak tau apa yang akan mereka lakukan ditempat seperti ini. Namun pikiran buruknya ia buang semua karena ia yakin jika Suga bukanlah orang yang akan berbuat macam macam pada seorang gadis

"Keluarlah," ucap Pria itu sambil membuka pintu mobilnya.

Sena sedikit ragu, namun ia mengikuti pria itu. entah kenapa ia jadi merinding melihat lingkungan sekitar. Tak ada rumah atau orang-orang berlalu lalang, hanya sebuah lapangan tua yang besar beserta pepohonan besar dan jalan raya yang kosong akan kendaraan.

Terlihat Suga mengambil sesuatu dari bagasi dan kembali dengan sebuah bola basket ditangannya.

"Untuk apa itu?"

Pertanyaan itu hanya dijawab dengan sebuah tarikan menuju ke dalam lapangan itu dengan pagar yang begitu tinggi mengelilinginya.

Sena mencoba melepaskan tarikan Suga, "yakk apa yang akan kau lakukan, mau apa kita kesini,"

"Sudah kubilang ikuti saja."

Walau Sena sudah berusaha keras menarik kembali tangannya, namun kekuatan Suga sangatlah kuat dari nya. Membuat gadis itu hanya bisa pasrah.

Mereka berhenti di pintu pagar itu, Suga menyerahkan bola basket ke Sena dan membuka pintu pagar tersebut.

"Disini sepi dan panas," ucap Sena dan melihat sekeliling, ia mempererat pelukannya pada bola basket yang ia pegang.

Butuh perjuangan keras pria itu membuka pintu pagar yang mulai berkarat, dan usahanya pun tidak sia sia.

Suga kembali menarik Sena dan berjalan masuk kedalam. karena tidak terawat, ada begitu banyak dedaunan kering dan rumput liar menyebar dimana mana. Bahkan garis putihnya sudah pudar akibat debu.

Suga menghentikan langkahnya kala mereka telah berada tepat ditengah. Suga berbalik menghadap Sena dan mengambil alih bola basket di tangan gadis itu.

"Bersihkan lapangan ini," ucap pria itu sambil sesekali menghentakkan bola ke tanah dan meraihnya lagi.

Sena melototkan mata, ia bahkan hampir pingsan saat mendengar perintah Suga.

"Kau sudah gila yaa, membersihkan lapangan sebesar ini!? cihh tangan ku akan patah semua."

Bukannya menjawab ucapan gadis itu, Suga malah berjalan ke arah kursi penonton sambil membawa bola basket itu dengan mendribble nya.

"Lakukan cepat sebelum hukuman mu makin berat," ucap Suga sambil mendudukan bokongnya pada salah satu kursi penonton yang sudah termakan usia, ia menyilangkan kakinya sambil memangku bolanya.

Sena menautkan alisnya.

"Ini hukuman untuk mu yang menghindari ku kemarin," lanjut Suga lagi seraya mengode Sena ke arah beberapa sapu taman yang mulai usang.

Sena menghentakkan kakinya kesal, namun tetap mengerjakan apa yang diperintahkan Suga. Daripada hukumannya makin berat, bisa-bisa ia akan disini sepanjang hari.

Sena menyapu seluruh lapangan dengan membatin, kata-kata umpatan untuk Suga tidak pernah absen dari ocehannya.

'pria ini psikopat.' batin Sena yang masih sibuk membersihkan dedaunan dan debu di lapangan.

Sena sempat heran, bagaimana bisa hampir semua dari siswi di sekolah mereka menyukai pria ini. Padahal pria ini adalah seoarang pembunuh brengsek yang merusak masa masa indah disekolah. seperti dirinya yang telah menjadi korban, bahkan dirumahnya pun pria itu masih bisa meneror.

Sena yang terus mengoceh dalam hati, beda halnya dengan Suga yang fokus memperhatikan serta tak lupa dengan wajah penuh kemenangan. Sesekali ia menyeringai saat melihat mulut gadis itu tidak berhenti mengoceh tentang dirinya.

Butuh perjuangan besar gadis itu membersihkan seluruhnya, gadis itu sampai ngos-ngosan dan jatuh terduduk.

Keringat jatuh becucuran, membasahi piyama nya. di pagi hari begini tenaga nya sudah terkuras habis. Terlihat lapangan sudah mulai bersih walau debu debu dan karat yang menempel masih utuh tapi setidaknya sudah mendingan dibanding sebelumnya.

"Hosh..hosh..dadaku sesak," Sena memukul pelan dadanya.

Tiba-tiba ia merasakan seperti sebuah botol menyentuh kulit wajahnya, membuatnya langsung berbalik dan melihat Suga yang menyodorkan air mineral. Menatapnya sinis namun tetap mengambil botol itu dan meneguknya habis, tenggorokannya memang sudah kering daritadi.

"Istirahat lah disana," Suga menunjuk ke bangku penonton, tempat nya duduk tadi.

Suga kembali mendribble bolanya menuju ring, menatap dengan serius ke arah ring dan melempar bolanya.

Dengan mudahnya pria itu memasukkan bola, ia melakukan hal itu lagi sambil mengoper bola pada masing-masing tangannya.

Kiri-kanan-kiri-kanan sambil terus memperhatikan ring diatas, dan hopp bola kembali berhasil masuk.

Bukannya duduk di tempat yang ditunjuk Suga tadi, Sena malah berjalan kearah Suga.

Suga kembali mendribble bolanya, seakan tau keberadaan Sena dan tujuannya, pria itu langsung mengoper bola ke arah Sena.

Dengan sigap gadis itu menerimanya walau hampir meleset, tetap berjalan kearah pria itu sambil mendribble bola dan berhentu tepat di depan tiang.

Suga fokus memperhatikan saat gadis itu mulai melempar bola ke ring, namuj karena badan Sena tidak begitu tinggi seperti Suga, bola yang ia lempar tidak berhasil masuk ke dalam ring.

Suga menghela napas dan mengambil kembali bola itu.

"dengar, kau harus berdiri tepat di garis ini dan fokus keatas. liat tanda persegi di papan ring itu? lempar bolanya tepat di dalam persegi itu," terang Suga dan mulai memperagakan apa yang ia jelaskan pada Sena.

Bola berhasil masuk, Sena mengangguk mengerti dan beretepuk tangan.

"Kau memang hebat, butuh waktu lama untukku bisa seperti mu,"

"Tentu saja, dengan kaki pendek seperti itu sangat sulit untuk mencapai ring," ledek Suga dan kembali melempar bola.

"Yakk setidaknya beri aku semangat, jangan ejekan sepertu itu," ucap Sena sambil mengerucutkan mulutnya.

Apa yang dikatakan pria itu memang benar tapi setidaknya dia tidak memproklamirkannya secara terang-terangan seperti itu, di depannya pula.

"Hahaha coba liat wajah jelek mu itu," bukannya merasa bersalah, Suga malah tertawa saat melihat wajah Sena yang sedang kesal.

Seketika Sena terdiam kala melihat Suga yang tertawa, ini kali pertamanya pria itu terawa di hadapannya. Menurut cerita yang ia dengar dari siswa siswi di sekolah, pria itu sangat jarang ehh ralat, tapi tidak pernah terawa seperti saat ini.

'Nasib orang ganteng ternyata begitu yaa, ketawa pun wajahnya lebih tampan.' batin Sena berbunyi.

Suga menghentikkan tawanya dan berdehem.

"Cepat ikuti aku, dan jangan lupa juga dengan yang ku jelaskan tadi," tanpa aba-aba Suga langsung melemparkan bola kearah Sena.

Sena yang mendapat lemparan dadakan tidak sempat meraihnya dan alhasil bola itu mengenai tepat pada jidatnya.

"Ouch bilang bilang kalau ingin melempar," ringisnya sambil mengelus dahinya.

Dia jadi menyesal telah mengatakan pria ini tampan, memang dia tampan tapi brengseknya lebih memenuhi dibandingkan wajah tampannya.

"Cepat lakukan."

Sena menatap sinis Suga dan mulai mendribble bolanya, berjalan ke arah garis yang ditunjuk Suga dan menatap fokus keatas, terutama dengan gambar persegi yang ditunjuk Suga tadi.

Tbc.

The TragedyWhere stories live. Discover now