//

//








"Kim Taehyung !!" Jungkook menggeram, kesal setengah mati.

Bagaimana tidak, seharusnya dia sekarang duduk diruangannya dan menjelaskan beberapa hal dasar tentang perusahaan kepada anak tunggal keluarga Kim tersebut, bukannya malah terdampar disini, di dalam mobil berdua dengan Taehyung yang kini malah mengulum senyum tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Iya sayang."

Brengsek sekali.



"Siapa yang menyuruhmu menyeretku keluar ? Ini masih jam kerja, apa-apaan kau Kim !!" Gurat emosi terlihat jelas di wajah cantiknya, Jungkook kesal setengah mati dengan lagak si bocah Kim ini.

"Jangan emosi begitu, nanti wajahmu jadi makin tua. Tau ?" Taehyung melirik sekilas kearah Jungkook, kemudian tersenyum kala bibir ranum Jungkook terus menggerutu yang entah kenapa membuat si Kim ingin sekali menciumnya.

"Baru tau aku tua ? Aku pria tua kepala tiga dan dalam beberapa tahun menuju empat puluh. Tidak perlu mengingatkan tentang tua bocah." Jungkook bersungut-sungut, sedangkan Taehyung hanya terkekeh pelan menanggapi.

"Iya pria tua yang sialnya begitu mempesona bagi si bocah sembilan belas ini. Dan kau terlalu panas untuk ukuran pria tua, Jeon gwajangnim."
Taehyung mengerling jahil.

"Bangsat." Serapahnya kesal.

"Jangan mengumpat, cantikmu nanti hilang loh. Kau boleh mengumpat sesukamu saat aku mememasukimu saja."

Dan tangan Jungkook sungguh gatal ingin menggeplak kepala Taehyung yang berisi hal-hal mesum seperti itu.


//

//






"Apa-apaan ini ?" Jungkook berseru protes.

"Apanya yang apa ?" Taehyung menyahut santai kemudian berjalan mendahului si pria Jeon memasuki gedung appartment mewah tersebut.

"Untuk apa kau membawaku kesini ?"

"Mengajariku, benar ?" Satu alis Taehyung terangkat pongah seperti biasa.

"Dan kenapa harus di appartement-mu Kim ?"

"Aku tidak suka suasana kantor yang membosankan."

Lagi-lagi Jungkook mendengus, merasakan emosinya yang kembali di permainkan oleh bocah ini.

Dan saat kakinya melewati sebuah pintu, pandangannya disuguhkan oleh tatanan interior yang apik. Klasik namun modern secara bersamaan. Suasana hitam putih sebagai dominasi, dan harum musk seketika menyeruak seperti menyambutnya dan sekaligus menyadarkan si pria Jeon bahwa dirinya kini berada di tempat yang tidak seharusnya.

"Silahkan duduk, anggap rumahmu sendiri." Taehyung berkedip nakal sembari mempersilahkan Jungkook agar duduk disalah satu sofa mahalnya yang berwarna hitam.

Sedangkan Jungkook tak menyahut, hanya mendudukan dirinya di salah satu sofa panjang yang menghadap kearah televisi.

"Sial ini nyaman sekali." Batinnya sembari meringis membayangkan berapa lembar won yang harus dikeluarkan demi membeli sofa senyaman ini.

Dasar bocah kaya yang terlampau beruntung.


"Camomile Tea." Taehyung meletakkan secangkir teh yang mengepul  hangat dihadapan Jungkook lalu duduk bersila diatas karpet tebal berbulu warna krem didepan Jungkook duduk.

Jungkook tertegun, apa yang dilakukan si Kim ini.

"A-apa yang kau lakukan ?"

Taehyung tersenyum lalu meraih kaki kanan Jungkook, menggulung celana bahannya hingga lutut. Meraih sebotol lotion yang tak jauh darinya kemudian dengan cekatan tangannya mulai memijat pelan tumit Jungkook yang terlihat sedikit membengkak.

"Kau itu seharunya ambil cuti, sok tidak sakit padahal bengkak begini."

Jungkook mengerutkan kening.

"Bagaimana kau bisa tau kakiku bengkak ?"


Taehyung terkekeh pelan. Netranya yang serius kini menatap Jungkook yang menunduk memperhatikan segala perilakunya.

"Jalanmu pincang, mungkin bagi orang lain tidak akan tau karena kau menutupinya dengan begitu apik. Tapi aku tidak bodoh seperti mereka."

Jungkook terpaku, dia benar, selama ini setiap dia sakit atau apapun dia akan selalu berusaha menutupinya dari orang sekitarnya. Bahkan saat kakinya sempat terkilir saat menuruni tangga terburu tadi pagi dia hanya mengompresnya sejenak lalu berusaha menahan nyeri dengan berjalan seperti biasa. Tapi semua itu dengan mudah ditangkap oleh si pemuda Kim ini.

Entah bagaimanapun ada gelenyar hangat yang lagi-lagi merambat dihatinya.


"Jangan kau tahan, bukan berarti kau lemah jika   kau menunjukan sakitmu. Paling tidak bilang padaku agar aku bisa melindungimu." Ucap Taehyung dengan tangannya yang masih sibuk memijat perlahan kaki Jungkook.

"T-tapi a___"

"Jangan mengelak apapun, karena aku akan tetap di sampingmu. Entah kau mau ataupun tidak."






Dan kalimat tersebut membuat Jungkook bungkam, menatap lamat-lamat wajah si pemuda Kim yang rela merendahkan harga dirinya hanya demi sosok pria tua seperti dirinya.

Namun otaknya pun masih bersikeras bahwa segala hal tentang dirinya dan pemuda Kim tersebut terlampau berbeda. Akal logisnya selalu memberi peringatan bahwa hatinya tak boleh goyah. Meski sejujurnya hanya dengan menghirup aroma musk yang menguar disegala sisi Taehyung saat didekatnya membuatnya begitu tergoda ingin merengkuh.

Namun lagi-lagi Jungkook harus disadarkan, bagaimanapun dia hanyalah pria berumur kepala tiga yang hanya menjabat sebagai karyawan dari perusahaan ayah si bocah Kim ini. Lalu darimana hatinya bisa mengalahkan segala akal logis yang selalu menjadi benar saat dihadapkan dengan kenyataan yang ada.

Jungkook hanya terlampau takut.

















TBC

Purple Line (TAEKOOK)Where stories live. Discover now