Pelengkap (2)

2K 328 66
                                    

"Ian"

Sang pemilik nama otomatis menoleh. Air wajah Fajar yang jahil secara tidak langsung membuahkan senyum pada wajah Rian. Di balik kejahilan suaminya itu, Rian selalu bisa menemukan sisi teduh dari pria dengan nama yang satu arti dengan langit saat matahari terbit. Salah satu dari banyak hal yang membuatnya jatuh, benar-benar jatuh hati dengan Fajar. 

Kaki yang sejak tadi ditekuk akhirnya diluruskan kembali seiring dengan Rian beranjak. Berjalan mendekati Fajar yang sudah memberikan isyarat, mengajaknya pergi dari toko mainan. Lirikan matanya ia berikan sekejap pada isi toko sebelum dia benar- benar keluar. Isi yang dimaksud, tiada lain tiada bukan adalah para malaikat kecil. Di luar toko, Fajar lagi- lagi mengamati gerak- gerik Rian. Mulai menemukan beberapa potongan teka- teki yang hilang.

"Udah liat- liatnya?"

Tanya Fajar saat Rian sudah berdiri di hadapannya. Pertanyaan Fajar disambut dengan senyuman simpul dan anggukan mantap.

"Udah mas"

Hawa yang semakin dingin membuat gradasi merah pada pipi Rian menjadi- jadi. Tak tahan dengan manusia menggemaskan di depannya, telapak tangan Fajar yang digesekkan satu sama lain terlebih dahulu segera menangkup dua gumpalan putih kemerah mudaan itu. Memberi tekanan sedikit sehingga membuat bibir Rian sedikit maju. Tawa renyah terlontar dari Fajar melihat perubahan pada rupa Rian. Sebagai objek tawaan, Rian hanya mengernyutkan dahinya.Menambah intensitas gemas.

" Kedinginan ya kamu,hmm?"

Belum sempat menjawab, Rian sudah menerima satu kecupan singkat di dahinya. Sensasi hangat seketika memenuhi wajahnya. Membungkam kalimat jawab yang hendak keluar. Tangan Fajar yang masih menyelimuti pipi Rian segera diraih, digenggam erat sebelum dilepaskan dari pipi. Memutuskan untuk tetap menggegam, bahkan menautkan jemarinya dengan tangan kiri Fajar.

"Sekarang Ian mau ke mana?"

"Ke mana aja mas bawa, Rian ikut "

Kalimat tersebut mengembangkan sebuah senyuman hangat pada Fajar. Menatap lekat sepasang netra cokelat gelap pria di sampingnya. Keduanya sama- sama di landa rasa malu, membuang pandangan mereka  hampir di saat yang bersamaan. Ya, sesuai dengan pesan Rian pada Fajar sehari sebelum akad yang ia kirim via whatsapp.

Bismillah besok ijabnya lancar ya,mas.

Rian janji, sesaat setelah mas mengucap ijab

Rian akan selalu ada dan berbakti sama mas.

Dampingin, bimbing, dan jagain mas setiap saat.

Kemana pun mas pergi, Rian akan ada di samping mas.

Sebagai tangan kanan dalam hidup Mas Fajar, bagaimanapun keadaannya nanti.

Rian sayang Mas Fajar.

Fajar tak akan pernah berhenti bertanya. Apa yang sudah ia perbuat sehingga ia pantas mendapat kekasih seumur hidup seorang Muhammad Rian Ardianto. Sosok pria yang menggambarkan citra  sempurna luar dan dalam. Seseorang yang sikapnya bertolak belakang dengan dirinya. Tak pernah membuatnya bosan jatuh cinta berkali- kali. 

  Semakin malam, suhu di Paris semakin Rendah. Banyak orang memilih untuk berlindung di bawah atap. Entah itu rumah mereka sendiri atau kafe di pinggir jalan. Sembari menikmati secangkir minuman hangat. Berbeda dengan Rian yang menghangatkan diri dalam genggaman tangan Fajar. Kekaguman mereka terhadap susana Paris di malam hari membawa mereka pada sebuah air mancur berukuran sedang dengan dua buah bangku taman mengitari. Tanpa basa- basi, Fajar menarik Rian ke arah salah satu bangku. Mengarahkannya untuk ikut duduk di sampingnya. Pemandangan Menara Eiffel yang menjulang dapat dengan mudah mereka tangkap dari jauh. 

More Than Friends? [Completed]Där berättelser lever. Upptäck nu